Delapan; Persoalan Yang Tak Terselesaikan

1.4K 327 32
                                    

Burung camar menari di pantaiBeri tanda badai telah usaiSegera lepas tali sampanmuDayung ke mana pun kau mauLucuti rantai yang membelengguBuka hati menata hari baru

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Burung camar menari di pantai
Beri tanda badai telah usai
Segera lepas tali sampanmu
Dayung ke mana pun kau mau
Lucuti rantai yang membelenggu
Buka hati menata hari baru

; Hiduplah Hari Ini, Dialog Dini Hari

•••

Jika diberi satu kesempatan untuk mengubah takdir, aku memilih tidak pernah dilahirkan.

Bagiku, kelahiran adalah takdir yang egois. Sebab, aku diharuskan memikul beban yang tidak aku harapkan. Aku pun dipaksa menanggung akibat dari perbuatan yang bahkan tidak aku lakukan. Rasanya seperti disuguhi segelas jus alpukat kental dengan susu cokelat berlimpah, padahal yang sebenarnya aku inginkan hanyalah air mineral.

Memuakkan.

Tragisnya, hidup akan terus berjalan meskipun aku sangat membencinya. Satu-satunya cara untuk berhenti hanyalah dengan menghilang selama-lamanya. Namun, aku ternyata jauh lebih waras dibanding keyakinanku sendiri. Buktinya, hingga detik ini aku masih memilih bertahan alih-alih menyudahi hidupku. Lebih tepatnya, aku bertahan karena tidak cukup bernyali untuk menyudahi.

Walaupun terkenal bernyali besar, aku takut mengakhiri hidup sebelum waktunya; takut mengecewakan dan takut dilupakan dengan mudah. Meski sekarang pun... aku sudah.

"Kaluna Gunadhya."

Aku tertegun saat namaku terdengar dari pengeras suara. Aku sontak menoleh, tatapanku langsung bertemu dengan puluhan mahasiswa yang mengenakan kemeja batik, celana kain kedodoran, dan kalung kerupuk melingkari leher sedang melihat ke arahku.

"Maju, Lun!" Rhea menyikut heboh lenganku. "Lo menang lagi!"

"Hah?" Aku mengerjap linglung. "Menang apa?"

"Panitia tergalak."

Oh.

Perlahan aku bangkit berdiri, menepuk-nepuk sekilas pantatku, lalu menyusul Adam—pemenang panitia paling berkharisma, dan Bella—pemenang panitia paling asik, yang telah dulu berada di atas panggung. Sebagai pemenang tetap selama dua tahun berturut-turut, momen ini sudah tidak mengejutkan untukku. Bahkan, sebelum pemungutan suara panitia tergalak diumumkan, aku cukup percaya diri namaku akan disebut lagi tahun ini.

Selagi Angga sibuk mencari selempang bertuliskan Panitia Tergalak, aku menggunakan kesempatan itu untuk memperhatikan sekitar. Di posisiku sekarang, aku dapat dengan mudah mengamati wajah-wajah para peserta.

Mungkin ini akan terdengar aneh, tetapi aku tidak berbohong saat mengatakan aku sangat senang mendapati hampir semua peserta memberiku tatapan kebencian dan penuh dendam. Karena itu berarti, aku telah menjalankan tugasku dengan sangat baik.

Jatuh Cinta Itu Sia-SiaWhere stories live. Discover now