🔮𝐄𝐨𝐦𝐦𝐚🔮

0 1 0
                                    

"Kita apain ini anak ya, bro?" tanya seorang anak laki-laki yang sepertinya lebih tua dariku.

"KA-KALIAN SIAPA?! KENAPA KALIAN BAWA AKU KE SINI, HAH?!" teriakku. Aku tak tahu ini dimana, tapi lorong ini sangat menyeramkan, dan aku, di sini, dikepung oleh tiga anak laki-laki yang lebih tua dariku. Kalau boleh jujur, mereka lebih menyeramkan.

"Woy, santai. Kita nggak bakal ngapa-ngapain kamu kok, tenang aja," jawab anak laki-laki di sebelahnya.

"Oh, aku punya ide!" kata salah seorang dari mereka yang dilanjutkan dengan membisikkan sesuatu kepada temannya.

Tiba-tiba aku diseret paksa oleh mereka. Aku memberontak dan berteriak, "LEPASIN! TOLOONG! NGGAK, JANGAN PEGANG-PEGANG!"

Naasnya, aku tidak bisa melepaskan diri dari mereka, meskipun aku sudah memohon sambil menangis. Aku terus di seret hingga sampai di depan ... toilet?

"MAU NGAPAIN KALIAN, HAH?! LEPASIN, TOLOONG! TOLOONG SAYA!"

"Diem," kata salah seorang dari mereka sambil mengeluarkan lakban dari sakunya, dan ... dia melakban mulutku dengan tangannya yang terasa kasar. Aku menangis kencang, kedua tanganku dipegangi oleh anak laki-laki lainnya.

"HMMMPPHH!!"
TOLOONG! SIAPAPUN ITU, TOLONG AKU! AKU TAKUT!

Aku terus meronta-ronta, air mataku mengalir membasahi pipiku. Tapi sialnya, mereka hanya tertawa kegirangan melihatku seperti ini.

"Hush, udah jangan nangis. 'Kan udah dibilangin, kita nggak bakal ngapa-ngapain kamu."

Setelah beberapa saat aku meronta-ronta, mereka menyeretku masuk ke dalam toilet dan ... mereka mengunciku dari luar.

Aku segera melepaskan lakban hitam ini dari mulutku, untungnya tanganku tidak diikat. Baru saja aku melepaskan lakban ini, tiba-tiba,

BYUURR!!

Mereka menyiramku dengan air yang sangat banyak dari toilet di sampingku. Sekarang, tubuhku basah kuyup, aku menangis kencang dan berteriak minta tolong, tapi tidak ada satupun yang menyahut.

Aku berusaha mendobrak pintu toilet ini, tapi tidak bisa. Belum lama setelah mereka menyiramku, dan ... KLIK, mereka mematikan lampunya.

"NGGAK, JANGAAN! JANGAN DIMATIIN! JANGAN! TOLOONG! AKU BENCI INI! TOLOONG SAYA!"

"LUNA!" panggil seseorang yang sepertinya itu adalah suara kak Arsha.

"KAK?! KAK, TOLONG LUNA, KAK! LUNA TAKUT! LUNA NGGAK MAU DI SINI! GELAP, TOLOONG!"

"LUNAA!"

"AAAA!" Aku bangun dari tidurku, napasku terasa sangat sesak, tanganku naik dan memegangi dadaku. Air mataku terus mengalir, dan kak Arsha, dia terlihat sangat khawatir.

"Dek?" panggilnya pelan.

"Itu ... mimpi Kak?" tanyaku sambil mengatur napas.

"Mimpi? Iya, itu cuma mimpi," katanya sambil mengusap air mataku.

"Luna takut, Kak. Semuanya gelap. Dingin. Sendirian."

"Sini, peluk kakak," kata kak Arsha sambil tersenyum dan merentangkan kedua tangannya kepadaku.

Aku memeluknya, dan berkata, "Luna, takut."

"Jangan takut, itu cuma mimpi, Luna."

"..."

"Udah, nggak apa-apa. Jangan takut ya?" katanya, sambil mengelus-elus kepalaku. Aku tidak menjawabnya. Aku sangat ketakutan. Tubuhku gemetaran.

Setelah beberapa saat kemudian, kak Arsha berkata, "Sekarang Luna tidur lagi ya? Lihat, baru jam dua."

Ephemeral Where stories live. Discover now