Part 7

550 69 9
                                    

Skala membuatkan Leta orange juice. Lalu dia menunggu kesiapan wanita itu untuk menceritakan hasil mediasi hari ini. Melihat bekas kemerahan di pergelangan tangan dan leher wanita itu, sulit rasanya menahan diri untuk tidak marah. Andai dia di sana tadi, entah apa yang akan terjadi dengan pria bajingan itu.

"Dia ngancem aku. Kalau aku nggak batalin gugatan, dia akan ambil Kalis dari aku dengan segala cara." Leta akhirnya buka suara. Dia menyisir rambutnya ke belakang, tampak sangat frustasi.

Skala merapatkan giginya, membuat rahangnya mengeras. "Terus gimana keputusan kamu?" tanyanya.

"Aku nggak akan mundur. Aku nggak akan biarin dia merebut Kalis dengan cara apapun," jawab Leta dengan tegas.

Skala tersenyum. Ini yang ingin dia dengar sejak tadi. Walau tadi sempat berpikir Leta akan mencabut gugatan karena takut pada Bram, tapi ucapan wanita itu barusan sangat melegakan hatinya. "Kamu nggak usah khawatir, kamu nggak sendirian. Ada Bunda, Dona, dan juga aku yang akan support kamu," ucapnya meyakinkan.

"Aku bener-bener beruntung ketemu sama orang-orang baik seperti kalian. Makasih ... Makasih banget," lirih Leta sangat bersyukur.

Skala tersenyum. "Tuhan pasti punya alasan kenapa dua orang yang tidak saling mengenal bisa bertemu. Lewat Dona, aku jadi kenal kamu," ucapnya bijak.

Leta tersenyum. "Kalau bukan karena Dona, aku nggak mungkin ada di sini dan dibantuin sama kamu," sahutnya berterima kasih.

Skala diam saja.

Keduanya mulai tidak punya kata-kata untuk diucapkan lagi. Hanya sesekali saling pandang, lalu berubah menjadi canggung.

"Aku mau ke kamar dulu," pamit Leta. Dia merasa sangat letih dengan segala drama hari ini.

"Iya, kamu istirahat aja," suruh Skala.

Leta pun berdiri, namun tiba-tiba saja kepalanya terasa pening dan matanya berkunang-kunang. Dia berpegangan pada sandaran sofa karena tubuhnya mulai oleng. Tak lama kemudian, Leta hanya bisa melihat kegelapan dan ...

"Leta!" Skala dengan cepat memegang pundak Leta sebelum wanita itu jatuh membentur meja. "Leta," panggilnya dengan tepukan ringan di pipinya.

Menyadari Leta pingsan, Skala pun menggendongnya ke kamarnya. Dia tidurkan wanita itu ke ranjangnya, lalu bergegas mencari ponsel.

***

Tidak lama setelah Skala menelepon kenalannya yang seorang dokter, Leta pun segera diperiksa. Skala sangat cemas, sampai tidak bisa menahan diri untuk mondar-mandir selagi sang dokter memeriksa.

Leta terbangun, namun sepertinya masih pusing sehingga wajahnya agak meringis. "Dokter?" Dia mencoba bangun, tapi tubuhnya masih lemah.

"Sudah, kamu sebaiknya istirahat aja. Jangan banyak pikiran, biar kondisi kamu cepat pulih," ucap dokter Risya dengan senyum hangat.

Tatap Skala makin menunjukkan rasa cemas. Rasanya dia ingin duduk di sisi Leta, tapi dokter masih memeriksanya. "Gimana keadaanya Tante? Dia tiba-tiba aja pingsan, apa ada masalah?" tanya Skala tidak sabaran.

Dokter Risya melepas stetoskop dari telinganya, menggantungnya ke leher dan berdiri mendekati Skala. "Setelah saya periksa, tidak ada masalah yang serius. Hanya saja tekanan darahnya rendah dan suhunya agak panas, jadi mungkin itu penyebab tunangan kamu pingsan," beritahunya.

"Dok, saya ..." Leta urung meneruskan ucapannya karena lebih dulu melihat Skala memberi kode agar dia diam saja. Dia tidak mengerti kenapa Skala tidak menyangkal, padahal dirinya bukan tunangannya.

"Dilihat dari wajah kamu, pasti kamu lagi banyak pikiran dan stres ya?" tanya dokter Risya.

Leta hanya tersenyum tipis.

Skandal CintaWhere stories live. Discover now