ADELIA TIRA SYABITHA (2)

20 0 0
                                    

Awalnya aku merasa bahagia bisa bertemu dengan sobat lamaku Vi,  ya benar Sabila Savitri adalah sahabat terbaik ku yang tidak mungkin ku lupakan, aku bisa bertemu lagi dengannya  setelah aku memohon pada Edhi salah satu teman terpentingku, dialah yang selalu menemani Vi saat dia mengalami masalah.  Aku menemui Vi  karena aku ingin minta maaf atas apa yang terjadi dimasalalu. Awalnya aku merasa senang karena dia menyambutku dengan senyuman yang tulus, tapi harapan ku seketika hancur, ternyata dia sama sekali tidak mengenaliku, aku asing baginya. Mungkin ini yang dikatakan oleh Edhi. Aku ingat saat aku menemui Edhi sehari sebelum aku bertemu dengan Vi.


Flashback !!

"Adel.... Itu kamu"  itu kata-kata pertama yang ku dengar dari mulut Edhi, wajahnya sama sekali tidak berubah, mirip dengan orang itu dari wajah, hidung, gaya rambut, semuanya, Hanya  terlihat lebih dewasa.

"Hai Dhi, apa kabar.... Kita bisa bicara?"  aku menjabat tangannya, kami memang berteman dari kecil, sama halnya dengan Vi.

"Wow... seperti biasa, to do point.... ayo masuk dulu, engga enak gobrol diluar" sifatnya si edhi emang ga pernah berubah dari dulu, sifat frendly dan teliti tetap mononjol dalam dirinya. Itulah yang membedakan dengan edhi dengan dia. 

Sesaat Setelah memasuki rumah, aku langsung disambut dengan kursi dan meja jati yang sama,seperti 10 tahun yang lalu, hanya bunga dan taplak mejanya saja yang berbeda,  rasa rindu akan empuknya kursi jati  menggerogoti jiwa ku, tanpa diminta aku langsung duduk, ditempat favorit ku dulu, tepat di ujung kanan bersebelahan dengan dua buah kamar. Rumah yang sederhana, tapi sangat rapi dan terurus. Aku memandang ke belakang meliat lebih dalam lagi rumah tua ini, di antara ruang keluarga dan dapur dibatasi dengan batu kerikil dan sebuah kolam kecil, dari dinding yang terbuat dari batu mengalir air menuju ke kolam kecil dan kerikil.

"Hei, ngelamun aj! Kamu itu emang hobi duduk di tempat itu ya! Dasar engga ada perubahan"  Edhi keluar dari dapur tepat dimana aku melihat batu-batu  indah tadi.  Dengan baki berisikan jus jeruk dingin kesukaan ku, Edhi yang hanya memakai kaos dan celana pendek tersenyum ramah.

"Makasih ya Ed"  aku yang emang haus dari tadi langsung meneguk jus jeruk dingin yang disodorkan Edhi.

"Iya sama-sama, tadi katanya mau ngomong.... Mau sekarang apa nanti?" Lagi-lagi Edhi  memamerkan senyum yang khas dengan lesung pipitnya

"Begini, aku mau nanya alamat rumahnya si Vi, kamu tau kan?" Aku langsung menanyakan tanpa basa-basi.

"tau sih, tapi buat apa kamu kesana?" rupanya dia penarasan dengan pertanyaan.Sejenak aku menimbang-nimbang jawaban, dan akhirnya aku memilih jujur.

"Aku mau minta maaf, hanya dia yang tidak tahu kebenarannya"sekilas meluncur semua kenangan masalalu kelamku, yang membuat hati Vi hancur lebur.

"Kamu yakin? Keadaan Vi tidak seperti dulu lagi Del!" Edhi terlihat khawatir dan ragu akan keputusan ku. Matanya yang berbeda warna, berkeliaran menyisir rumahnya, itulah yang membuatku yakin kalau dia menyembunyikan sesuatu.

"aku yakin!!! Apa pun yang terjadi aku harus menemui Vi" Aku berkeras, dengan keyakinan penuh, padahal waktu kecil dulu aku tidak sekeras kepala dan senekat ini.

Edhi hanya tersenyum masam, ah lagi-lagi aku mengingatkannya dengan orang itu. Sifat ku ini sekilas memang mirip sih.

"ternyata keras kepala mu juga tidak berubah.... apa tidak ada sama sekali sifatnya yang melekat di tubuhmu" Jawabnya ringan, aku hanya mengangkat bahu menandakan aku tidak tahu.

PERMAINAN WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang