"aku tidak ingin lama-lama disini" ketus seulgi membuat wendy meliriknya. semenjak turun dari pohon dekat rumah irene tadi, seulgi menjadi seperti ini membuatnya mendelik.

"aku juga tidak mau. kau yang memaksaku kesini" omel Wendy lalu terdiam kikuk melihat seulgi mengepalkan tangannya.

"cepat masuk. aku tidak ingin berdebat" marahnya yang membuka pintu kemudi. wendy memutar bola matanya malas.

"bilang saja karena cemburu, apa sulitnya" cibir Wendy mendelik.

"ya son Seungwan! nyalanyakan ACnya! kau ingin membuatku mati kepanasan"

"kau tidak punya mata? ACnya sudah nyala, bodoh" umpat wendy akhirnya. gadis itu menunjukkan temperatur yang sudah sejuk bahkan menurut wendy ini sudah dingin

"aku masih panas"

"itu karena hatimu yang panas"

"apa kau bilang?"

"aku bilang cepat jalan. aku tidak ingin menjadi santap malam Vampir"

seulgi mendecak kesal. semakin memikirkan Irene yang mencium gadis penyihir itu, semakin membuatnya kesal dan marah. dengan sengaja, dia menginjak pedal gasnya melajukan mobil dengan kecepatan kencang membuat wendy yang disampingnya memekik.

"kau tidak akan mati tapi aku akan mati jika terjadi sesuatu bodoh!!!" teriaknya berpegangan erat sambil menutup mata. seulgi menghentikan mobil itu lalu memukul stirnya kesal

"sial!"

seulgi yang dikuasai cemburu benar-benar membuatnya ketakutan.


































Irene menatap wajah Jiu yang tertidur disampingnya. wajah cantik itu membuatnya luluh karena sikapnya yang sangat lembut memperlakukannya. Jiu adalah orang kedua yang tidak memperlakukannya seperti orang jahat meskipun dia tau irene adalah vampir. padahal irene bisa saja melukainya dengan mudah, tapi Jiu hanya memeluknya.

"aku tau kau bisa melihat masa depan dan masa lalu. jika dimasa lalu kau melihat Darah dan aku berdiri sana, maka yang kau lihat kita berpisah, aku tidak akan membiarkannya" bisik irene menyingkirkan anak rambut yang menghalanginya menatap wajah Jiu.

"aku tidak akan melepaskanmu, Jiu-yah" bisiknya lalu mengecup kening gadis itu menyalurkan rasa sayangnya. cukup lama bibir irene menyentuh kening itu sampai akhirnya irene mencari posisi nyaman di pelukan Jiu. irene memejamkan matanya meskipun dia tidak bisa tertidur. hanya saja irene ingin Jiu melihatnya dipagi hari.

Jiu membuka matanya perlahan. sebenarnya dia belum tidur dari tadi dan hanya memejamkan matanya karena irene menatapnya. pandangan matanya sedih dan merasakan Irene yang memeluknya erat.

"maafkan aku, unnie" bisiknya dalam hati lalu berusaha untuk tidur.









































di kastil penyihir, SuA menatap bandul berwarna coklat dengan ukiran bulan sabit bewarna kuning emas ditengah dan 7 bulu dibawahnya. bandul itu berada di depan meja bacanya. tersimpan di sebuah kotak berwarna merah.

"SuA unnie kauㅡ" siyeon menghentikan ucapannya ketika melihat SuA hanya diam menatap bandul. Siyeon menutup kembali pintu kamar SuA lalu berjalan mendekatinya dan menyentuh pundaknya membuat SuA terkejut lalu buru-buru menutup kotak itu.

"tidak perlu ditutupi, aku sudah melihatnya"

"apa yang kau lakukan disini?"

"Handong menyuruhku memanggilmu untuk makan malam, aish anak itu. aku bahkan lebih tua darinya" rutuknya yang malah menuruti perintah Handong tanpa mengelak.

SuA mengangguk lalu berdiri dari duduknya, "baiklah kalau begitu, cepat turun. yang lain pasti sedang menunggu kita" ajak SuA yang melewati siyeon.

"Jiu unnie tidak mengatakan hal-hal aneh lainnya kan?"

pertanyaan itu membuat SuA berhenti lalu merasakan Siyeon berjalan kearahnya.

"saat di sekolah sihir dulu, aku pernah mendengar tentang bandul itu juga. mereka bilang bandul itu hanya dimiliki oleh keturunan penyihir yang lahir di Utopia dan dia adalah satu-satunya yang selamat saat vampir menyerang ibukota ketika mereka pergi dari sana"  ucap Siyeon yang melihat raut wajah SuA gugup.

"aku mengenalmu, kau lahir di kota yang sama denganku. Handong lahir di kota yang berada diseberang, Dami dan Gahyeon lahir di ibukota, untuk Yoohyeon kita tau jika bandul itu miliknya, tidak mungkin tetua menyuruh kita untuk membawanya ke Utopia atau dia kembali ke sana untuk dikurung. artinya bandul itu milikㅡ Jiu unnie?"

Sua memejamkan matanya mendengar ucapan Siyeon. dia tidak tau harus menjelaskan apa kepada siyeon karena gadis ini sangat pintar.

"siyeon-ah"

"Jiu unnie, bukan hanya pemimpin kita saja kan? kenapa hanya dia yang bisa menguasai semua mantra tanpa menggunakan tongkat sihirnya? sebenarnya Jiu unnie itu siapa?"

"aku tidak bisa menjelaskannya, hanya Jiu yang akan menjelaskannya pada kalian"

"kenapa? kenapa bukan unnie?"

"karena aku tidak bisa. kita tunggu sampai dia kembali"

siyeon menatap SuA yang menatapnya memohon. gadis itu mengalihkan pandangannya dan menghela napas, "baiklah aㅡ"

brak!

pintu kamar SuA terbuka karena Gahyeon berlarian membuat keduanya terkejut, "unnie, SuA unnie" panggilnya panik sambil menarik lengan SuA.

"ya! ada apa?" tanya siyeon.

"yoohyeon unnie, yoohyeon unnie dan Dami unnie berkelahi"

"apa yang kau bicarakan?"

"kami sedang menyusun makanan tapi tiba-tiba Yoohyeon unnie seperti orang asing, dia ingin menusukku dengan tongkat sihir. Dong unnie sedang menahannya"

SuA melotot mendengarnya. dia langsung berlarian duluan. hari yang ditakutkannya telah tiba. melihat SuA yang berlarian, siyeon dan Gahyeon dengan cepat mengikutinya.

SuA menutup mulutnya saat melihat Dami yang memegang lehernya sementara Handong menekan leher Yoohyeon ke dinding. siyeon segera membantu Dami dan sua menghampiri Yoohyeon dan Handong. dia melihat ekspresi Yoohyeon bukan kesakitan malah tersenyum puas membuat Handong kesal.

"Handong, lepaskan"

"tidak unnie. aku harus memberikannya pelajaran karena hampir menghabisi Dami"

"Dong-ah, tenangkan dirimu. aku akan mengurusnya" bujuk SuA yang melihat Handong perlahan melepaskan tangannya dari leher Yoohyeon.

"kau selamat hari ini. jika kau melakukannya lagi, aku akan menghabisimu" katanya mundur sementara SuA langsung membacakan sebuah mantra membuat Yoohyeon terkejut dan langsung ambruk menimpa tubuhnya.

ㅡ BEcause ㅡWhere stories live. Discover now