e l e v e n

Mulai dari awal
                                    

"kenapa kau tidak pernah menuruti perkataan ku? apakah semua vampir selalu bertindak semau mereka?"

"Jiu-yah bukan seperti itu"

"lalu apa? saat itu kau menolak hewan yang dibawakan sua dan siyeon untukmu"

"aku hanya tidak ingin kauㅡ"

"aku sudah sudah bilang jika aku melakukannya untukmu, kau tidak paham juga"

"baiklah-baiklah, aku akan menutup mulutku"

keduanya menjadi diam. Irene menikmati usapan Jiu pada kepalanya membuat dirinya memejamkan mata. begitu tenang karena dia tidak mencium aroma pemburu vampir itu disekitarnya.

"Presdir sayaㅡmaaf" Joy langsung membalikkan tubuhnya ketika melihat atasannya sedang berada di posisi seperti itu. dia merutuki dirinya yang langsung masuk tanpa permisi dulu.

Irene melepas pelukannya namun tangannya malah bertautan dengan Jiu, "kau sudah datang?"

"ya presdir, saya langsung kesini ketika Anda menelpon"

"secepat itu? sekretaris Park kau bukan sepertiku yang akan baik-baik saja jika terluka. jangan mengebut jika aku menelponmu" larang irene membuat Joy mengangguk mengerti.

"saya mengerti presdir"

irene mengangguk lalu mendongak melihat Jiu yang menatapnya. entahlah Jiu sangat suka menatapnya sejak mereka ke masa depan.

"aku menginginkan seorang asisten"

"asisten?"

"kau pasti kesulitan melakukan segalanya sendiri jadi aku membutuhkan seorang asisten. aku tidak mungkin menyuruhmu ini dan itu"

Joy melirik Jiu sebentar, "apakah anda ingin asisten pria?" tanyanya hati-hati takut membuat Jiu cemburu. Joy lebih berhati-hati karena Irene menyebut Jiu sebagai kekasihnya di ruang rapat kemarin.

"tidak. aku tidak akan nyaman" tolak irene yang melirik Jiu untuk melihat apakah gadis itu cemburu atau tidak. Jiu hanya melihatnya lalu tersenyum bulan sabit saat mata mereka bertemu.

"saya paham presdir. saya akan segera mencari ㅡ"

"dan juga pastikan dia setia, kau pahamkan maksudku?" tanya Irene.

"ya presdir" Joy kemudian keluar dari ruangan irene meninggalkan gadis vampir dan penyihir itu. Jiu menyandarkan tubuhnya pada meja kerja Irene sedangkan tangan mereka masih bertautan.

"kau tidak bertanya apapun tentang barang-barang aneh disini?" tanya Irene menunjukkan ponsel, komputer, papan nama dan lainnya di ruangannya. Jiu melihat sebentar lalu menggelengkan kepalanya.

"aku tidak penasaran" jawabnya enteng.

"kau tidak penasaran? lalu apakah mobil yang baru aku beli untuk mengajakmu berkeliling, kau tidak penasaran?"

"mobil?"

"benda yang kau tumpangi itu namanya mobil"

Jiu mengangguk tanpa minat membuat Irene takjub. bukankah seharusnya Jiu penasaran tentang segalanya karena perbedaan waktu mereka.

"kau benar-benar sesuatu Jiu-ya" puji Irene mengecup punggung tangan Jiu yang menatapnya, "aku tidak menyangka kau tidak penasaran atau tertarik dengan benda-benda yang asing bagimu"

"untuk apa? aku hanya tertarik tentangmu"

Irene mendelik, "kau menggodaku?"

"tidak. aku memang lebih tertarik tentangmu unnie" katanya mantap

"baiklah-baiklah" ucap Irene mengalah karena mengira Jiu sedang menggodanya, "sekarang apa yang membuatmu tertarik tentangku, gadis penyihir cantik?" tanyanya dengan senyum mengembang.

"bagaimana kau bisa tahan dengan aroma tubuh manusia biasa disaat kau adalah vampir?"

irene mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Jiu, "kau menanyakan itu?"

"kenapa? ada yang salah dengan pertanyakanku?"

Irene menatap Jiu sebentar sebelum menghela napasnya, "aku menahannya dengan baik karena aku bukan vampir biasa. aku juga telah hidup ratusan tahun, artinya mengendalikan hal seperti ini adalah hal terkecil untukku"

"lalu bagaimana jika ada darah manusia, apa kau akan merasa haus?"

"Jiu-yah, kenapa kau terus bertanya tentang darah?" keluh Irene

"kau bilang aku boleh bertanya"

Irene menghela napasnya, "sayang, dengarkan aku" katanya yang meraih tangan Jiu. gadis itu menatapnya dengan pupil mata yang besar mirip kelinci, "tentu saja naluri vampirku sangat ingin menerkam mereka, aku masih vampir. tapi aku tidak ingin menyakiti mereka"

"kenapa?"

"aku hanya tidak ingin. lagipula dibanding darah manusia, aku lebih suka darah hewan"

"tapi kau menolak saat adik-adikku membawakannya"

"ituㅡ saat kita kembali kesana nanti, aku akan meminta siyeon dan sua membawakannya lagi" kata irene tersenyum dengan wajahnya yang pucat. tangan Jiu bergerak untuk mengusap pipi tirus itu.

Jiu tidak mengucapkan apa-apa selain mengusapnya pelan.

"kenapa? aku sangat mempesona jika pucat seperti ini?" tanya Irene yang melihat tatapan mata Jiu berbeda dari biasanya.

"Irene"

"ya! kau hanya memanggil namaku saja?"

"apa kau ingin minum darahku?" pertanyaan Jiu membuat Irene yang tadinya melotot menjadi menatapnya lekat.

Jiu sedikit menurunkan gaunnya lalu menyampingkan rambutnya, "minum darahku" pintanya menunjukkan lehernya pada Irene yang terdiam.

"aku pernah dengar jika rasanya akan sedikit sakit tapi aku adalah penyihir. aku bisa menyembuhkan diriku sendiri"

Irene berdiri dari duduknya lalu membenarkan pakaian Jiu dan menata ulang rambutnya.

"aku tidak bisa melakukannya"

"kenapa? kenapa kau tidak bisa melakukannya?"

Irene tersenyum kecil, "aku tidak bisa membiarkanmu kesakitan. kau adalah penyihir dan jika aku meminum darㅡ"

"aku tidak peduli" Jiu memotong ucapan irene dengan mendekatkan wajah mereka.

"tapi aku peduli"

"aku pemimpin kelompok penyihir"

"dan aku adalah ratu vampir" balas Irene, "Jiu-yah, percaya padaku. aku akan baik-baik saja. lagipula, kau ada disini bersamaku" kata Irene memeluk tubuh Jiu, "jika itu bersamamu, aku akan baik-baik saja"

ㅡ BEcause ㅡTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang