Prolog

12.3K 1.9K 152
                                    

Dunia Lara

Bumi berputar sebagaimana mestinya.

Matahari terbit dari timur dan tenggelam di langit barat.

Waktu melaju tanpa hambatan.

Jakarta selalu sibuk dengan hilir mudik kendaraan dan lalu lalang manusia.

Pun manusia itu sendiri masih mementingkan urusannya dan sulit untuk peduli pada orang lain.

Tak ada yang berubah. Semua sama. Dunia tidak kiamat tanpanya. Sama saja. Hanya semesta Aluminia Lara yang meredup. Semakin redup setiap hari sebelum kemudian menggelap. Gulita di mana-mana. Sebab satu-satunya cahaya yang ia tunggu padam. Menghilang. Meninggalkannya sendirian dalam dunia yang begitu kejam.

Mereka bilang namanya Pelita. Cantik sekali. Sosok makhluk mungil yang diragukan oleh semua orang termasuk ayahnya. Dan dia ... mati. Bersemayam dalam perut bumi kini. Tanpa sempat membuka mata. Tanpa sempat merasakan kejamnya takdir. Tanpa sempat merasakan dinginnya pelukan sang ibu.

Sekali lagi, Aluminia ditinggalkan sendirian. Harapannya untuk bisa menjadi seorang nyonya tak jadi kesampaian. Obsesinya untuk bisa seperti sang mama selamanya hanya akan menjadi khayal. Lantas ...  apa yang bisa Lumi harapkan lagi?

Mati.

Hanya saja mereka menghalangi. Segala jenis benda tajam disingkirkan. Seutas tali pun tak bisa Lumi temukan. Meski ada, di mana ia dapat menggantung lehernya? Plafon di atas sana terlalu jauh dari jangkauan, tak ada meja yang cukup tinggi untuk ia naiki. Lagi pula, tak terdapat cantolan di atas sana.

Ruangan ini pun tanpa jendela. Lumi tak bisa melompat dan menyusul Pelita.

Meliarkan pandangan, Lumi kian marah melihat keadaannya sendiri. Terikat di ranjang perawatan. Di dalam ruangan yang hanya terdapat berangkar menyedihkan dan meja kecil tempat makanan yang tak mau ia telan terhidang.

Sunyi mencekam. Pintu dikunci dari luar. Di sampingnya tiang infus berdiri sombong, meneteskan cairan penyiksaan dengan tempo lambat. Memasuki pembuluh darahnya agar Lumi bisa hidup lebih lama. Sesuatu yang sama sekali tak ia harapkan.

Lumi ingin mati. Meninggalkan dunia yang tak pernah menginginkannya ada. Menyusul pelitanya yang lebih dulu pergi. Karena di sini, tak ada satupun yang benar-benar mencintainya.

Tidak. Sebenarnya dia punya keluarga. Keluarga bahagia di mata semesta.

Ayah yang berkecimpung di dunia hukum. Beliau hafal undang-undang di luar kepala dan selalu membela kaum yang lemah, tapi lupa cara mencintai salah satu putrinya dengan benar.

Seorang ibu yang cantik, berhati lembut dan penuh kasih sayang. Hanya saja semua itu hanya terbatas pada darah dagingnya sendiri. Padahal, Lumi juga bagian dari dirinya.

Sosok kakak yang kuat dan tangguh. Tempat berlindung paling aman. Tetapi dia justru yang paling mengancam.

Juga seorang adik yang ceria. Matanya tampak berbinar setiap kali tersenyum. Dan saat dia tertawa, dunia seolah ikut berbahagia. Namun, Lumi membencinya karena dia yang paling disayang keluarga. Pusat kebahagiaan mereka. Juga nyaris semua orang di sekelilingnya.

Berbanding terbalik dengan dirinya yang dibenci, dianggap beban dan benalu hanya karena ... dia terlahir dari rahim yang berbeda.

Ah, satu lagi. Ia juga punya suami. Bagaimana cara Lumi menjabarkan sosok ini?

Seseorang dengan hati sekeras namanya. Penuh dendam dan tak pernah ingin melihat sang istri bahagia. Bisa dimaklumi kenapa dia begitu membenci Lumi. Pernikahan ini memang hasil dari manipulasi.

Dia juga mungkin yang paling bahagia atas meninggalnya putri mereka. Satu-satunya pengikat tak diinginkan dalam rumah tangga tanpa cinta.

Namun, kenapa dia yang paling berkeras agar Lumi tidak mati? Agar bisa menyiksanya lebih lama kah?

Mungkin saja. Tak ada alasan yang lebih masuk akal dari ini. Orang-orang memang membencinya sebesar itu.

Berusaha menarik salah satu tangannya yang terikat pada salah satu tiang ranjang, Lumi meraung. Sekuat tenaga. Semampu yang dirinya bisa. Yang berakhir dengan kegagalan untuk ke sekian kali.

Mati. Mati. Mati.

Lumi hanya ingin mati. Menyusul anak yang tak bisa ia lindungi.

Atau ... setidaknya biarkan ia berlari, mengekori mereka ke tempat persemayaman sang putri. Lumi bahkan belum sempat menyentuh tangannya. Melihat wajahnya. Menggendongnya dan menyanyikan pengantar tidur untuk kali pertama dan terakhir. Oh, bayinya.

Manusia-manusia jahat itu, kenapa mereka begitu kejam?

Nyaris, nyaris saja Lumi meraung lagi di tengah sunyi ruangan, tetapi bunyi derit pintu yang terdengar membuatnya diam. Mereka melarangnya mati, jadi jangan sampai ada yang tahu tentang emosinya yang masih sangat hidup. Meletup-letup bagai lava gunung berapi yang mendidih di perut bumi.

Menarik napas panjang, Lumi melemaskan tubuhnya dan berbaring diam. Amarah yang semula timbul, ia sembunyikan paksa di balik bibirnya yang terkatup rapat. Matanya ia luruskan pada plafon, menolak menatap siapa pun.

Sosok bertubuh tinggi ramping memasuki ruangan beberapa saat kemudian. Dari aroma yang perlahan merambati ruangan, Lumi tahu ... sosok itu merupakan lelaki yang masih terikat pernikahan dengannya.

Iron Hanggara. Lelaki yang dulu merupakan kekasih sang adik dan ia rebut paksa dengan cara yang tak bijaksana.

Langkah kaki Iron terdengar berat. Dan pelan. Ia tiba di sisi ranjang dengan penampilan berantakan. Lalu perlahan, kedua tangannya menangkup salah satu tangan Lumi yang masih terbelenggu.

Dingin sekali. Sedingin suasana kamar perawatan yang jelek itu. Disusul suara isak samar-sama.

Tidak. Lumi sama sekali tidak menangis.

“Bicaralah, Lumi,” katanya. Benar Iron yang bicara. Sedang Lumi masih setia berkawan bisu dan sorot mata kosong yang disengaja. “Berteriaklah seperti kemarin. Maki aku. Katakan kalau mereka keliru. Kamu ... kamu tidak mungkin gila semudah itu.”

Gila.

Jadi para dokter sialan itu sudah menvonisnya?

Gila.

Ya, mereka tidak salah. Lumi memang sinting kemarin. Dan disebut gila bukan hal yang buruk.

Ya, kalau mereka melarangnya mati, maka Lumi bisa menjadi gila.

***

Harap baca selama on going ya, karena begitu selesai repost, kemungkinan besar akan dihapus sebagian karena ini sudah ada versi berbayarnya di Karyakarsa.

Buat kalian yang nggak sabar pengen baca versi fulnya sekaligus, bisa langsung ke KK.

Semoga sukaaaa ^^

22 Jul 2022

Dunia Lara (Sekuel Sayap-sayap Plastik)Where stories live. Discover now