31. Pengeroyokan

Mulai dari awal
                                    

"Ngapain pake di kompres segala? Nanti juga sembuh sendiri," kata Nathan.

"Lo mau luka lo nanti infeksi?"

Nathan menghela napas jengah. "Cuma luka kecil doang, Ray."

"Lo berisik, gue pukul juga lo."

"Emang lo berani sama gue?" goda Nathan.

"Seorang Araya gak ada kata gak berani, apalagi sama cowok kayak lo."

Nathan memajukan wajahnya ke dekat telinga Araya. "Gue bisa ngelakuin yang engga-engga ke lo, yakin berani?"

Araya menggeplak wajah Nathan. "Sialan, dasar otak mesum!"

Nathan terkekeh pelan. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri, mengabaikan Reno yang sibuk bermain dengan ponselnya.

"Nath," panggil Araya yang dibalas dengan deheman.

"Kenapa?" tanya Nathan. Tangan Araya masih sibuk mengompres lukanya.

"Lain kali jangan nyuruh si Reno buat jemput gue," ujar Araya sedikit berbisik.

"Kenapa emangnya?"

"Dia serem, gue gak suka."

"Masa? Kalo dia serem, gak mungkin banyak cewek yang ngejar-ngejar tuh anak."

Kening Araya mengernyit. "Emang ada yang suka sama dia?"

"Banyak, apalagi di sekolah."

"Kalo sama lo?"

"Jelas lebih banyak dari dia, gue kan tokoh utamanya," jawab Nathan dengan percaya diri.

"Idih, si najis." Araya mendelik tidak suka kepada Nathan.

"Emang lo gak suka sama gue?"

"Jelas kagak! Yakali gue suka sama lo," jawab Araya dengan tegas.

"Yang ada, lo yang suka sama gue. Yakan?" lanjut Araya sembari menaik turunkan alisnya menggoda Nathan.

"Kalo lo gak tepos, gue bakalan suka sama lo."

Araya berdecih. "Emang ya, cowok itu suka mandang fisik. Maunya yang cantik, putih, body bohay, gak bisa masak juga gak papa. Dikira liat wajah cantik aja bisa bikin kenyang? Kagak, cuy! Tetep aja para jantan butuh makan buat hidup."

"Wajah pas-pasan, kelakuannya merasa paling WAH!!"

"Pengalaman ya, Mbak?" saut Nathan, membuat Araya mendelik tajam ke arahnya.

"Kagak, ya. Dari orok gue gak pernah pacaran, gue masih suci. Gak kotor kek lo."

"Dasar lo! Kalo ngomong suka asal ceplos," ucap Nathan menoyor kepala Araya gemas.

Saat itu tiba-tiba ponsel Nathan berdering. Dia segera mengangkat telponnya.

"Kenapa, Lang?" tanya Nathan kepada si penelpon yang sepertinya adalah Galang.

Raut wajah Nathan tiba-tiba berubah menjadi tidak bersahabat, matanya menatap tajam lurus ke depan. Araya merasakan sesuatu yang tidak beres terjadi.

"Gue sama Reno ke sana sekarang," ujar Nathan seraya mematikan sambungan telponnya.

"Kenapa Nath?"

"Ada yang mengeroyok si Jovan sama si Galang," jawab Nathan datar.

"Kok bisa?"

"Ren, cabut sekarang! Jovan sama si Galang dikeroyok mereka," ujar Nathan kepada Reno, mengabaikan pertanyaan Araya.

Reno yang sibuk dengan dunianya seketika menoleh.

"Mereka? Kok bisa?" tanya Reno.

"Gue gak tau."

Araya kebingungan sendiri. Dia tidak mengerti apa yang terjadi, dan siapa yang dimaksud dengan mereka?

"Lo mau ikut?" tanya Nathan sembari melirik ke arah Araya, membuat gadis itu gelagapan.

"Gue ikut."

Nathan mengangguk. "Ayo cabut!"

Araya mengikut saja. Bagaimanapun juga Jovan dan Galang adalah temannya. Dia juga termasuk anggota Levator, bukan?

"Nath, yang dimaksud mereka siapa sih?" tanya Araya sembari naik ke atas motor.

"Anak-anak Ravloska."

Tubuh Araya menegang seketika. Ravloska? Bagaimana bisa?

***

Araya segera turun dari motor milik Nathan. Dia mengikuti Nathan yang bergegas menghampiri kedua sahabatnya yang duduk di pinggir jalan. Reno mengekor di belakangnya.

"Lo berdua kagak apa-apa?"

"Gue gak papa, tapi si Jovan lumayan parah," jawab Galang.

Kedaan Galang lebih baik daripada Jovan. Galang hanya mendapatkan luka di sudut bibirnya. Sedangkan Jovan mendapatkan lebam di setiap sudut di wajahnya.

"Van, lo harus ke rumah sakit," ucap Araya simpati.

Jovan menggeleng. "Gue gak papa, Ray. Hal kek gini udah biasa."

"Kenapa mereka bisa mengeroyok lo berdua?" tanya Reno.

"Gue juga kagak tau. Tiba-tiba mereka datang dari arah belakang, memblokir jalan. Dan langsung mengeroyok gue sama si Galang," jawab Jovan.

"Siapa aja yang udah ngeroyok lo berdua?" Kali ini Nathan yang membuka suara.

"Inti Ravloska."

"Bangsat!" umpat Nathan emosi. "Lagi-lagi mereka cari masalah."

"Apa ini ada kaitannya sama balapan kemaren?" ungkap Reno, membuat mereka semua menoleh.

"Maksud lo mereka gak terima si Nathan menang?" saut Galang.

"Bisa jadi, kan?"

"Mungkin aja sih. Secara mereka pengen banget ngalahin si Nathan, apalagi si Alaskar sama si Darren," timpal Jovan.

Araya mematung di tempat. Dia tidak tau harus bagaimana sekarang. Dia hanya bisa berharap semoga identitas aslinya tidak diketahui oleh Levator.

Nathan mengepalkan kedua tangannya. Wajahnya benar-benar menyiratkan emosi yang sangat besar.

"Para pecundang itu harus nerima akibatnya."

- see you tomorrow -

TRANSMIGRASI ARAYA [SEGERA TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang