01

35 14 2
                                    

Kisah ini dimulai saat kelas 10 dimana Ameira dan Annisa mereka berdua menjadi teman sekelas. Kelas X IPA 2 itu lah kelas mereka, kelas dengan berbagai macam tingkah laku murid, kelas yang biasanya orang mengatakan masuk dalam kelas unggul tapi bertolak belakang dengan kelas ini. Lihat saja sekarang adalah waktunya guru sedang mengajar tapi banyak sekali murid yang bertingkah, mulai dari tidur dengan menutup wajahnya dengan buku, ada yang sedang bergosip, ada yang hanya memutar bulpoinnya saja memandang lurus ke arah papan tulis tapi tidak memahami pelajaran, ada pula yang mencatat tapi sebenarnya tidak mencatat, dan ada pula yang benar-benar memperhatikan dan mencatat itu karna hanya anak teladan di kelas itu. Maklum sekarang adalah mapel sejarah mapel yang sangat dibenci hampir semua murid apalagi guru yang mengajar sudah tua membuat mereka mengantuk.

"Jadi anak-anak catat ini habis itu saya akan memberikan kalian tugas" suruh Bu Nuraini ia berjalan kembali ke kursi guru dengan pelan-pelan maklum karna beliau sudah lansia dan sebentar lagi akan pensiun.

"Ya Bu" jawab semua murid sebagian hanya diam saja malas mengerjakan karena mereka pasti tak akan paham apa maksud soal yang diberikan Bu Nuraini karena soal yang diberikan itu kadang tidak jelas sedangkan jika mereka menanyakan maksud soal tersebut Bu Nuraini akan memarahi mereka, jadi siapa yang tak malas coba mengerjakannya.

"Sudah selesai mencatatnya?" tanya Bu Nuraini.

"Sudah Bu" jawab semua murid ya ada yang memang benar-benar mencatatnya ada pula yang memotretnya secara diam-diam dan akan dikerjakan di rumah entah dikerjakan atau tidak yang penting memotretnya saja dan akan mengerjakannya jika buku catatan mereka harus dikumpul, memang contoh anak murid teladan.

"Kalau begitu kerjakan hal 145 sampai 147 dan harus dikumpul hari ini juga untuk penambahan nilai, jika ada yang tidak dipahami tanyakan saja kepada saya" suruh Bu Nuraini.

"Baik Bu"

Murid yang memang anak pintar sibuk mengerjakan sedangkan yang malas tinggal menunggu contekkan saja memang patut dicontoh.

"Bu, saya tidak mengerti untuk soal yang ini" kata salah seorang murid terpintar di kelas itu namanya adalah Fadhli. Ia maju ke meja guru sambil membawa buku paketnya.

"Gue yakin sih abis ini di Fadhli bakal kena semprot ama si Nenek" bisik Ifa teman sebangku Ameira.'Nenek' adalah panggilan murid-murid untuk Bu Nuraini karena Bu Nuraini yang memang sudah tua tapi jika di depan Bu Nuraini mereka akan memanggil 'Ibu' sedangkan di belakang mereka akan memanggil 'Nenek', memang anak murid minus akhlak.

"Itu sudah pasti" kata Ameira setuju dengan suara pelan.

Dan benar saja Bu Nuraini mengambil buku paket Fadhli sambil menatap Fadhli dengan tatapan marah.

"Kamu ini bagaimana sih kan tadi saya sudah jelaskan masa kamu tidak mengerti. Pasti kamu tidak mendengarkan saat saya menjelaskan ya?" tuduh Bu Nuraini dengan suara sedikit tinggi.

"Tuh kan padahal dia yang bilang sendiri kalo ada yang paham ditanyakan tapi pas ditanyain malah marah, hadeh capek deh" kata Ifa pelan sambil menghembuskan nafas, ia sudah lelah menghadapi guru seperti Bu Nuraini.

"Maaf Bu, kalau begitu saya akan kembali ke tempat duduk" kata Fadhli. Fadhli adalah tipe cowok dingin jika bicara hanya seperlunya saja, jadi ia memilih mengalah daripada harus debat sangat membuang waktunya.

"Kenapa kamu harus balik ke tempat duduk kan saya tidak memerintahkan nya. Sini saya akan jelaskan" Bu Nuraini mulai membaca soalnya dan menjelaskannya pada Fadhli. Fadhli hanya menghela nafas ia mencoba bersabar.

"Sabar untung guru, untung tua kalau enggak udah gue lakban tuh mulut" kata Fadhli dalam hati.

"Jadi kamu mengertikan?" tanya Bu Nuraini pada Fadhli.

GENGSI  {END}Where stories live. Discover now