3. Investigasi

95 21 23
                                    

Mona meremas jari-jemarinya yang basah karena keringat dingin

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Mona meremas jari-jemarinya yang basah karena keringat dingin. Tepat setelah Edward izin undur diri karena harus menemui tunangannya, kamar inap yang semestinya diisi tiga pasien, namun hanya terdapat dirinya saja itu dikunjungi dua pria.

"Gunanya perawat kasih makan siang buat dimakan, bukan cuma dilihatin kayak lukisan doang," ucap Seto ketus.

"Hussttt, Pak," tegur Ari yang tengah mengatur kamera tepat mengarah ke wajah Mona.

Seto melirik bersama bibirnya yang terangkat sinis. "Kamu ini, apa-apa negur saya, apa-apa salahin saya. Bosen satu tim sama saya bilang!" ungkapnya penuh kekesalan.

Namun, Ari anggap sebagai angin lalu. Si empu dengan pakaian santai berupa celana jeans hitam dan atasan kemeja putih tulang yang kedua lengannya digulung sampai siku lebih memilih fokus dengan barang elektronik di tangannya.

"Cih, dasar nggak punya sopan santun," cecarnya.

Menyaksikan interaksi keduanya semakin membuat Mona merasa ingin menghilang saja. Meski di hadapannya disediakan makan siang, mulut Mona enggan untuk terbuka, pun selera entah menghilang ke mana.

"Heh, makan. Diem doang kayak patung," tegur Seto menunjuk lurus Mona.

Si empu terjingkat, lamunannya sontak buyar begitu saja.

"Cepat dimakan biar tugas kita juga cepat selesai," ucapnya tak sabaran.

"Pak." Sekali lagi Ari memberi teguran.

"Diam kamu! Banyak omong." Sengit Seto menyahut. "Kamu juga, mau makan apa nggak? Kita di sini bukan mau lihat kamu ngelamun doang!"

Nyali Mona yang sekecil kotoran hidung, semakin terkikis tanpa sisa kala mendapat bentakan Pak Seto yang tampak menyeramkan. Lain halnya dengan Ari yang hanya mampu menghela napas.

"Mona," panggil pria berusia dua puluh enam tahun itu. "Dimakan, ya," titah Ari dengan nada suara yang teramat halus.

"I--iya, Pak."

Seto tampak tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia hanya menampilkan wajah sengit kala Mona mulai melahap makanannya.

"Giliran Ari yang nyuruh, baru nurut," cibir Seto.

"Pak, dia lagi makan, lho." Dan akan ada teguran Ari yang menyahut.

Selagi menunggu Mona melahap nasi putih dengan lauk berupa ayam bakar, dua detektif itu sibuk dengan urusan masing-masing.

Menyita waktu lima belas menit, Mona menyelesaikan makan meski masih tersisa banyak nasi di piring.

Ari dengan penuh perhatian membantu memegangi gelas kala giliran obat yang masuk ke mulut Mona.

Usai dengan itu, muncul antusias di dalam diri Seto. Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.

Kamera sudah menyala beberapa detik lalu, merekam wajah sampai perut gadis itu.

In The RefrigeratorOnde histórias criam vida. Descubra agora