BAB IV

92 4 24
                                    

"SAYANG SEKALI, HARI INI KAMU BELUM JATUH HATI. SEMOGA BESOK MASIH ADA HARI, AGAR AKU DAPAT MENCOBA LAGI."

***

"Udah lama nunggunya?" sapa Lana pada Barra yang asyik menyelesaikan lukisan cat airnya. Barra langsung mendongak ke arah Lana sambil menampilkan senyuman yang lebar. Kalau Lana es, pasti akan meleleh saat itu juga.

"Belum, kok. Gue kirain Lo lupa kita ada janji." celetuk Barra.

"Nggak lah. Gue bukan orang sibuk, jadi nggak banyak yang mesti gue inget. Karena agenda gue dikit." jelas Lana sambil duduk di depan Barra.

"Oh gitu! Berarti bisa dong, kalo misalnya cuma nginget gue doang? Gue kan cuma satu-satunya." kata Barra menggoda Lana.

"Kalo itu kan mau Lo sendiri!" ujar Lana sebal.

"Yaudah, bakal gue bikin Lo sampai mau nginget gue mulu!" Barra menggoda Lana dengan mendekatkan wajahnya. Jarak mereka kini cukup dekat membuat Lana sempat terpaku.

"Oke! Coba aja!" tantang Lana sambil tersenyum miring.

"Eh Lan Lo kenal gue, kan?" tanya Juan yang sedari tadi nyimak interaksi antara Lana dan Barra.

"Kenal. Lo Juan, kan? Juanda?" kata Lana.

"Juandra, anjir! Juanda mah nama pahlawan!" protes Juan.

"Ya intinya Lo Juan. Satu paket sama Barra, kan?" ucap Lana tak mau kalah.

"Apa kata Lo, deh!" kata Juan menyerah. "Intinya, Lo bakal jadi temen gue juga, Lan!"

"Terserah apa kata Lo." Lana menyahut singkat kemudian mengalihkan pandangannya pada buku bacaan di hadapannya. Barra juga melanjutkan kegiatan melukisnya.

"Kalian berdua, santai aja. Anggep aja gue nggak ada. Bebas berduaan pokoknya." ucap Juan kemudian menyantap ketoprak yang dipesannya.

"Baca buku apa Lo?" tanya Barra penasaran pada Lana.

"Antologi puisi." sahut Lana singkat.

"Ada karya Lo di dalamnya?"

"Ada." jawab Lana. "Lo mau baca?"

"Boleh!" Barra menyahut antusias. Kemudian, Lana menyodorkan buku miliknya kepada Barra. Barra membaca dengan serius karya Lana. Lagi-lagi, Barra terpukau dengan gadis dihadapannya.

"Puisi buatan Lo indah. Apalagi yang bikin." celetuk Barra sambil mengembalikan buku milik Lana.

"Geli, Bar!" ujar Lana menyembunyikan rasa salah tingkahnya sambil menerima uluran buku dari Barra. "Anyway, Lo jago banget gambarnya. Hasilnya cakep banget."

"Ya karena gue udah terbiasa nggambar sama halnya kayak Lo yang udah biasa ngerangkai kata-kata indah." jelas Barra membuat Lana tersenyum sambil mengangguk. "Sama juga kayak gue yang udah terbiasa buat mikirin Lo."

"Heleh. Iya deh iya!" ucap Lana pasrah.

"Keindahan seni itu nggak semua orang biasa bisa paham. Cuma orang yang bener-bener peka aja yang bisa nangkep sisi indah dari seni itu sendiri." Barra berucap sambil menggambar setangkai bunga mawar dengan cepat dan indah. Membuat Juan dan Lana berdecak kagum.

"Begitu juga gue. Meskipun nggak semua orang punya anggapan yang sama tentang Lo. Tapi yang gue liat beda. Karena gue cuma bisa liat keindahan di diri Lo." perkataan Barra membuat Lana tertegun sesaat. Satu poin plus lagi dari Lana. Barra cowok yang sangat hangat.

"Cita-cita Lo beneran mau jadi pelukis? Kata-kata yang keluar dari mulut Lo kayak calon pujangga tau nggak?" tanya Lana sambil tertawa kecil. Barra terkekeh mendengar penuturan Lana.

FABULA NOSTRA (✔) Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ