Kapan gue rasain yang namanya bahagia? Kenapa hidup gue selalu gak berjalan dengan yang gue harapkan?

Araya menggelengkan kepalanya beberapa kali saat membaca tiap lembaran kata yang ada di buku tersebut.

"Lo gak akan pernah bahagia Ay, karena lo tokoh antagonisnya. Jalan hidup lo udah diatur sama author, makanya gak sesuai dengan yang lo harapkan."

Araya menjatuhkan tubuhnya menjadi posisi terlentang. Kedua matanya melihat ke langit-langit kamar.

"Gue gak boleh lengah sekarang. Apalagi Ravloska tau kalo gue bagian dari Levator."

Terdengar helaan napas dari mulut gadis itu.

"Kenapa semuanya jadi berbanding terbalik? Yang seharusnya antagonis itu Levator, tapi kenapa kesannya malah Ravloska yang antagonisnya?"

"Mana mereka semua pada bego, lagi. Dihasut sama omongan aja langsung percaya. Gak habis pikir gue sama mereka."

"Sebenarnya, impostornya siapa? Semua orang terlihat mencurigakan, gue gak bisa percaya sama siapapun."

Araya memejamkan kedua matanya. Daripada terlalu pusing memikirkan semuanya, dia lebih baik memilih untuk tidur saja. Berharap saat ia membuka mata berada di dunia yang seharusnya ia berada.

***

Keesokan harinya. Terlihat Elita yang berjalan di koridor sembari memainkan ponselnya. Terdengar gerutuan yang keluar dari bibir mungilnya.

"Kok gak bisa, sih?" gumamnya seraya terus mengotak-atik ponselnya.

"Elita!!"

Elita menghentikan langkahnya saat mendengar teriakan Araya yang memanggil namanya.

"Baru dateng lo?" tanya Elita yang mendapatkan anggukkan kepala dari Araya.

"Lo kemaren kemana? Maen ninggalin gue gitu aja. Untung ada si Arthur, jadinya gue tau jalan pulang."

Araya hanya menyengir. "Gue ada urusan penting kemarin, makanya langsung pergi gitu aja."

"Urusan penting apaan tuh?" tanya Elita kepo.

"Dasar admin lambe! Kepo mulu kerjaan lo."

"Kepo itu sebuah keharusan, Ray. Kalo gue gak kepo, warga SMA STARLING bakalan ketinggalan informasi."

"Informasi tapi isinya gosip tentang gue semua," sungut Araya.

Elita menyengir. "Jangan dibahas lagi Ray, gue kan udah minta maaf."

"I don't care."

Elita tiba-tiba teringat akan sesuatu.

"Btw Ray, kemarin itu pada kenapa sih? Gue gak ngerti kenapa anak-anak Ravloska adu jotos sama geng cowok lo," ucap Elita.

"Sembarangan! Gue masih memegang teguh gelar single, ya!"

"Terserah mau cowok lo atau bukan. Yang ingin gue tau kenapa mereka berantem, terus di sana ada si Kiran juga? Mana wajahnya pucet banget kek gak dikasih makan seminggu."

"Gue males jelasinnya. Intinya mereka rebutin gue," jawab Araya.

"Idih, siapa lo? Artis? Nyampe direbutkan segala."

"Gue adalah bidadari yang tersesat di bumi," jawab Araya penuh drama.

Elita menoyor dahi Araya cukup keras membuat gadis itu mengaduh.

"Gak usah drama, hidup gue udah kebanyakan drama."

Araya hanya mencebik kesal, mereka berdua telah sampai di kelasnya. Di dalam kelas sebagian murid sudah datang, termasuk anggota Ravloska.

Anggota Ravloska yang tadinya sedang sibuk bercerita seketika langsung terdiam saat menyadari kedatangan Araya. Mata mereka semua memandang Araya dengan pandangan tidak bersahabat.

"Buset ... rasa ingin mencolok mata mereka satu-satu pake garpu," ujar Elita sembari duduk di tempatnya.

"Biarin aja. Kalo lagi liat orang cantik emang suka pada begitu."

"Liat orang cantik mata lo! Mereka mandang lo kek lagi natap musuh."

Araya menoleh ke arah Ravloska yang masih memperhatikannya. Dia menyunggingkan senyumannya semanis mungkin sembari melambaikan tangan kanannya.

"Halo fans," sapa Araya dengan sengaja, membuat mereka langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Beres, kan?" ujar Araya kepada Elita yang sedang terbengong.

Elita menatap Araya dengan sangat malas.

"Bisa unfriend aja gak, sih?"

________________
batas suci

Sengaja part ini pendek dan gak ada bagian yang membuat emosi kalian memuncak haha.

Aku kasih kalian buat ambil napas dulu, sebelum kembali memanas.

See you tomorrow, virtual hug.

TRANSMIGRASI ARAYA [SEGERA TERBIT] Where stories live. Discover now