2. New Life

1 0 0
                                    

Bunyi kicauan burung membuatku terbangun tapi aku masih malas membuka mata. Lalu beberapa orang terdengar bercakap-cakap menggunakan bahasa asing tapi anehnya aku bisa mengerti semua yang mereka katakan. Aku memberanikan diri membuka mata. Merasakan perlahan cahaya masuk melalui mataku dan sekejap aku melihat pemandangan rumah yang sangat berbeda dari rumah yang ada di duniaku.

"Ah! Naya sudah bangun!" teriak laki-laki yang ternyata kemarin sore meneriaki aku dari bawah pohon.

"Ini bukan mimpi? Lalu kemarin, aku? Aku dimana?" tanyaku beruntun. Seketika mereka menatapku kebingungan tak kalah dengan aku yang juga bingung.

"Naya kau kenapa?" tanya seorang wanita paruh baya di sampingku yang terlihat sangat panik.

"Kalian siapa?" tanyaku pelan menyela wanita itu. Aku merasa asing. Sebenarnya aku dimana?

"Naya, apa kau lupa dengan kami? apa kepalamu terbentur sangat keras sehingga kau lupa ingatan sekarang?" sambung wanita itu semakin panik.

"Kau ini! adikmu tidak kau jaga dengan benar, ya!" teriak laki-laki paruh baya yang sedang menjewer laki-laki yang terlihat terkejut.

"Tenang dulu ayah! Aku juga tidak tahu kenapa Naya menjatuhkan dirinya dari pohon. Ayah tahu kalau aku ini tidak bisa memanjat pohon tinggi sepertinya. Jangan salahkan aku jika aku tidak bisa menjaga Naya." ujar laki-laki itu sambil mengerucutkan bibirnya.

"Sebaiknya kita memanggil tabib secepatnya," ucap wanita itu sambil memegang pipiku. Dari tangannya aku bisa merasakan kehangatan yang aku rindukan selama ini dan membuat diriku nyaman dan tenang.

"Kalian keluargaku di dunia ini?" tanyaku sedikit ragu. Mereka membelalakkan matanya setelah mendapatkan pertanyaan itu dariku. Aku mengusap leherku pelan, rasanya aku sudah salah berbicara.

"Ayah, sepertinya aku harus memanggil tabib." laki-laki itu segera berlari keluar kamar, dan wanita di sampingku sudah menangis bersimpuh tidak jauh dari ranjangku.

"Sepertinya aku melakukan hal buruk." gumamku pelan.

"Naya anakku, ibu harap kau baik-baik saja. Tentu saja kami ini keluargamu. Dia ayahmu, lalu aku ibumu dan yang baru saja keluar ruangan ini adalah kembaranmu Elon." Jelas wanita yang berkata bahwa dia adalah ibuku. Ah, kepalaku rasanya sangat pusing dengan keadaan ini. Aku menatap wanita di hadapanku, wajahnya yang sedang khawatir dan air matanya yang masih saja mengalir manangisiku membuat aku merindukan ibuku. Aku sangat merindukannya—ibuku.

Tanpa sadar aku juga ikut menangis, membuat wanita di hadapanku memelukku begitu saja. Sepertinya aku harus memanggilnya ibu mulai saat ini agar dia tidak sedih lagi. Tidak ada pilihan lain, aku juga menginginkan sosok ibu dan lagi, tubuh wanita yang aku tempati ini  sepertinya mempunyai keluarga yang sangat amat menyanyanginya. Bolehkah aku, meminjam keluarganya selama aku menjadi dia?

***

"Anakmu baik-baik saja. Mungkin ingatannya akan kembali seiring berjalannya waktu. Apakah anakmu selemah itu sampai jatuh dari pohon saja bisa lupa ingatan seperti ini." ucap tabib itu sambil terkekeh, ibuku menatapnya tidak suka.

"Anakku sangat kuat! Mungkin karena dia sangat lelah jadi dia seperti ini." ketus ibuku, jelas dia tidak senang dengan perkataan tabib yang mengolokku seperti itu.

"Oh iya, anakmu tahun ini akan masuk sekolah menengah atas, bukan? Apakah dia sudah mendapatkan elementosnya?" tanya tabib itu kembali.

Ibu mengangkat sudut bibirnya dan segera memberikan upah tabib itu. Sepertinya ibuku tidak suka dengan tabib yang cerewet itu.

'Elementos? Apa itu?' tanyaku dalam hati.

"Sudahlah, dia pasti akan mendapatkannya. Karena dia adalah anugerah dari langit." jawab ibu dengan penuh kebanggaan.

"Ya, semua anak yang terlahir di dunia ini adalah anugerah dari langit." ucap tabib itu membenarkan lalu memberikan senyummya kepadaku lalu berpamitan untuk pergi.

Aku sedikit bingung, kenapa senyum tabib itu seperti tidak asing bagiku. Dia seperti orang yang sangat aku kenal. Tapi, siapa dia, apa aku pernah bertemu dengannya selain di dunia ini?

"Naya, kau mengingatku, kan? Aku Elon kembaranmu. Dan kau harus tau, aku lebih dulu keluar di dunia ini daripada kau. Jadi, kau tau kan aku siapamu di keluarga ini?"

Aku mengangguk pelan, "Kau kakakku, kan? Tapi kenapa aku merasa kau lebih mirip seperti adik daripada kakak." ujarku pelan sambil menatap wajahnya lamat-lamat.

Elon terdiam mendegar perkataanku yang mungkin sangat kurang ajar. lalu kemudian terdengar gelak tawa ayah dari ruang belakang. sepertinya dia mendengar apa yang sedang aku bicarakan dengan Elon dan sialnya beliau memihakku kali ini yang membuat wajahnya memerah seketika.

"A..akan aku buktikan jika aku pantas menjadi seorang kakak suatu saat nanti!" teriaknya sambil keluar kamarku dengan bersungut-sungut.

Aku tertawa melihat kelakuan Elon yang berusaha terlihat kekanakkan di depanku. Mungkin lain kali aku tidak akan menggodanya seperti ini lagi. Mau bagaimana pun juga dia adalah kakakku di dunia ini. Aku harus bisa meminta bantuannya untuk membantuku menjalani hidup baruku di dunia ini.

"Naya, cepat siap-siap aku akan mengajakmu berkeliling. Siapa tahu jika kau berkeliling ketempat yang sangat kau sukai sebelum hilang ingatan kau akan mengingat sesuatu," ucap Elon kembali ke kamarku. kali ini dia sudah memakai jaket tebal berwarna coklat, kulitnya yang putih sangat cocok menggunakan jaket itu. "Jangan melamun! Pakai baju hangatmu. Aku akan menunggumu diluar."

Aku segera bangun dari kasurku lalu segera memilih baju yang hangat sesuai arahan Elon. Tidak butuh waktu lama untuk mengganti pakaian. Lalu aku mengambil jaket yang sama dengan punya Elon. Rasanya lucu sekali jika tiba-tiba aku mempunyai kembaran seperti ini. Aku menemukan beberapa potong bajuku yang sepertinya memang sepasang dengan punya Elon. Design baju di dunia ini juga tidak berbeda dengan yang ada di duniaku sebelumnya jadi aku tidak terlalu sulit untuk memilih baju yang menurutku cocok.

Elon bersandar di depan pohon yang tidak jauh dari rumah. Aku menghampirinya, agak malu aku menyentuh pundaknya. Dia berbalik dan berhadapan denganku, ini pertama kalinya dalam hidupku memberanikan diri mendekati seseorang kembali setelah bertahun-tahun aku kehilangan rasa percaya diri untuk bersosialisasi di dunia kelamku.

"Aku rasa... aku mulai berhalusinasi." ucapnya sambil tak henti-hentinya melihatku dari atas kepala sampai ke ujung kakiku.

"A..ada apa? Apa ada yang aneh dengan pakaian yang kupakai?" tanyaku khawatir karena saat ini ekspresi wajahnya sangat terkejut.

"Dia pasti juga akan terkejut melihat ini Naya." sambungnya sambil menarik pergelangan tanganku berlari menjauhi rumah.

'Dia, katanya? Dia siapa?' batinku, lalu aku menoleh kebelakang melihat ibu melambaikan tangannya sambil tersenyum.

"Jangan pulang terlalu sore ya Elon! Jaga adikmu baik-baik!" teriak ibu. Elon tidak menjawab dia asik menarikku sampai rasanya pergelangan tanganku panas ditarik olehnya.

"Aku sangat tidak sabar menemuinya Naya. Mulai saat ini pakai baju yang sama denganku ya! Di lemarimu sangat banyak baju yang sama untuk kita pakai seperti ini, yah walau pun kau hampir tidak pernah menyentuh baju-baju itu sebelumnya. Katamu, kau lebih baik mati daripada memakai baju yang sama denganku, bukan kah hari ini hari yang langka? Aku sangat senang Naya!" ujarnya panjang lebar. Aku hanya mengangguk dan mengikutinya berlari yang entah tujuannya kemana.

************************************

Hai, long time no see hehe
Gak mau janji lagi deh takut gak bisa nepatin up
Semoga bisa konsisten aja ya
See you tomorrow~

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 19 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Switched a LiveWhere stories live. Discover now