"Kaisa mau diambil lagi? Wah berita besar ini!" Sherin kemudian berjalan ke lantai dua untuk menemui Caitlin dan Celyse untuk memberitahu berita ini. Namun saat dia membuka kamar Caitlin dan Celyse, dua orang itu tidak ada di kamarnya. Kemudian dia mencari mereka berdua di ruang perpustakaan. Nihil.

"Kemana mereka?" Gumam Sherin seraya menutup pintu ruang perpustakaan.

Kemudian Sherin menatap Kaysen dan ibu panti dari lantai dua. Atensinya tertuju pada Kaysen yang terlihat gelisah. Setelah Kaysen keluar dan ibu panti menutup pintu, Sherin menuruni tangga dan menemui ibu panti.

"Sherin?" Ibu panti berpapasan dengan Sherin.

"Ibu, kemana anak-anak lainnya?" Tanya Sherin seraya menatap sekitar.

"Mereka sedang berlatih bela diri dan panahan di tengah hutan. Karena halaman rumah kecil, jadi saya menyuruh mereka berlatih disana." Balas ibu panti dengan tenang.

"Sampai malam begini?" Perkataan Sherin tiba-tiba menyadarkan ibu panti bahwa malam telah tiba.

"Sudah malam? Ah, saya terlalu lama berbincang dengan Kaysen sehingga tidak menyadari hari telah larut. Lantas, apa mereka sudah kembali?"

"Tidak ada satu pun yang kembali, bahkan kak Arsene juga belum kembali. Seharusnya dia sudah tiba dengan membawa peralatan-peralatan bela diri serta panahan, bukan?"

"Kamu tetap disini dan jangan kemana-mana! Saya akan menjemput mereka. Sepertinya mereka tersesat!"

Sherin mengangguk. Kemudian ibu panti mengambil senter yang berada di dalam laci dan langsung berlari menuju hutan. Namun, saat kakinya akan masuk ke dalam hutan, tiba-tiba tubuhnya terpental jauh. Ibu panti merintih kesakitan karena sikunya terbentur batu besar hingga lecet. Bukan ibu panti namanya jika harus menyerah di tengah jalan. Dia mencabut tusuk kondenya dan menarik ujungnya hingga panjang dan menyerupai tongkat sihir. Kemudian dia mengarahkan benda tersebut ke pembatas tembus pandang.

Ibu panti menghancurkan pembatas tersebut. Tiba-tiba angin bergerak sangat cepat hingga pepohonan tidak mampu berdiri lagi dan berakhir tumbang. Ibu pamti berusaha masuk ke dalam hutan tersebut walaupun angin menjatuhkan rambutnya yang disanggul. Rambut hitam lebatnya terhempas ke belakang akibat angin yang begitu kencang. Kemudian dia berusaha mengucapkan beberapa mantra sihir untuk menghentikan angin ini. Setelah selesai membaca mantra, angin tersebut kembali bergerak normal.

"Huh! Menyusahkan saja!" Ibu panti menggulung rambutnya kembali dan menusuknya dengan tusuk konde di bagian tengahnya. Kemudian dia kembali berjalan untuk mencari mereka.

Arsene menyeringai setelah mengetahui bahwa kucing tersebut dapat berubah wujud menjadi manusia. Dia berpura-pura tersihir oleh Duca. Atensinya sesekali menatap Kaisa yang tengah kebingungan.

"Jadi, dia adalah makhluk yang akan menyelamatkan mangsaku!? Mari kita lihat bagaimana seekor tikus dan kelinci dapat mengalahkan seekor singa!" Batin Arsene seringai.

"Aubree sadarlah! Kamu bilang tidak akan mendengarkan perintah makhluk itu!?"

Aubree menghiraukan perkataan Kaisa, tatapannya kosong dan menghadap ke depan. Kaisa semakin khawatir sekaligus takut. Duca menghentikan langkahnya dan diikuti oleh semua orang yang berada di belakangnya. Kemudian dia berusaha menghilangkan kabut yang tebal ini dengan kekuatannya. Duca menggunakan kekuatan tengahnya untuk menghilangkan kabut ini. Tanpa dia sadari, kekuatannya dapat melukai sang pemilik kabut tersebut.

Arsene merasakan tubuhnya seperti terbakar, namun dia berusaha menahan rasa sakit itu agar tidak ketahuan oleh Duca. Kaisa merasakan hawa dingin yang berada di belakangnya. Hawa yang sama saat dia bertemu dengan makhluk itu di mimpinya. Karena ini, Kaisa semakin percaya bahwa makhluk yang berada di mimpinya benar-benar ada. Kemudian Kaisa menoleh ke belakang, dia menatap Arsene dengan kondisi yang sama seperti Aubree.

DOOZYOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz