🔮𝐀𝐤𝐮 𝐛𝐞𝐧𝐜𝐢 𝐠𝐞𝐥𝐚𝐩🔮

4 2 0
                                    

Minggu, 7 Juli 2014.

Hari ini, langit begitu indah. Awan-awan yang melayang di angkasa juga, terlihat sangat cantik. Luna dan Jiu yang pulang dari perpustakaan langsung pergi ke taman belakang rumah nenek Sukma untuk melihat pohon tanda persahabatan mereka.

Sesampainya di sana, Luna dan Jiu menaruh tasnya di bawah pohon, dan Luna berkata, "Wah, lihat nih, Hon udah tambah besar aja! Tingginya juga, udah melebihi aku," katanya, sambil membandingkan tingginya dengan pohon itu. Jiu tertawa kecil melihat itu.

"Bulan kemarin, perasaan tingginya sama deh kayak aku. Kamu cepet banget tinggi ya, Hon?" Luna mengusap-usap pohon itu.

"Hahahah. Aku jadi ingat waktu kita pertama kali nanam pohon ini deh."

"Iya, aku juga."

Mereka duduk di bawah pohon itu, dan sama-sama memejamkan mata untuk mengingat kembali masa itu.

"Luna-ssi," panggil Jiu.

"Ng? Namaku Luna. Bukan Lunasi," kata Luna mengingatkan.

"Di Korea, 'ssi' biasanya dipakai untuk manggil seseorang dengan lebih sopan dan ditulis di belakang nama orang tersebut," jelas Jiu.

"Oh, gitu ya ... emm, Jiu-ssi. Jiu-ssi? Jiu-ssii, hahahah."

Mereka berdua tertawa bersama, sampai ada hening panjang yang terjadi di antara mereka.

"Tadi, kamu mau ngomong apa?" kata Luna, memecah keheningan yang terjadi.

"Itu ... kamu, mau nggak jadi sahabatku?" tanya Jiu sambil menutup matanya, ia takut jawaban Luna tak sesuai dengan ekspektasinya.

Luna tersenyum jahil melihat itu dan menghela napasnya sambil berkata, "Jiu-ssi, maaf ya. Aku kayaknya nggak bisa kalau cuma jadi sahabat kamu."

Jiu membuka matanya, ia bingung dengan ucapan Luna barusan.

"Ng? Hhhh yaudah deh, kita temenan aja ya."

Luna yang sedari tadi menahan tawanya, sudah tak sanggup lagi menahan tawa itu, "Hahahah."

Jiu kebingungan lagi, "Kenapa sih?"

"Jiu-ssii."

"Hm?"

"Aku tuh maunya jadi ... sahabat baik kamuu," katanya, sambil memegang kedua tangan Jiu.

"Beneran?"

Luna mengangguk, mengiakan.

"Janji?" tanya Jiu sambil tersenyum--mengangkat jari kelingkingnya. Luna tertawa melihat itu, ia sadar bahwa Jiu mengingatkan kejadian saat Luna mengajaknya untuk menjadi temannya.

"Iyap, janji." Luna menyilangkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Jiu.

"Oh iya, sebagai tanda persahabatan kita, gimana kalau kita tanam pohon? Kebetulan, tadi nenek beli bibit pohon. Katanya, mau ditanam di taman belakang."

"Boleh, yuk."

Mereka pergi ke halaman rumah untuk mengambil bibit pohon yang sudah dibeli nenek Sukma pagi tadi. Setelah itu mereka mengambil sekop dan mulai menggali tanah untuk memasukkan bibit pohonnya.

Untungnya, tadi pagi Jiu sudah izin kepada nenek Sukma untuk menanam pohon itu di taman belakang.

"Oh iya, nenek Sukma pergi ke mana?" tanya Luna kepada Jiu yang sedang menggali tanah.

"Nggak tahu, nenek cuma bilang mau pergi ke rumah temannya."

"Oh."

"Sini."

Ephemeral Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang