Heart

438 33 10
                                    

Pintu ruang musik sedikit terbuka, membuat Irene dapat melihat sesosok gadis yang tengah duduk memainkan piano dengan jemari lentiknya. Gadis itu memejamkan mata menikmati nada-nada indah yang mulai tercipta dari tangannya sendiri. Raut wajahnya menampakkan kedamaian, seolah tuts hitam putih itulah seluruh hidupnya.

Tanpa terasa, Irene turut memejamkan mata, sudut bibirnya terus tersenyum. Hatinya menghangat seketika, semua beban di pundaknya seakan lenyap. Irene jatuh. Jatuh terlalu dalam pada pesona gadis itu.

Wendy.

Jika ada yang bertanya padanya kenapa dia begitu menyukai Wendy, maka Irene akan menjawab tidak tahu. Tiba-tiba saja dia suka.

"Sedang apa kau di sini?" Baru saja menutup mata, Irene dikejutkan oleh satu suara.

Irene pun keluar dari tempat persembunyiannya lantas menghampiri orang yang bertanya itu. "Jika tidak seperti ini, kamu tidak akan mau menemuiku kan?" Jawabnya.

Wendy membuang napas dan menatap Irene tajam. "Kau, bukankah sudah kukatakan aku tidak menyukaimu!" Sentak Wendy tanpa basa-basi.

Pernyataan Wendy tentu saja membuat Irene hancur. Dia berucap dengan air matanya yang hampir jatuh. "Tidak bisakah kau melihat usahaku sedikit saja? Aku sungguh menyukaimu"

Wajah damai sang pianis tadi mendadak merah padam. "Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menyukaimu. Jadi berhentilah mendekatiku. Berhenti!"

Selepas mengatakan itu Wendy berjalan melewati Irene. Wendy berniat pergi tapi tangan Irene menahannya.

"Ini untukmu" Gadis berambut sebahu itu hanya menatap cokelat di genggaman Irene sekilas lalu menepis paksa tangan Irene dari tangannya.

Kali ini air mata Irene benar-benar jatuh. Perih sekali rasanya. Sekeras apa pun berusaha menahan diri, hati Irene selalu rapuh untuk seorang Son Wendy.


***

Rooftop. Benar-benar tempat paling nyaman untuk melamun dan membolos. Di sini sejuk, sepi lagi, cocok untuk meratapi nasib. Irene tidur di bangku kayu panjang dengan paha Seulgi sebagai bantalnya. Sahabatnya itu sedang mengutak-atik kamera sambil menikmati pringles dan secangkir americano hangat.

Kang Seulgi, teman yang Irene kenal sejak sekolah dasar dulu. Mereka selalu memilih sekolah yang sama hanya saja selalu beda kelas. Seulgi sahabat terbaik Irene, bisa dibilang satu-satunya. Entah kenapa Irene bisa begitu terbuka padanya. Irene menceritakan begitu banyak hal, termasuk hal-hal yang seharusnya jadi rahasia. Seperti rasanya pada Wendy, Seulgi satu-satunya orang yang tahu tentang itu.

"Buat kamu" Ucap gadis Bae itu tiba-tiba sembari menyodorkan cokelat yang seharusnya untuk Wendy.

"Sudah kubilang aku tidak suka cokelat, itu buat aku gendut. Dan lagi itu bekas orang lain kenapa kamu kasih ke aku" Protes si gadis monolid.

"Enak saja bekas, disentuh saja tidak" Irene tertawa miris.

Seulgi menghela napas, "Lagi?"

Irene kini memposisikan diri duduk dan menyandarkan kepalanya di bahu sang sahabat. Dengan sigap Seulgi merangkulkan tangannya di lengan Irene dan mengusapnya lembut. Berusaha menyalurkan ketenangan pada Irene yang tidak terhitung sudah menerima penolakan yang keberapa dari Wendy. Seulgi tahu bagaimana Irene begitu menginginkan Wendy.

HEART (Oneshoot) | Seulrene ft. WendyWhere stories live. Discover now