"Kaya dokter aja harus hidup sehat" gumam Joy.
Sambil memasukan makanan ke mulutnya. Aku tak memperdulikan ucapan Joy dan beralih meminum air dalam botol.
"Aawww..!" Teriakku. Membuat Wendy dan Joy memandangku bersamaan.
"Kenapa?" Tanya Wendy kaget.
"Kamu bikin aku kaget aja Jennie" dengus Joy.
"Gigi aku sakit" ucapku sambil memegang pipi kiriku.
Kurasakan rasa ngilu di rongga mulut kiriku.
"Coba periksa ke dokter" usul Joy. Aku menggeleng.
"Enggak mau, aku belum pernah ke dokter gigi"
"Ya ampun, tadi aja gayanya pengen hidup sehat tapi gak pernah periksain gigi kamu ke dokter?" Sindir Joy.
"Aku takut dokter" ucapku pelan.
Wendy dan Joy tertawa keras, mereka terus-terusan meledeku sampai puas. Aku yang merasa makin terpojokan karena sindiran-sindiran mereka akhirnya mengalah.
"Yaudah, yaudah. Besok aku bakal ke klinik gigi" ucapku pelan karena gigiku sangat ngilu.
Joy buru-buru mengambil sesuatu dari dompetnya.
"Periksa aja ke SNUH, mereka punya dokter gigi terbaik, aku sering kesana" Ucap Joy sambil menyerahkan sebuah kartu ditanganku.
"Nih pake kartu kesehatan aku, jadi kamu bisa milih dokter dan jadwal kamu sendiri. Enggak perlu antri"
Aku hanya mengangguk pelan sambil membayangkan dokter seperti apa yang akan aku dapat hari esok.
•
•
•
•
•
Seoul, 23 Juli.
*** 11.54 ***
Jisoo pov
Aku berjalan menuju poli gigi. Beberapa pasien di koridor menyapaku, karena aku memakai seragam dokter gigi.
Aku melihat Rosie yang mengenakan masker sedang memeriksa seorang lansia. Aku masuk dan langsung membaca catatan medis seorang pasien.
"Hari ini giliran kamu?" Tanyaku pada Rosie sambil tetap membaca catatan medis.
"Ah.. dokter.. bukan. Aku tukeran sama Irene pas sesi sore" jawabnya dengan melirikku sekilas lalu memeriksa pasiennya kembali.
Terlihat gugup dari matanya. Aku tersenyum kecil menyadari itu karena sebenarnya Irene telah bercerita padaku sebelumnya. Aku menyesalkan tindakan Rosie yang tidak meminta ijinku. Untuk itu aku datang kemari.
Aku mulai berjalan ke kursi pasien sebelah Rosie yang berisi seorang ibu yang tengah di rawat oleh perawat gigi. Ku pasang masker dan sarung tangan di dekat perawat gigi tersebut, dengan mudahnya dia memeberiku akses pada pasien.
Aku dan pasien bertukar senyum sebentar. Kuambil kaca mulut dan mulai memeriksa seluruh bagian mulut pasien. Posisiku berhadapan dengan Rosie yang juga sedang menangani pasien.
"Bisa enggak lain kali kamu ijin sama aku kalau mau tukeran jadwal?" Tanyaku pada Rosie sambil tetap berkonsentrasi pada pasien.
Rosie yang menyadari arah pertanyaanku menghentikan tugasnya dan menatapku.
"Maaf" ucaonya pelan.
"Aku enggak nyuruh kamu minta maaf, Dokter Rosie" aku masih memeriksa pasienku.
"Lain kali aku pasti bakal ijin sama kamu dok, maafin kesalahan aku kali ini, dokter" ucapnya lagi.
Aku hanya tersenyum sambil menaruh kaca mulut di rak kotor.
"Tensimeter" pintaku pada seorang perawat gigi dengan tangan meminta.
"Bu, apa ibu dalam beraktifitas dominan menggunakan tangan kanan?" Tanyaku yang dibalas anggukan pasien.
Perawat gigi memberikan tensimeter yang langsung kulingkarkan selubungnya pada lengan kiri pasien dan stetoskop yang ujungnya aku pasang di dalam selubung tensi meter.
Aku mulai menempelkan earpiece stetoskop di telingaku dan berkonsentrasi penuh saat memompa karet tensimeter sambil mendengarkan suaranya. Saat selubung di lengan pasien mengembang aku berhenti sejenak dan mengempeskannya.
Setelah dua kali mengukur membuatku yakin untuk mengeluarkan diagnosa.
"Anda mempunyai tekanan darah tinggi, saya tidak bisa mencabut gigi anda yang berlubang" ucapku sambil melepas selubung tensimeter di lengannya.
"Sebagai gantinya saya akan menambal gigi anda secara permanen agar tidak sakit lagi" ucapku sambil menyerahkan stetoskop dan tensimeter pada perawat gigi.
Saat akan beranjak menuju rak gigi. Rosie menghampiriku.
"Dokter menambal gigi, akan memakan waktu. Sedangkan ini udah hampir istirahat, suruh aja nanti besok pasien kesini lagi " bisik Rosie.
"Kalau aku yang ngerjain enggak bakal lama" balasku sambil mengedipkan sebelah mata.
Rosie hanya terbengong di balik maskernya.Dan benar saja, aku selesai lebih dulu sebelum Rosie menyelesaikan pasiennya.
Aku memberikan senyuman kemenanganku pada Rosie dan berjalan menjnggalkan poli gigi.
"Dokter" teriak Rosie yang baru keluar dari poli gigi, dia berlari mengejarku dan mensejajarkan langkah kami di koridor SNUH.
"Terimakasih dokter udah ngebantu aku hari ini" ucapnya sambil membuka jas dokternya.
"Sudah jadi tugasku" balasku ramah. Rosie tampak berpikir.
"Dokter, boleh enggak aku ijin pulang?" Tanya Rosie tanpa basa-basi.
"Boleh, kan kamu udah melakukan tugas kamu" ucapku membuat senyum Rosie mengembang.
"Besok jadwal kamu memeriksa kan dok?" Tanyanya antusias.
Aku hanya mengangguk, karena baru ingat besok adalah jadwalku memeriksa pasien.
"Okey, besok aku bakal bantuin kamu, Dok. Aku duluan ya dokter. Sekali lagi terima kasih" ucap Rosie sambil mencubit kedua pipiku gemas.
Kemudian dia berlari meninggalkanku. Aku hanya menggeleng melihat tingkahnya. Sambil membayangkan pasien seperti apa yang akan aku dapat hari esok.
***TBC***
YOU ARE READING
♡ ConnecteD ♡ • [ JENSOO ] •
FanfictionJisoo adalah seorang Dokter Gigi dan Jennie adalah seorang Editor di kantor majalah Korea mereka adalah dua orang yang bahagia dengan kehidupannya masing-masing ternyata memiliki takdir yang tak terduga. Bagaimana cara takdir merubah kehidupan merek...
Saling Membayangkan
Start from the beginning
![♡ ConnecteD ♡ • [ JENSOO ] •](https://img.wattpad.com/cover/316906520-64-k264388.jpg)