Wendy terdiam menunggu aku menyiapkan notes kesayanganku. Wajahku berubah pucat saat membuka lembar demi lembar notes tersebut. Covernya memang mirip dengan notesku, namun isinya bukanlah seperti notesku.
"Gingivitis : gusi lebih merah, agak membengkak dan sering berdarah" aku membaca salah satu kalimat di notes itu dan mulai bingung.
"Penyakit Coxsackie ditandai dengan munculnya ruam di gusi dan lidah, kemudian pada telapak tangan, kaki, dan leher" aku semakin tidak mengerti karena lagi-lagi membaca hal yang baru aku dengar.
Kemudian aku menatap Wendy yang sedang kebingungan.
"Ini bukan notesku!" Teriakku pada Wendy.
•
•
•
•
•
Seoul, 29 Juli.
*** 15.32 ***
Jisoo pov
Langkahku terhenti saat melihat sosok yang kukenal sedang mengintip di jendela pintu poli gigi. Kakinya berjinjit.
"A..ayah?" Sapaku membuatnya terkejut dan menjauhkan diri dari jendela pintu.
"Ayah lagi ngapain?" Tanyaku heran sembari mendekatiya.
"Ah.. tadi Ayah ke kamar Ibu kamu, tapi kamu enggak ada disana" ucapnya sedikit terbata. Aku menatapnya heran.
"Apa ada perlu sama aku?" Tanyaku sedikit ragu. Ayah tersenyum kaku.
"Enggak, Ayah cuma pengen liat kamu kerja" jawabnya pelan.
Ucapan Ayah membuatku sedikit termenung. Selama ini Ayah tidak pernah peduli dengan apa yang aku lakukan. Yang dia pedulikan adalah mengatur apa yang harus kulakukan dan melihat hasil akhirnya, tidak peduli bagaimana cara aku melakukannya. Aku terdiam lama, membuat Ayah sedikit sedih.
"Kayanya, Ayah ganggu kamu ya? Kalau gitu Ayah pamit" ucap Ayah dan mulai berbalik.
"Masuk aja, kalau Ayah pengen liat lebih jelas" ucapku keras tanpa melihatnya. Ayah hanya terdiam.
Aku mulai berjalan masuk ke poli gigi, meninggalkan Ayah yang masih terdiam di tempatnya.
Saat aku mulai menggunakan gloves dan masker, pintu poli gigi terbuka menampilkan sosok Ayah. Semua perawat termasuk Dokter Rosie menyapa Ayah sambil membungkukan sedikit badan mereka. Ayah tersenyum padaku saat kami bertemu pandang.
Aku tahu Ayah bisa merasakan senyumku di balik masker. Kemudian aku mulai memeriksa pasien dengan Ayah di ujung ruangan.
"Gejala seperti tadi itu jelas pulpitis akut" jelas Ayah.
Kami sedikit berbincang di dalam lift mengenai kondisi pasienku. Kami berdua menuju kamar Ibu.
"Maksud Ayah radang saraf gigi?" Tanyaku. Ayah mengangguk.
"Kamu harus mencabut gigi itu sebelum tambah parah" ucap Ayah memberi saran. Aku berpikir sejenak.
"Kita bisa melakukan perawatan endodontik" balasku. Ayah gantian berpikir.
"Benar juga, kenapa Ayah enggak kepikiran kesana. Kamu emang cerdas" ucap Ayah memeluk bahuku.
Aku tersenyum memandangnya, hatiku senang. Ini pujian paling tulus yangpernah ku dengar darinya.
Ibu tersenyum senang saat melihat kami masuk ke kamarnya. Aku memeluknya erat.
"Syukurlah, aku takut Ibu enggak bangun lagi" ucapku. Ibu tersenyum sedih.
"Ibu enggak mau buru-buru pergi, anak semata wayang ibu aja belum menikah" jawaban ibu membuatku melepas pelukan kami. Aku tersenyum kecut.
"Kalau gitu aku nggak akan nikah supaya Ibu enggak pergi" ancamku.
"Ya ampun kamu jahat banget sama Ibu" Ibu merengut. Aku memeluknya lagi. Ayah menghampiri kami.
"Kamu belum makan?" Tanya Ayah, tatapannya tertuju pada nampan yang masih utuh di meja.
"Ibu pingin di suapin sama menantu, yah" goda Ibu. Ayah tertawa kecil.
"Bukannya lebih enak di suapin anak sendiri, bu" balasku sambil mengambil nampan tersebut dan kembali duduk di ranjang samping Ibu.
Ibu memeluk pinggangku dan mulai makan dari tanganku. Setelah itu aku membantu Ibu meminum obatnya.
"Obatnya pahit nggak bu?" Ibu hanya menggeleng sambil tersenyum.
"Ibuku emang kuat" ucapku kemudian memeluk Ibu. Kemudian Ayah menghampiri kami.
"Aku harus pergi karena ada operasi besar bersama spesialis bedah orthopedi" ucap Ayah pada Ibu. Aku beralih menatap Ayah.
"Aku bakal pulang sebentar buat ngambil beberapa baju, terus kesini lagi buat jagain Ibu" ucapku pada Ayah.
"Terus siapa yang bakal jagain Ibu selama kamu pergi?" Tanya Ayah.
"Andai aja ada menantu" lanjut ayah membuatku menatap tajam ke arahnya. Ibu tersenyum senang karena tingkah Ayah.
"Aku bakal pergi nih, kalau kalian ngucap kata menantu lagi" ucapku kesal.
Ayah tidak menghiraukan kata-kata ku dan pergi setelah mencium kening Ibu. Tak lama, Ibu sudah terkena pengaruh obat tidur. Aku keluar kamar Ibu sambil merogoh saku blazerku. Dan merasa sedih saat tak menemukan apa yang aku cari.
"Cepet sih banget abisnya" gumamku sedih.
***TBC***
YOU ARE READING
♡ ConnecteD ♡ • [ JENSOO ] •
FanfictionJisoo adalah seorang Dokter Gigi dan Jennie adalah seorang Editor di kantor majalah Korea mereka adalah dua orang yang bahagia dengan kehidupannya masing-masing ternyata memiliki takdir yang tak terduga. Bagaimana cara takdir merubah kehidupan merek...
Notes Tertukar
Start from the beginning
![♡ ConnecteD ♡ • [ JENSOO ] •](https://img.wattpad.com/cover/316906520-64-k264388.jpg)