28. Tetap Dia Pemenangnya

Start from the beginning
                                    

"Siapa?" tanya Araya sedikit berteriak.

"Gue Darren."

"Masuk aja kagak dikunci."

Darren membuka pintu kamarnya. Posisi Araya masih sama, rebahan di kasur.

"Ada apa gerangan my brother?"

"Semalam lo balik sama siapa?" tanya Darren tidak bertele-tele.

"Menurut lo?" Araya malah balik bertanya sambil membenarkan posisinya menjadi duduk.

"Gue serius Ay, lo balik sama siapa? Gue panik nyari lo semalam."

"Kenapa repot-repot nyariin gue? Lo peduli aja engga."

Darren menghela napas. "Gue serius Araya."

"Gue balik sama cowok."

"Siapa? Si Tutut?"

Bola mata Araya membulat sempurna. "Tutut?!"

"Ya, lo balik sama dia?"

Araya menganga tidak percaya. "Apaan sih anjir, yakali gue balik sama keong."

"Keong? Bukannya si Tutut yang pernah anu sama lo," ucap Darren.

"Anu mata lo! Gue—"

Araya tiba-tiba teringat percakapan antara dirinya dan Ravloska waktu itu. Araya mengerti kenapa Darren menyebut nama tutut.

Araya sebisa mungkin menutup bibirnya agar tawanya tidak meledak.

Araya berdeham. "Iya, gue balik sama si Tutut."

"Anak geng motor?"

Araya mengangguk sembari sekuat mungkin menahan tawa.

"Satu sekolahan sama kita?" tanya Darren.

"Lo banyak tanya, gue mau tidur," ujar Araya sengaja.

"Gue abang lo Aya, gue harus tau siapa cowok yang deket sama lo."

Araya menaikkan alisnya. "Lo abang gue tapi lebih prioritasin si Koran. Apa itu yang namanya abang?"

"Darren, lo gak ada hak apapun buat ikut campur urusan gue. Urus aja cewek lo biar gak haus perhatian mulu."

Araya kembali merebahkan tubuhnya, membelakangi Darren dengan sengaja.

"Pintu keluar di belakang lo, silakan pergi dari kamar gue sekarang juga."

***

Hari Senin adalah hari yang paling Araya benci. Dia benci karena harus mengikuti upacara. Dan lebih parahnya lagi, Araya hampir saja telat. Dia langsung bergabung di barisan teman-teman sekelasnya.

"Gila ... berasa di kejar-kejar setan, gue."

Araya terengah-engah karena sehabis berlari dari gerbang ke kelasnya yang berada di lantai dua, dan langsung berlari lagi ke lapangan.

"Topi lo mana, Ray?" tanya Elita.

Araya memegang kepalanya. Dia tersadar topinya tidak ada.

"Lah, topi gue mana?" tanya Araya balik.

"Ya mana gue tau. Ketinggalan di kelas kali."

"Masa gue harus lari ke kelas lagi?"

"Mana sempat, upacaranya udah mau mulai," jawab Elita.

Araya mendesah pelan. Sepertinya hari ini dia akan sial karena harus menerima hukuman.

Namun tiba-tiba seseorang memasangkan topi di kepalanya. Araya menoleh ke samping.

"Cukup lo pake gak usah protes."

Para murid yang berada di dekat Araya melongo tidak percaya. Seorang Alaskar rela memberikan topinya demi Araya? Ini sesuatu yang langka.

"Gue gak—"

"Yang tidak memakai atribut lengkap dan yang tidak memakai topi maju ke depan!" ucap guru kesiswaan.

Baru saja Araya mau protes, tapi perkataannya terpotong oleh guru kesiswaan. Alaskar sudah maju ke depan berbaris dengan para murid yang melanggar aturan sekolah. Dan bodohnya tidak hanya Alaskar, anggota Ravloska lain mengikuti ketua mereka berbaris di depan. Padahal jelas-jelas mereka tidak melakukan pelanggaran apapun.

"Ini antara solidaritas atau bodoh, sih?" tanya Elita.

Araya mengedikkan bahunya acuh. Dia tidak peduli sama sekali. Lagian, dia tidak menyuruh Alaskar untuk memberikan topi kepadanya.

Araya melirik Kiran dan juga Yolla yang tengah melihat ke arahnya. Araya menyunggingkan senyumnya semanis mungkin.

"Mau bagaimana pun tetap Araya Loovany pemenangnya."

- see you tomorrow -

TRANSMIGRASI ARAYA [SEGERA TERBIT] Where stories live. Discover now