Part 8

479 62 3
                                    

Kepala Leta direbahkan di dada Skala. Keduanya duduk bersandar di head board, mengenyahkan semua batasan untuk lebih jujur pada diri sendiri. Mereka tidak bisa lagi mengelak dari rasa yang terlanjur hadir di hati, sulit mengabaikannya. Benar kata orang, waktu memang bisa menyembuhkan luka, dan cinta bisa datang karena terbiasa bersama.

"Dona pasti kecewa banget sama aku. Aku seperti anjing yang saat ditolong, malah menggigit," ucap Leta mencela diri sendiri.

"Kamu jangan ngomong kayak gitu. Kita nggak pernah minta cinta untuk hadir di hati kita. Semuanya terjadi gitu aja, nggak bisa kita hindari. Aku juga nggak ngerti kenapa bisa gini. Tapi yang aku tau, aku mulai jatuh cinta sama kamu di hari pertama kamu tinggal di sini."

"Tapi andai aku nggak hadir di hidup kalian, mungkin semuanya akan tetap baik-baik aja, Ska."

"Aku udah bilang sama kamu, Tuhan mengatur pertemuan bukan tanpa alasan. Sekarang, yang terjadi emang udah bagian dari rencana Tuhan."

"Gimana sama Dona?" tanya Leta sedih.

"Kamu nggak perlu mikirin itu, semua akan aku selesaikan. Aku akan bicara sama Dona di waktu yang tepat nanti. Aku yakin semuanya akan baik-baik aja," ucap Skala dengan serius.

Cklek.

Pintu kamar dibuka perlahan oleh seseorang di luar. Leta dengan cepat bergeser menjauh saat melihat Kalis masuk. Putrinya itu belum mengerti masalah orang dewasa, jadi sebaiknya tidak dilibatkan dahulu.

"Eh, Mami ada di sini?" Kalis terkejut melihat Leta ada di sana.

"Sini sayang," panggil Leta sembari merentangkan tangan.

Kalis langsung naik ke atas ranjang, duduk di tengah-tengah Leta dan Skala. "Mami kapan pulang? Kok aku nggak dibangunin?" Ditatapnya Skala dan Leta bergantian.

"Maaf ya sayang, Papi emang sengaja nggak bangunin kamu. Soalnya tadi tidur kamu nyenyak banget, jadi Papi nggak mau ganggu mimpi indah kamu," ucap Skala. "Selain itu, Mami juga lagi sakit, makanya Papi suruh istirahat dulu."

"Mami sakit?" Kalis langsung menatap Leta dengan tatapan menggemaskan.

"Mami cuma sedikit nggak enak badan. Nggak papa kok," jawab Leta tetap tersenyum.

Kalis lalu memegang tangan Leta dan Skala. "Mi, bisa nggak selamanya Papi Ska jadi Papi aku?" tanyanya dengan sepenuh hati.

Leta menoleh pada Skala, bingung harus menjawab apa.

"Bisa dong!" jawab Skala mewakilkan. "Papi akan selamanya menjadi papi Kalis."

"Yeayy!" Kalis mengangkat tangannya ke atas, bersorak gembira. "Kalau gitu mulai malam ini kita tidurnya bertiga ya, Pi? Iya, kan, Mi?"

Leta meringis. "Sayang, kamu kok jadi banyak permintaan sih? Nggak boleh gitu," tegurnya.

Skala memindahkan Kalis ke pangkuannya. "Nanti saat waktunya tiba, kita pasti bisa tidur bertiga setiap hari. Kamu berdoa aja, ya?" ucapnya lembut.

Kalis mengangguk antusias.

Diam-diam, Skala memegang tangan Leta. Padahal matanya sedang fokus pada Kalis. Leta tersenyum, sudah lama dia tidak merasa sebahagia ini. Bersama Skala membuat jiwanya tenteram. Tidak bisa dipungkiri, hatinya kini dipenuhi dengan cinta.

"Ya udah kalau gitu aku mau masak buat makan siang." Leta berniat turun dari ranjang, tapi Skala memegang tangannya lebih erat.

"Kamu lupa yang tadi Tante Risya bilang?" Skala mengesah. "Kamu itu harus istirahat, nggak boleh capek."

"Cuma masak doang, di mana capeknya?"

"Nggak usah ngeyel, dengerin pesan dokter."

"Tau nih Mami." Kalis ikut mengomel.

Skandal CintaWhere stories live. Discover now