Part 6

522 58 19
                                    

Hari ini, sidang perceraian Leta akan memasuki babak awal, yaitu mediasi. Dia akan dipertemukan dengan Bram di ruangan khusus, atas permintaan dari suaminya itu. Leta tidak ditemani oleh Skala, karena dia meminta pria itu untuk menjaga Kalis. Perasannya campur aduk sekarang, antara gugup dan juga takut.

"Ibu Letaza, silakan masuk." Seorang petugas memanggil Leta untuk masuk ke ruangan yang sejak tadi tertutup rapat.

Detak jantung Leta makin cepat, lebih lagi saat melihat Bram di sana sedang mengobrol dengan pengacaranya. Dia berusaha untuk tidak melihat pria itu, lalu duduk di kursi yang disediakan. Mereka bersebelahan dengan jarak yang tidak terlalu jauh, dan Leta tahu Bram sedang menatapnya.

"Baiklah, sebelumnya perkenalkan saya Rizwan yang bertugas sebagai mediator dalam mediasi hari ini," ujar hakim mediator itu.

Setelah menyampaikan banyak pesan dan hal-hal penting yang harus ditaati selama mediasi Pak Rizwan bertanya pada Leta, "Ibu Letaza, sebagai pihak penggugat apakah anda sudah yakin ingin bercerai dengan Pak Bramana?"

"Yakin, Pak." Leta menjawab tegas.

"Leta ..." Bram memanggil.

"Mohon maaf Pak, sekarang belum waktunya untuk Bapak berbicara," larang sang hakim dengan sopan.

Kuasa hukum Bram memberi kode pada kliennya itu agar tenang dan bersabar.

"Ibu Letaza, saya ingin kembali bertanya, alasan apa yang mendasari Ibu ingin bercerai dengan Pak Bram?" tanya hakim itu kembali.

Leta meremas tangannya. Berbicara di depan Bram sungguh sulit, karena cara pria itu menatap sangatlah mengintimidasi. "Saya sudah tidak tahan dengan perlakuan Bram selama tiga tahun belakangan ini," ucapnya.

"Perlakuan yang seperti apa, Bu?" korek hakim itu.

Leta berani menatap Bram kali ini, karena tiba-tiba kebencian merasuki pikirannya begitu dalam saat dipaksa mengingat kembali kekejian pria itu. "Selama tiga tahun, dia selalu berbuat kasar ke saya. Setiap hari saya selalu mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan karena terus menerus disiksa sama dia. Ditambah lagi, dia selalu berselingkuh," ungkapnya.

"Pak Hakim, itu bohong. Saya nggak pernah melakukan itu," tepis Bram langsung. "Leta sayang, kamu jangan berbohong. Semua tuduhan kamu itu nggak ada buktinya."

"Siapa bilang nggak ada bukti? Semua buktinya ada. Hasil visum, rekaman yang aku ambil diem-diem saat kamu selingkuh, semuanya ada. Kamu nggak bisa ngelak lagi, Bram!" Leta menatap Bram berapi-api.

Pak Oscar, Pengacara Bram mengurut kening, sepertinya sadar kalau kliennya sulit menang dalam kasus ini.

Bram yang merasa terpojok, langsung mendekati Leta dengan cara berlutut di hadapan wanita itu. "Sayang, aku mohon sama kamu, maafin aku. Aku memang salah. Aku sudah menyakiti kamu. Tapi aku menyesal, aku minta kesempatan untuk memperbaiki semuanya lagi." Dipegangnya tangan Leta sambil berkata kembali, "kasih aku kesempatan, kita mulai mulai dari awal lagi. Oke?"

Leta menepis tangan Bram. "Aku udah terlalu sering ngasih kamu kesempatan, tapi kamu nggak pernah berubah, Bram. Tiga tahun aku rasa cukup untuk menutup semuanya, aku capek," tegasnya.

"Pak hakim, boleh saya berbicara?" tanya Pak Oscar meminta izin untuk bicara dengan Leta.

"Silakan," suruh Pak Rizwan.

"Ibu Leta, saya sangat mengerti apa yang anda rasakan. Saya paham anda mungkin merasa kecewa pada Pak Bram. Namun, bisakah anda memberi satu kesempatan lagi untuk berdamai demi Kalis? Saya yakin anda tidak mau Kalis merasa sedih karena orang tuanya bercerai. Kasihan, dia masih kecil dan masih sangat membutuhkan sosok ayah kandungnya." Pak Oscar menggunakan Kalis untuk mengubah pikiran Leta.

Skandal CintaWhere stories live. Discover now