Chapter 5

87 34 296
                                    

☞ Jangan lupa follow dan beri bintang serta comment

______________________________

"Hei! Aku kembali- segeralah selamatkan nyawamu yang begitu banyak karena sebentar lagi aku akan mencabut seluruh nyawamu!" Tutur Kaisa seraya menyeringai.

Ibu panti hanya menyeringai, "Cabutlah jika kamu bisa. Sekarang keluarlah kamu dari tubuh gadis ini!". Kaisa memunggungi ibu panti dan menatap bulan sabit. Ibu panti diam-diam berdiri dan sekali memanggil Kaisa, namun Kaisa terdiam. Hal tersebut membuat ibu panti yakin jika iblis itu masih menguasai tubuh Kaisa. Tangannya bergerak halus mengambil pisau lipat yang berada di sakunya.

"Hey! Aku tidak takut padamu. Cepatlah keluar dari tubuh gadis ini!" Tegas ibu panti seraya menegakkan pisau lipatnya.

"Jika aku tidak mau, bagaimana? Tubuh ini milikku sekarang!" Tuturnya tanpa menatap ibu panti yang sedang bergerak halus mendekati Kaisa.

"Aku hanya bisa berharap padamu agar kamu tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama, meskipun aku suka dengan kesalahan mu." Tambah-nya.

Ibu panti menusuk pisau tersebut ke punggung Kaisa. Tangannya bergetar. Kaisa terjatuh seraya merintih kesakitan karena pisau tersebut masih tertancap di punggungnya.

"Ibu-kenapa ibu bunuh Kaisa?" Rintih Kaisa seraya menatap ibu panti yang berdiri tegak dengan wajahnya yang pucat pasi.

"Sa-saya bukan.. saya tidak melakukannya! Saya hanya ingin dia keluar dari tubuhmu!" Balas ibu panti dengan wajahnya yang masih pucat.

*****

Lydia masuk ke pekarangan rumah melalui pintu belakang. Badannya diliukkan sejenak sembari menikmati udara pagi. Kemudian dia berjalan masuk ke dalam pekarangan untuk melihat-lihat. Banyak tumbuhan bambu yang menjulang tinggi memenuhi pekarangan, tentu saja bambu hijau. Ingat, hanya bambu tak ada tanaman selain itu. Udara pagi menentramkan hatinya sebelum bertemu dengan musuhnya. Kaisa. Jari-jemarinya mulai menyentuh satu persatu bambu tersebut.

"Sayang sekali jika tidak dimanfaatkan dengan baik," Tutur Lydia seraya menatap bambu yang ada di hadapannya.

"Lydia!!" Panggil Sherin sembari berlari ke arah Lydia.

"Kenapa?" Tanya Lydia.

"Tahu nggak sih?" Tutur Sherin dengan mata berbinar-binar. Lydia hanya mengernyitkan dahinya.

"Kamu tahu dokter yang waktu itu rawat kamu sewaktu kamu kecelakaan? Kemarin dia datang kesini!!!" Sambung Sherin.

"Dokter Valentin?" Tanya Lydia memastikan, jika saja Sherin berbohong maka dia akan menendangnya. Sherin mengangguk mantap.

Kala itu, pada hari yang sama saat Teon dan Kaisa mengalami kecelakaan, mobil yang mereka kendarai tak sengaja menabrak Lydia dan Sherin yang tengah berboncengan sepeda menuju swalayan. Lydia mengalami benturan tak cukup parah dan Sherin hanya mengalami luka kecil di betisnya. Setelah beberapa lama, orang-orang mulai menolong mereka berdua dan membawanya ke rumah sakit. Sherin yang sedang menangis sesenggukan seraya menunggu Lydia tersadar di bangsal rumah sakit. Seorang dokter dan dua perawat masuk ke dalam ruangan ini. Dokter tersebut memeriksa keadaan Lydia.

Karena tak tega melihat Sherin yang terus menangis, dokter tersebut mengusap pelan rambut Sherin.

"Sudah jangan menangis lagi, temanmu hanya pingsan sebentar lagi juga sadar." Tutur dokter tersebut seraya tersenyum dan mengusap rambut Sherin.

"Tapi kap.." Sherin terpaku setelah menatap wajah rupawan dokter itu. Hatinya berdegup kencang. Sherin memalingkan wajahnya dengan menunduk.

"Tapi kapan dia akan siuman?" Tutur Sherin seraya menyembunyikan wajah merahnya.

DOOZYWhere stories live. Discover now