1.8 | Mereka, Lelah

2.3K 313 59
                                    

Tired

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tired.

•—•

Ini bukan kali pertama pemuda itu datang dengan amarah. Ini bukan kali pertama, ia datang dengan emosi yang melingkupi diri kala jejak kakinya menapak bangunan megah ini. Bangunan yang seharusnya mampu ia jadikan pelabuhan terakhir dari lepasnya lelah, bangunan yang seharusnya ia sebut rumah, justru menjadi satu tempat paling dibencinya.

Tak pernah.

Ia nyaris mustahil temukan tenang di dalam sana.

Sapaan demi sapaan menyambangi rungunya.

Di hari-hari biasanya, Taehyung mungkin akan membalasnya dengan senyum ringan atau raut yang ramah. Namun, karena sejak detik pertama kepalanya sadar bahwa lagi-lagi ia akan temukan masalah, Taehyung kehilangan itu semua.

"Datang juga kamu?"

Dari arah ruang tengah, Taehyung mampu mendengar suara bariton yang amat ia kenali. Pemuda di mendengus. Tapak kakinya melambat seiring maniknya mampu menemukan presensi seorang pria dewasa dengan kemeja hitam duduk pongah bersadar pada Sofa. Replika. Taehyung adalah replika pria itu dalam segi wajah. Taehyung benci sebab pandangan tajam itu serupa dengan dirinya.

Terdengar suara kekehan sumbang. Pria itu—Adijaya Swarna Madjipta; menatap Taehyung dari atas ke bawah, "Jangan sok, Aldebra. Jangan pasang muka muakmu itu sama Papa."

Tapi sama sekali, Taehyung tak temukan takut, "Kalo tau aku muak, kenapa masih ganggu? Papa itu ganggu, pengganggu."

Taehyung memang bukan anak yang baik.

Taehyung bukan anak yang sopan sejak saat tahun terakhir ia di SMA.

Taehyung kehilangan dirinya yang menyayangi Adijaya sampai nadi darahnya karena ulah pria itu sendiri.

"Jaga sopan santunmu." Mengeraskan rahang, Adijaya terlihat mengendurkan napasnya setelah memejamkan mata, "Sedikit lagi kamu akan Papa temui sama seorang pilihan. Bukan gadis itu, bukan gadis Caesamu—"

Sontak, di waktu ia mendengar nama sang kekasih keluar dari mulut pria itu—Taehyung menekuk keningnya dengan tangan yang mulai terkepal emosi. Semakin ia dekatkan langkah menghadap Adijaya dan lantas menunduk dengan raut marah, "Papa ngomong apa tadi?"

Tawa.

Adijaya tertawa sombong.

"Caesa. Begitu sebutan yang paling kamu sukai buat gadis itu, kan?"

Menggeram, Taehyung berdesis, "Berengsek."

"Ya. Saya memang berengsek. Tapi kamu—" Menunjuk sang anak selagi kakinya bergerak tuk menjauhi duduk sofa, kini terlibat jarak sepadan dengan Taehyung—Adijaya menaikkan alisnya, "kamu lebih berengsek, Aldebra. Kamu melanggar apa yang seharusnya kamu lakukan. Kamu meremehkan Papa. Kamu meremehkan keluarga."

SEMBILUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang