"Janji enggak akan ngediemin kamu lagi, puas?" Ketus Jisoo yang mulai tidak sabar.
Jennie tersenyum puas, namun belum mau melepaskan Jisoo.
"Bilang kamu cinta sama aku" pinta Jennie dengan menahan senyumnya, sepertinya ia masih ingin menjahili Jisoo.
"Jennie, jangan becanda. Aku harus balik kerja" lirih Jisoo dengan suara bergetarnya, punggungnya sudah mati rasa.
"Kalau gitu cepetan bilang" paksa Jennie makin menarik leher Jisoo, bahkan hidungnya sudah menyentuh pipi Jisoo.
"Yaudah, aku cinta kamu" ucap Jisoo di balas senyum bahagia Jennie.
"Aku juga cinta banget sama kamu, sayaaang!"
~chuuup~
Jennie mencium pipi Jisoo lama, kemudian ia melepaskan pelukan di leher Jisoo.
"Haaahh.. aku yang marah kenapa aku yang tersiksa" keluh Jisoo merapikan baju dokternya yang kusut.
Jennie bangkit dari tidurnya dan ikut merapikan baju dokter Jisoo.
"Aku juga tersiksa kalau kamu ngediemin aku" lirih Jennie memajukan bibirnya.
Jisoo tersenyum geli, pacar kecilnya itu punya cara yang unik untuk membuatnya tidak marah lagi.
~chuup~
Jisoo mencium kilat bibir Jennie yang maju, Jennie kaget.
"Jangan di ulangi lagi ya" ucap Jisoo lembut.
Jennie mengangguk cepat, Kemudian melingkarkan tangannya di leher Jisoo.
~chuupp~
Jennie mencium bibir Jisoo lebih lama, dengan senyum di antara ciuman mereka.
•
•
•
*** 12. 22 ***
Jisoo duduk di kursi ruangannya, menulis beberapa laporan pasien di temani Jennie yang duduk menyamping di pangkuannya sambil menyandarkan dagunya tepat di bahu kiri Jisoo.
Dengan sedih Jennie menceritakan kesalahpahamannya semalam sambil memainkan kerah baju dokter bagian belakang Jisoo.
"Ahahhaha" Jisoo tertawa keras saat cerita Jennie berakhir.
"Kenapa malah ketawa! Padahal semalem rasanya jantung aku mau copot loh!" Ketus Jennie memukul punggung Jisoo, kemudian mengeratkan kembali pelukannya di leher Jisoo.
"Kamu suka banget ya salah paham sama aku" tambah Jisoo meneruskan pekerjaannya.
"Kamu jahat banget udah bikin aku nangis" lirih Jennie menumbuhkan rasa sesal di hati Jisoo.
"Iya, maafin aku ya, sayang" ucap Jisoo tulus, padahal hatinya masih tertawa.
Jennie hanya diam memainakan tangannya di balik kepala Jisoo, bersyukur kejadian semalam hanya salah paham, karena jika sungguhan, ia bahkan tak bisa membayangkannya.
"Kalau beneran gimana?" Tanya Jisoo seolah membaca pikiran Jennie.
Jennie menegakan duduknya dengan berpegang di kedua bahu Jisoo, kini ia bisa menatap wajah Jisoo.
"Kamu mau kita putus?" Tanya Jennie tanpa tersenyum, Jisoo menghentikan kegiatannya kemudian menatap mata Jennie.
"Aku menggunakan kata 'kalau', Jennie. Gimana kalau aku emang capek dan pengen put" belum selesai Jisoo bicara, Jennie menutup mulut Jisoo dengan tangan kanannya, mata Jisoo membulat.
"Waktu kamu bilang 'kalau', suatu saat kamu bakal ngelakuin itu, bener kan?" Tanya Jennie terdengar serius, Jisoo menggelengkan kepalanya karena mulutnya masih terhalang tangan Jennie.
"Kamu mau ninggalin aku?" Tanya Jennie lagi karena tak yakin, Jisoo kembali menggeleng membuat Jennie mendesah pelan, ia mendadak cemas.
Jennie melepaskan tangannya dari mulut Jisoo, kemudian berdiri dari pangkuan Jisoo.
Dengan lembut Jisoo memegang pergelangan tangan Jennie membuatnya berbalik dengan tatapan sayu.
"Aku enggak akan ninggalin kamu" ucap Jisoo mengahapus rasa cemas Jennie.
"Berjanjilah kamu juga enggak akan ninggalin aku" pinta Jisoo membuat Jennie tersenyum penuh arti, ia bahkan tak pernah membayangkan hal itu, apalagi melakukannya.
Jennie berjalan mengambil tas nya di sofa.
"Mau kemana?" Tanya Jisoo pada Jennie yang kini berjalan ke arahnya.
"Ke kamar Mama, kamu ikut ya?" Pinta Jennie mencubit kedua pipi Jisoo, seketika ekspresi wajah Jisoo berubah datar saat mendengar kata 'Mama'.
Jisoo segera mengalihkan pandangannya, agar Jennie tak menyadari.
"Aku masih sibuk, mungkin besok aku kesana" ucap Jisoo kembali menyibukan dirinya menulis laporan.
Namun, Jennie hapal betul dengan gerak tubuh kekasihnya yang terlihat tidak nyaman.
"Ada apa, sayang?" Tanya Jennie penasaran.
"Enggak ada apa-apa" balas Jisoo setenang mungkin, ia menghindari tatapan Jennie yang mungkin bisa membongkar isi otaknya.
"Kamu keliatan lagi mengehindari Mama" datar Jennie dengan melipat kedua tangannya.
Jisoo menggeleng dengan sedikit senyuman, Jennie benar-benar membaca pikirannya.
"Buat apa aku menghindari Mama? Aku bener-bener sibuk, sayang" jawab Jisoo tanpa menatap Jennie, membuat jennie semakin penasaran, tapi ia tak ingin memperpanjang masalah, toh Jisoo sudah berjanji besok akan menemui Mama.
"Yaudah, besok bakal aku temenin kamu ketemu Mama" ucap Jennie mengalah, ia menunduk untuk mencium pipi kanan Jisoo.
"Aku pergi dulu, kabarin aku kalau kamu udah mau pulang" ucap Jennie mengelus pelan rambut Jisoo, Jennie pun berlalu keluar ruangan Jisoo.
Setelah Jennie tak terlihat, Jisoo menghentikan kegiatannya, ia menarik napas panjang memikirkan perasaannya.
Semenjak kejadian kemarin, Jisoo mulai kehilangan sebagian simpatinya pada Mama. Ia merasa apapun kepedulian yang dilakukannya seolah di buang begitu saja oleh Mama, membuatnya lelah untuk kembali peduli.
Jisoo menyenderkan tubuhnya pada kursi, ia makin menghela napas berat saat merasa sudah berada di ujung lelahnya.
Namun, kembali dilema saat memikirkan Jennie yang terlalu berharga untuk di lepaskan.
Kini matanya terpejam, menyadari bahwa ia tak bisa terus begini, ia harus melakukan sesuatu, kembali berjuang, atau sudahi perjuangan.
°•○●♡♡ TBC ♡♡ ●○•°
VOUS LISEZ
♡ ConnecteD ♡ • [ JENSOO ] •
FanfictionJisoo adalah seorang Dokter Gigi dan Jennie adalah seorang Editor di kantor majalah Korea mereka adalah dua orang yang bahagia dengan kehidupannya masing-masing ternyata memiliki takdir yang tak terduga. Bagaimana cara takdir merubah kehidupan merek...
Cinta Tapi Tak DiAnggap
Depuis le début
![♡ ConnecteD ♡ • [ JENSOO ] •](https://img.wattpad.com/cover/316906520-64-k264388.jpg)