5. The Data

830 120 6
                                    

Waktu gue bilang posisi kami sama, gue nggak sepenuhnya bicara berdasarkan fakta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu gue bilang posisi kami sama, gue nggak sepenuhnya bicara berdasarkan fakta. Frey udah lulus kuliah tahun lalu dan meskipun dia nggak kerja kantoran, dia jadi kontributor majalah fashion terkenal dan artikelnya dihargain lumayan mahal. Nama penanya The Boy with Pretty Red Nails, ngikutin The Girl with a Green Scraft-nya Confession of a Sophaholic. Sedangkan gue, meski sempat pongah pernah menjadi bagian dari pelestarian panda-panda lucu di Chengdu, technically nggak ada yang menganggap itu membanggakan selain diri gue sendiri. Perasaan bangga itu juga lenyap nggak berbekas setelah hampir setahun balik Jakarta, nggak satu lembaga pun peduli dan menganggap hal itu layak dipertimbangkan.

Afrika benar, kalau kali ini gue masih berkelit dari keinginan Data nikahin gue, mungkin posisi gue jauh lebih terperosok darinya.

Gue menatap penampilan kacau gue dari pantulan cermin. Pantesan semua orang di rumah ini nggak pernah menghargai jasa gue, gue emang nggak berguna. Nyisir rambut sendiri aja kesulitan, pake bedak cemongan, kenapa sih gue dikasih alat kelamin perempuan kalau kemampuan dan libido gue lebih menyerupai seorang pria?

Apa gue mestinya transgender ya, tapi nggak nyadar-nyadar? Kelamin ganda juga enggak, barusan udah gue cek nggak ada yang mencurigakan, tuh.

"Key ...," mami memanggil sambil ngetuk pintu.

Buru-buru gue sembunyiin sisir yang barusan patah.

Mami masuk, "Data udah datang, tuh."

"Ya, bentar Key turun," kata gue.

Tapi, mami tetap berdiri di ambang pintu menyaksikan kekikukan gue menampari muka sendiri dengan powder puff. Dari cermin, gue melihat mami mengembuskan napas berat namun lembut dan menutup pintu di balik punggungnya. Tanpa berkata-kata, gue menyerahkan powder puff tadi ke mami.

Mami meletakkannya kembali ke meja rias, mengambil kapas dan cairan pembersih make up, lalu menyapu muka gue sampai nggak ada cemong tersisa. Gue biarin mami menggantikan Afrika ngebenerin muka gue.

"Segede gini nggak bisa bedakan sendiri, untung dari sananya cantik, bisamu apa?" desah mami.

"Benerin genteng," gue bilang.

"Merem," perintah mami. "Kamu patahin sisir lagi?"

Gue diem.

"Potong rambut, gih."

"Ntar aja kalau Frey udah gawe."

"Potong rambut paling berapa, sih, Key?"

Gue diem lagi, kalau bilang mending duitnya bakal beli rokok, gue bisa dipecut sama mami.

"Kamu nggak ambil aja tawaran kantor lama kamu? Sambil nunggu tawaran kerja lain, atau salah satu proposal kamu diterima."

"Mami udah kesel juga lihat Frey nggak ada kerjaan?"

"Mami lebih kesel kalau kamu bertindak tanpa pikir panjang," ucap mami enteng. "Kalau cuma ngasih makan, mami sih masih sanggup. Mami cuman ingin kalian bahagia dan bertanggung jawab. Kerjain apa yang kamu suka, dan sukai apa yang kamu kerjain. Kalau kalian bahagia, mami juga bahagia."

Kenya The Break UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang