3. Alaskar Galendra

Start from the beginning
                                    

"Nih cowok ganteng banget anjir."

"Bentar, nih cowok ngapain ada di rumah gue? Ini si Darren abangnya si Aya, kah?"

"Wajahnya gak cocok buat jadi abang gue, cocoknya jadi jodoh gue kalo modelannya kek begini."

"Minggir!"

Ucapan yang terkesan mengusir tersebut langsung menyadarkan Araya dari lamunannya. Ia mendengus kesal saat Darren sedikit menyenggol tubuhnya.

"Santai dong, Bang. Gak usah pake nyenggol juga," kesal Araya, yang tidak digubrisnya oleh laki-laki itu.

Merasa terkacangi, Araya mendenguskan napasnya kesal.

"Dasar Abang durjanah!" ucapnya seraya berlalu pergi meninggalkan area dapur.

Sepeninggalnya Araya, Darren terdiam. Sebenarnya ia tidak punya tujuan apapun datang ke dapur. Dia hanya penasaran apa yang sedang Araya lakukan di dapur. Dan ia sangat terkejut ketika melihat adiknya tengah memasak sendiri. Padahal semasa hidup Araya, gadis itu tidak pernah memegang apa yang namanya kompor ataupun peralatan memasak lainnya.

Dia juga semakin heran saat melihat respon Araya ketika dirinya tanpa sengaja menyenggol dan berbicara ketus seperti sebuah usiran. Padahal selama ini Araya tidak pernah berkata seperti tadi. Mau bagaimanapun sikap Darren kepadanya, ia akan tetap bergelayut manja ketika ada Darren dihadapannya.

"Dia terlihat, berbeda?"

***

Keesokan harinya Araya pergi ke sekolah seperti biasa. Dia berangkat bersama supir pribadinya. Hal itu mengundang kebingungan kedua orang tua dan juga Darren, karena biasanya ia akan memaksa ikut bersama Darren. Tetapi tadi pagi ia ingin berangkat bersama supir pribadinya saja.

Mengenai orang tua Araya yang sekarang, sangat tidak buruk. Kedua orang tuanya sangat ramah, bahkan sangat perhatian. Hanya saja mereka selalu di sibukkan dengan pekerjaan.

Araya menatap murid-murid yang berlalu lalang di sekitarnya. Ia bingung dimana letak kelasnya. Araya hanya melangkahkan kakinya berjalan di koridor. Semua mata mengarah ke arahnya, tetapi ia acuh saja.

"Nasib orang cantik, ya gini. Diliatin mulu sama orang-orang."

"Kelas gue dimana, sih? Mana si Elita gak keliatan batang idungnya, lagi."

Araya terus menggerutu di dalam hatinya. Ia sedikit tidak nyaman berjalan sendirian dengan semua mata mengarah ke arahnya.

"Araya!"

Panjang umur!

Araya menoleh dan mendapati Elita yang tengah berjalan ke arahnya.

"Baru dateng lo?" tanya Araya yang padahal ia sudah tau bahwa gadis itu memang baru datang.

"Iya. Lo kenapa gak bareng sama abang lo?"

Araya mengernyit. "Dari mana lo tau?"

"Gue denger dari anak-anak di parkiran, katanya lo gak bareng sama Bang Darren."

"Dasar mulut manusia tukang ghibah! Bisa-bisanya ngeghibahin gue padahal masih pagi," celotehnya.

Elita tertawa pelan. "Haha, baru sadar lo? Biasanya juga lo jadi bahan ghibah anak-anak sekolah ini."

"Sialan lo."

Tanpa terasa mereka sudah sampai di kelasnya. Lagi-lagi semua mata tertuju ke arah Araya. Sedangkan Araya hanya acuh saja, ia lebih memilih duduk di samping Elita.

"Lo ngapain duduk di sini?" tanya Elita bingung.

"Emangnya kenapa? Ini kan tempat gue," jawab Araya sama bingungnya.

"Tempat lo bukan di sini."

"Lah? Gue kan temen lo. Terus kalo bukan di sini, tempat duduk gue dimana?"

"Noh, di sana."

Elita menunjuk ke arah meja yang ada di sampingnya. Ia semakin kebingungan, kenapa dia dan Elita duduk terpisah? Padahal mereka sahabatan.

"Gue duduk sama siapa?"

"Ya sama si Alaskar, lah. Emangnya siapa lagi?!"

Araya seketika terdiam. Jadi dia dan cowok itu sekelas? Bagaimana bisa?

Sepertinya Araya melupakan sebagian alur ceritanya. Ia tidak tau kalau mereka sekelas.

"Lo dari kemaren aneh, Ray. Gak amnesia, kan?" tanya Elita.

"Mulai sekarang gue duduk sama lo, ya?"

Bukannya menjawab pertanyaan Elita, Araya malah melayangkan pertanyaan lain.

"Kenapa? Lo kan biasanya juga duduk di sana."

"Lo lupa sama apa yang gue ucapin kemaren?"

Elita mengingatnya. "Gue pikir lo gak serius sama ucapan lo."

"Ya, serius, lah. Jadi, boleh kan gue duduk sama lo mulai sekarang?" ucap Araya sembari menampilkan tatapan memelas.

"Iya-iya boleh."

Senyuman di wajahnya seketika merekah. Ia senang bukan main. Tidak mungkin Araya duduk dengan Alaskar, ia harus menghindari laki-laki itu mulai sekarang, walaupun sepertinya akan sangat sulit.

"SELAMAT MORNING EPRIBADEH!!"

Teriakan tersebut menggelegar seisi kelas. Terlihat lima orang cowok dan dua orang cewek memasuki area kelas. Semua mata yang tadinya mengarah ke Araya, kini teralihkan ke mereka.

Araya tau siapa mereka. Araya tau siapa orang dari salah satu mereka yang kini tengah menatapnya dengan tatapan datar dan tanpa ekspresi.

Dia, Alaskar Galendra.

-batas suci-

TRANSMIGRASI ARAYA [SEGERA TERBIT] Where stories live. Discover now