32. I am Promise, Arai.

1 0 0
                                    

Empat muda-mudi sedang mengawasi salah satu rumah warga. Mereka terpencar-pencar ---Raihan meringkuk di balik pohon besar, Kayla di semak-semak dan Aisha memperhatikan dari atas pohon sedangkan Aldo berdiam di balik rumah warga lainnya.

Mereka semua dapat mengetahui dan berkomunikasi menggunakan alat bantu teropong. Mereka saling bertukar informasi agar tidak ada yang menyadari pergerakan mereka.

Bangunan yang dituju berada tak jauh dari lapangan tempat berkumpul para pemuda dayak beberapa waktu lalu. Aldo meningkatkan fokus teropong, hati-hati si pemuda mengarahkan alat tersebut untuk menelisik kondisi sekitar. Seperti dugaannya, beberapa pria bertatto dan tindik berjaga-jaga di sekitaran rumah panggung tersebut.

Tidak lama, Aldo mendelik karena dari arah berlawanan empat gadis Dayak terlihat mendekat ke tempat mereka sambil bersenda gurau. Aldo lekas memberikan sinyal agar teman-temannya mengawas diri.

Aldo yang pertama kali mencuatkan kepala, kali ini ia lebih berhati-hati. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Aldo mendapat timing yang tepat. Lekas pemuda ini memberi interuksi.

Kayla yang bersembunyi agak ke dalam hutan memberi acungan jempol. Konsentrasi para pemuda Dayak tersedot pada suara berdesis, tidak lama setelah itu asap merah muda mengepul dari lebatnya pepohonan.

Seorang langsung bergegas memeriksa keadaan hutan. Di waktu bersamaan, Aisha dengan cekatan melompat dari satu dahan ke dahan lainnya hingga keberadaannya kini tepat berada di pohon paling dekat dari rumah tersebut. Aksinya berjalan mulus berkat bunyi bising tersebut.

Laki-laki dayak ini celingak-celinguk ketika dirasa tempatnya berpijak adalah sumber suara itu. Alisnya sedikit bertemu ketika menemukan benda yang belum pernah dilihatnya, merasa mencurigakan ia memutuskan untuk mengamati lebih dekat.

Baru saja membuang lima langkah, kakinya terasa dicengkeram kuat, laki-laki dayak ini membola ketika mengetahui ada simpul yang mengikat salah satu kakinya. Kurang dari satu menit sebuah tali tambang mencuat--- timbul dari hamburan daun kering. Tali itu lantas tertarik ke atas pohon membuat tubuhnya mau tak mau ikut terangkat, sebelum berakhir terayun-ayun ke kiri dan kanan.

Dia berteriak histeris dan berusaha menggapai simpulan. Tetapi perhatiannya teralih ketika ada suara langkah menyibak dedaunan. Ia kembali tercekat ketika melihat Kayla melambai-lambai sambil tersenyum mengejek.

Teriakkan laki-laki itu tentu mengggema membuat rekannya kelabakkan. Di saat bersamaan Aisha mendarat di sudut pelataran dan tidak menunggu waktu lama gadis bersurai putih ini membekuk sang lelaki dengan memukul tengkuknya.

"Maaf," ucap Aisha sebelum benar-benar membuat pria itu pingsan.

Dengan tumbangnya para penjaga membuat Raihan dan Aldo berani menampakkan diri. Selagi Aldo mencoba menelaah gembok yang terpasang di pintu, Aisha dan Raihan memeriksa keadaan sekitaran.

Sunyi, dua bersaudara itu mengangguk setuju. Untung saja para penduduk sedang disibukkan dengan prosesi pemakaman sementara yang lain pasti sedang meladeni Bayu dan Marni.

Suara berdecit membuat Collins bersaudara menoleh kepada Aldo. Pintu terbuka perlahan tidak memerhatikan kedua teman lainnya, pemuda bernama belakang Adjimoljo ini masuk tanpa permisi.

Sebuah rumah atau lebih tepatnya ruang penyimpanan. Sejauh mata memandang tiga remaja itu mendapati berbagai jenis senjata tradisional mulai dari parang, golok, perisai, bujak sampai panahan. Pun ornamen-ornamen khas suku dayak menghiasi setiap sudut rumah.

Aldo bahkan harus menahan napas sesaat dan mundur satu langkah ketika bersitatap dengan tengkorak manusia. Entah ini asli apa hanya reflika. Tidak mau ambil pusing, ia segera mendekati barisan bujak.

Raihan: The Great IssueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang