Boy of My Dreams 2

15 11 1
                                    

Aku menangis setiap hari.

Setelah kepergiannya, yang kurasakan hanyalah rasa berat dan duka.

Apanya yang sembuh? Yang kurasakan hanyalah kesakitan.

Membuatku semakin lelah dan tidak ada harapan.

Yang menciptakan, kembalinya dia.

—-

" Jadi anda dapat melihat temanmu yang tidak dapat dilihat oleh orang lain? Anda indigo atau.. "

" Halusinasi. " jawabku.

Psikiater itu mencatat jawabanku. " Baik, Tin. Saya akan meresepkan obat lagi untukmu. Jangan lupa diminum secara rutin ya. "

Aku mengangguk dan berdiri, keluar dari ruang konseling.

Aku muak dengan obat-obatan ini.

Ingin kubuang saja rasanya.

—-

" Hai. "

Aku menatap tidak percaya.

Padahal aku meminum obatku dengan rutin.

" Set.. kenapa.. kau bisa ada? "

Dia langsung memelukku, membuatku kebingungan. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa dia kembali terlihat?

Aku melepas pelukan kami dan mendorongnya.

" Tidak.. tidak. Aku tidak mau bertemu denganmu. Kau tidak nyata, Set. Aku tidak bisa terus berharap pada hal sepertimu. "

Set cemberut dan memegang tanganku. " Aku tahu. Tapi bisakah aku melihatmu sebentar? Aku benar-benar rindu padamu. "

Aku terdiam dan menghela nafas. " Baiklah. Lagipula kenapa kau bisa muncul lagi? Bukankah waktu itu kau sudah menghilang? "

Dia mengedikkan bahunya. " Aku juga tidak tahu. Mungkin karena kau terlalu rindu padaku? " candanya yang membuatku memukul lengannya.

" Jangan bercanda. " kataku serius dan duduk di sebuah ruangan yang gelap. Yang terlihat hanyalah kami berdua.

Dia ikut duduk di sampingku dan menyenderkan kepalanya di bahuku.

" Aku rindu perasaan ini. "

Aku menghembuskan nafas berat dan mengangguk.

" Aku juga. "

—-

" Selamat pagi cantik. "

Aku mengerang dan menutup selimutku. Dia memeluk dan mencium dahiku.

" Ayo bangun. Kau ada kelas hari ini. "

Aku mengerang lagi dan mendorongnya, membuatnya terjatuh dari tempat tidur.

" Aw! Sakit tahu! " teriaknya gusar.

Aku menengok ke bawah dan terkekeh. " Jangan sok sakit. Kamu kan tembus pandang, mana mungkin merasa sakit. "

Dia tersenyum dan tertawa melihatku. " Hehe. Tahu saja kamu. "

Aku mendengus. " Iyalah. Kan aku penciptamu. "

Lalu wajahku menjadi muram. Rasa sedih kembali datang kepadaku. Dia melihat kesedihanku dan berjongkok di depanku, menyentuh wajahku.

" Jangan sedih, cantik. "

Aku menggelengkan wajahku dan duduk di temoat tidur. " Tidak. Aku tidak sedih. Aku baik-baik saja. "

Lalu aku berjalan keluar dari kamar.

—-

Aku mendorong trolley belanjaku dan berjalan maju. Mencari barang-barang yang kuperlukan. Aku mengambil vitamin untuk perawatan rambutku dan memasukkannya ke dalam trolley.

Mimpi HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang