Sekolah Baru

20.3K 560 13
                                    

Biar lebih asyik, baca sambil dengar lagu di salah satu media diatas :)

            Di sinilah aku, di atas sebuah kereta elektromagnetik menuju ke tempat tinggal baruku. Ayahku sering berpindah-pindah tempat, membuat aku dan ibu selalu mengikutinya. Aku sempat protes kepada mereka dan membiarkan aku dan ibu untuk tinggal di Jakarta saja dan tak mengganggu pekerjaan ayah. Namun, ibuku tak mau berpisah dengannya.

Kali ini aku dan ibu lebih memilih berangkat menggunakan kereta elektromagnetik ini. Lebih laju daripada menggunakan mobil pribadi. Jalurnya juga melewati hutan-hutan dan pemandangan yang indah. Sekedar memanjakan mata dengan melihat pemandangan alam di negeri yang indah ini. Negeri yang modern dan maju namun tetap menjaga kelestarian alamnya. Menjadi tempat peraduan bangsa asing namun tetap menjadikan warga pribumi sebagai masyarakat yang mendominasi. Aku cinta negeri ini.

"Masih lama nggak, bu?" Tanyaku dengan suara yang lemah sambil menyandarkan kepalaku lagi di pundaknya.

"Nggak lama lagi. Tapi kalau kamu masih mau tidur, tidur saja. Nanti ibu bangunin." Jawab ibuku sambil mengelus rambutku dengan lembut. Aku pun tertidur kembali.

Sekitar 15 menit kemudian, ibu membangunkanku. Ternyata kami sudah sampai di tempat tujuan. Aku dan ibu turun dari kereta dan menghubungi ayah untuk memberikan petunjuk ke rumah baru.

"Halo yah. Kita udah sampe. Alamatnya dimana yah?" Kata ibu dengan senyuman di wajahnya.

"Oh, oke oke yah. Gak apa-apa kok yah, kami bisa kesana sendirian. Lanjutin aja kerjanya. Hati-hati ya! Dah!" Ibu menutup telepon. Setelah mengikuti petunjuk yang diberikan ayah, kami pun sampai.

Dua hari berikutnya, aku berangkat ke sekolah baru. Kebetulan sebelum berangkat kemari aku sudah mendaftar dan syukurlah diterima. Kata om Larry Page (a.k.a Google) bahwa sekolah ini adalah salah satu sekolah yang terbaik di daerah ini. Aku benar-benar tak sabar untuk bisa bersekolah di sekolah ini karena ini adalah sekolah yang terbaik!

Setelah bertemu dengan wali kelasku, akhirnya aku masuk kelas dan memperkenalkan diri di hadapan semua teman-teman baruku.

"Hai. Nama saya Sarah Lesmana – Waterman. Pindahan dari Jakarta. Umur saya 17 tahun. Ada pertanyaan?" Tanyaku dengan wajah riang. Namun mereka diam dan terlihat cuek. Bu Rina, wali kelasku menyuruhku untuk memilih satu bangku. Namun lagi-lagi tak ada seorang pun yang mau berbagi denganku. Alhasil aku duduk di bangku paling belakang dan sendirian.

Kring... Kring...

Jam istirahat tiba. Dengan kesan pertama yang buruk tadi pagi membuatku tidak mood untuk keluar dan bercengkrama dengan teman-teman baruku. Aku hanya duduk di bangkuku sendirian. Keadaan ini terus terjadi hingga jam pulang tiba.

Saat pulang, aku berjalan sendiri ke rumah tanpa ada seorang pun disampingku. Baru setengah jalan, tiba-tiba empat orang gadis dengan penampilan yang necis-necis menghampiriku.

"Hai anak baru! Namamu Sarah 'kan?" sapa salah satu dari mereka, seorang gadis bertubuh langsing dan tinggi semampai dengan rambut yang hitam dan lurus. Dia sungguh indah. Lekukan bibirnya yang merah membuatnya terlihat manis sekali. Aku menyambut tangannya yang terulur dan kulitnya yang sawo matang terasa lembut bak kain sutra.

"Iya." Aku tak sanggup mengalihkan mataku darinya. Aku pun malu untuk tersenyum, sebab sudah pastilah senyumanku tak semanis miliknya. Aku hanya terpaku mendongak menatap senyumannya, karena aku tak setinggi tubuhnya.

"Mau gak berteman sama kita?" tanyanya lagi. Angin melambaikan rambut hitamnya yang panjang.

"Mau banget. Nama kalian siapa ya?" jawabku.

"Gue Rika" sapa salah satu dari mereka lagi. Seorang gadis berkulit putih yang tampaknya ceria.

"Gue Lala" sapa salah satu dari mereka lagi. Seorang gadis bertubuh gemuk namun tampil cantik dengan pakaian yang bagus.

"Aku Sandra" dan gadis yang sangat indah tadi ternyata bernama Sandra.

"Kalau gue Astrid. Salam kenal ya!" sapa salah satu dari mereka lagi, seorang gadis yang tingginya sama denganku namun dia bertubuh kurus.

Aku mengangguk sambil menyalami mereka semua. Aku sangat bahagia, akhirnya ada yang mau berteman denganku. Kebetulan, rumah mereka searah dengan rumahku hingga akhirnya kami pun pulang berbarengan sambil berbincang.

"Ngomong-ngomong, kamu pindahan dari mana?" Tanya Sandra dengan suaranya yang merdu.

"Aku pindahan dari Jakarta, baru pindah kemarin." Jawabku dengan bahagia.

"Wah, pindahan dari ibukota! Katanya disana macet ya?" tanya Lala.

"Iya, macet."

"Oh..."

"Trus pindah kemari kenapa?" Tanya Rika.

"Ayahku pindah kemari karena urusan bisnisnya dan ibuku ingin mengikutinya, maka mau tak mau aku juga harus mengikutinya."

"Lah, kenapa tak tinggal disana saja sendiri? Kau sudah besar 'kan!" tukas Sandra.

"Naah..." aku menoleh padanya dengan wajah yang berbinar. Dia pintar sekali. "Kenapa tak terpikirkan olehku?"

"Ha ha..." Sandra memukul lenganku dengan sikunya. Aku tertawa kecil. "Nah, Sarah aku sudah sampai. Hati-hati ya!" Sandra berhenti di depan sebuah rumah dan melambaikan tangannya pada kami. Dia sudah sampai di rumahnya, jadi tinggal aku, Lala, Astrid, dan Rika. Karena rumahku cukup dekat dari sekolah, maka tak butuh waktu lama pula aku pun sampai di rumahku.

"Bye, guys!" aku melambaikan tangan sambil membuka pagar rumah. Mereka melongo melihat rumahku yang lumayan besar.

"Ini rumah?" Tanya Lala. Aku hanya tertawa kecil.

"Besar ya. Um, kami balik dulu ya!" pamit mereka. Aku melambaikan tangan hingga mereka pergi.

Hari-hari yang kelam terasa sudah ada di belakangku, dan aku yakin takkan kembali lagi. Aku sangat menyayangi dan yakin kepada keempat sahabat baruku bahwa mereka takkan membuatku sedih dan membawa penderitaan kedalam hidupku.

Seminggu berlalu dengan bahagia, namun lama-kelamaan aku mulai menyadari mereka melakukan hal-hal yang membuatku sedih dan sakit hati. Mempermalukanku, dan membuat hari-hariku semakin biru. Entah mengapa aku harus mengalami hal ini. Aku ingin pindah lagi ke sekolah lama bersama kawan-kawan baikku, namun aku sudah berada di pertengahan masa SMA-ku. Sangat sayang bila aku pindah.

Mungkin aku harus bersabar, Tuhan takkan memberikan cobaan lebih berat dari yang bisa ditanggung hamba-Nya.

—————————————————

gambar 1: Sarah(warna matanya diganti coklat ya, author tidak menemukan yang matanya warna coklat, jadi yang itu saja)

Insane Death Angel (Pendosa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang