Pekerjaan

283 19 0
                                    

Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari yang kian sulit. Aku mencoba bekerja pada tuan tanah milik Maneer Anjal. Disini kami benar-benar bekerja keras didalam pengawasan orang-orang VOC. Setiap pagi kami akan berangkat dan akan pulang sore hari.

Pekerjaanku memetik kopi setiap hari, mencangkul, dan menyiram bibit yang baru kami tanam. Kami diajari cara berkebun, memupuk tanaman, dan sistem irigasi.

Suatu saat aku mendapatkan haid pertama saat bekerja, rasa sakit diperutku tidak bisa aku tahan, ditambah teriknya matahari siang membuatku pingsan di kebun, dan ketika aku bangun aku sudah berada di sebuah pelataran rumah Meneer Anjal. Bukan Meneer Anjal yang menolongku, tidak juga teman-temanku bekerja, tetapi pria londo yang menurutku sangat tampan.

"Ben je oke?"
Tanyanya tegas.

"Ngapunten tuan, bukannya saya malas. Tapi tadi saya benar-benar sakit dan pingsan"
Jawabku takut-takut sambil menunduk.

Dia hanya tertawa mendengar jawabanku, kemudian menyuruhku pulang untuk istirahat.
***

Pagi tiba, aku berangkat bekerja seperti biasa, berjalan bersama teman-temanku yang bekerja di kebun Meneer Anjal. Tetapi ada yang menarik hari ini, ada sosok Meneer Belanda yang menolongku kemarin, tersenyum menatapku.

Aku yang malu-malu dan sedikit takut ditatap Meneer Anjal dengan sorot mata marah langsung menundukan kepala dan mulai pergi bekerja.

Sepulang bekerja aku dan teman-temanku terlebih dahulu mandi di sungai dekat rumah penduduk, sampai rumah sudah hampir petang, kulaksanakan ibadah 3 rakaat dan setelahnya mengaji dengan bapak. Melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang membuat hati gundah karna terus kepikiran pria londo itu sedikit tenang.

Ada hal yang mengejutkan di malam ini, dirumah kami yang serba sederhana ini dengan atap daun dan dinding anyaman bambu, Meneer Anjal dan Meneer yang telah menolongku datang kerumahku. Sungguh hal yang sangat langka ketika orang pribumi yang tidak mempunyai gelar dan harta kedatangan Meneer tanah seperti mereka.

Meneer yang menolongku tersebut bernama Meneer Jansoen, beliau berniat untuk menjadikanku istrinya. Tentu saja bapakku yang notabene sudah tidak suka terhadap orang-orang VOC tersebut marah besar.

Penolakan bapak terhadap lamaran Meneer Jansoen malam itu membuat diriku kecewa untuk yang pertama kalinya terhadap bapak. Sikap bapak yang selalu menolak kehadiran Meneer Jansoen itulah yang membuatku menjalin hubungan diam-diam dengan Meneer Jansoen.

Hingga suatu saat, aku berhenti bekerja di kebun tuan Anjal karena Jansoen memintaku bekerja di kebun miliknya dan menjadikanku satu-satunya mandor wanita di perkebunan milik keluarganya.

Kebun keluarga Jansoen yang mereka namai Familietuin Van Derek lebih luas dari kebun milik tuan Anjal. Disini hanya fokus pada tanaman kopi, dan tebu. Gula menjadi komoditas utama pada masa perkebunan milik keluarga Van Derek ini.

Ada yang menarik pada perkebunan milik keluarga ini, mereka tidak menetapkan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel pada pekerjanya ataupun daerah sekitar. Warga yang panen biasanya menjual hasil panennya pada keluarga Van Derek dengan harga yang tidak terlalu murah. Mereka juga sering membagikan roti, rokok, atau susu dari hasil peternakan mereka pada pekerja kebunnya. Sungguh Meneer tanah yang sangat aku kagumi dan baru aku temui.

Aku disini diajari Jansoen cara menghitung, huruf abjat untuk belajar membaca, dan bahasa Nederland. Aku juga diberikan sedikit kekuasaan untuk mengajak para saudaraku bekerja pada perkebunan ini.

Sampai suatu saat melihat Jansoen yang benar-benar serius terhadapku, bapakku merestui hubungan kami dengan syarat Jansoen harus memperlakukanku dengan baik atau dia akan mati ditangan bapakku.

Nyai KasminahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang