Bab 19 : Jawaban Duha

16.9K 2K 724
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
.
.
.

JANGAN LUPA VOTE YA ❤️

Setel video di mulmed biar tambah galau krna liriknya relate banget sama Mbak Kinan

.
.
.

Benarkah kamu jawaban dari Duhaku selama ini? Benarkah kamu hadiah dari salat sunahku di kala sepenggalah terbitnya matahari? Atau aku yang keliru dan terlalu sok tahu?

-Aisha Kinanti Mafaza-

Adnan sudah kembali ke rumah sekitar pukul sepuluh pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adnan sudah kembali ke rumah sekitar pukul sepuluh pagi. Ia bertemu dengan ibu Fahmi di halaman yang kebetulan ingin main ke rumah. Seperti biasa Adnan menyapa dengan sopan sambil berbasa-basi.

"Ibu dikabari Fahmi kalau kamu pulang, Nan. Fahmi udah cerita semuanya. Katanya kamu mau melamar perempuan di Jakarta? Tapi ibu kamu melarang? Sini biar Ibu yang bujuk ibumu. Biar Ibu yang kasih tahu." Dia hendak masuk.

"Sudah, Bu, ndak perlu." Adnan menghalangi.

"Kenapa? Kamu berhak menentukan siapa calon istri kamu. Kamu sudah Ibu anggap seperti anak sendiri, Nan. Biar Ibu bicara baik-baik sama ibumu. Siapa tahu dia mau dengar dan mengerti. Kamu sudah dewasa, sudah berhak menentukan sendiri masa depan terutama soal pasangan hidup. Ibu yakin perempuan yang kamu suka itu pasti perempuan baik-baik. Memilih istri di zaman sekarang juga harus hati-hati, Nan."

"Keputusan Ibu sudah bulat, Bu. Percuma. Aku nggak mau kalau kalian jadi bertengkar hanya karena ini. Ibu tahu sendiri bagaimana sifat ibuku. Sekarang aku terserah maunya Ibu. Selama dia ndak menyuruh aku maksiat, aku harus tetap patuh."

"Yang Ibu tahu kamu itu mau dijodohkan yo sama anak teman ibumu. Tunggu-tunggu. Orang tuanya pernah datang ke sini. Dan Ibumu bilang itu calon besan. Ibu kira itu cuma bercandaan saja. Tahunya benar, yo? Apa karena perjodohan itu kamu ndak dapat restu?"

"Aku masuk dulu, nggih, Bu."

Ibu Fahmi geleng-geleng kepala. Andai Fahmi yang dilarang menikah, dia pasti sudah kabur dari rumah. Ia iri melihat kepatuhan Adnan terhadap ibunya. Selalu mengenyampingkan kebahagiaan agar tetap bisa menjaga perasaan orang tua.

"Seharusnya Sekar bersyukur punya anak seperti si Adnan. Bukan malah banyak mengekang. Anak sudah baik begitu masih saja dicari kesalahannya. Kurang apa anak lanang itu."

Ibu Adnan yang mengintip di jendela langsung beralih posisi begitu mendengar suara pintu yang dibuka.

Begitu Adnan masuk, ia disambut ibunya.

"Kamu sudah buat keputusan?"

Adnan mengangguk.

"Jadi gimana?"

Di Waktu Duha (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang