Part 6

352 37 2
                                    

"Selamat pagi, Sayang. Kau sedang apa?" tanya Jack menyapa Victoria yang berdiri di meja makan, saat istrinya itu terlihat sedang mengatur sesuatu di sana. Ia sudah rapi dengan setelan kerjanya, bahkan jas berwarna hitam kurobeni telah melekat di tubuh atletisnya.

Beberapa detik sempat terpana pada pemandangan yang dilihat oleh kedua netra abu miliknya, Victoria pun secepat kilat memberi jawaban, "Aku sedang menyiapkan sarapan pagi untuk Anda, Tuan Thomson. Aku membuatkanmu pancake dan memberi es krim di atasnya sebagai topping. Itu kesukaanmu, bukan?"

Mendengar hal tersebut, seulas senyuman manis hadir di wajah tampan Jack. Tentu saja Victoria segera menyadari terjadi sedikit perubahan di sana, pada janggut putih yang sudah berubah menjadi hitam seluruhnya.

"Terima kasih, Sayang. Em, mengapa kau melihatku seperti itu? Apa aku terlihat aneh?" tanya Jack mendapati tatapan Victoria yang tiba-tiba saja berubah untuknya.

"Aneh? Memangnya apa yang kau lakukan sampai aku harus menganggapmu pria aneh, hm?" Victoria pun kembali bersuara, tetapi bukan memberi jawaban tentang perubahan warna janggut Jack, melainkan justru melemparkan sebuah pertanyaan.

Terkekeh pelan sembari mengebas tangannya ke udara, Jack berjalan semakin mendekat, dan meraih kursi yang berada di dekat Victoria, "Hahaha! Lupakan saja, Sayang. Ayo kita sarapan. Aku ingin mengajakmu menemui Dokter Clara Robert hari ini, untuk memeriksakan kesehatan reproduksi kita berdua."

"Apa?! Un..untuk apa kita harus me..melakukan itu? Bukankah katamu ..." Jack mengatakan sesuatu yang mengejutkan bagi Victoria, bahkan berhasil membuat kalimat mengantung itu juga terdengar di sana.

"Duduklah, Sayang. Aku hanya ingin mempermudah urusan kita. Kau ingin secepatnya mengandung, bukan?" tanya Jack yang langsung disambut oleh anggukan kepala Victoria, "Kita akan mendapatkannya dengan cara in vitro fertilization saja, Sayang. Pembuahan sel sperma dan sel telur milik kita berdua akan terjadi di luar, lalu bibit anak laki-lakilah yang harus dimasukkan ke dalam rahimmu. Apa kau sudah paham maksudku?" sambungnya lagi, benar-benar menciptakan tanda tanya besar di dalam diri sang istri.
   
Tanpa bisa dicegah, Victoria kembali melayangkan pertanyaannya, "Mengapa harus memakai metode aneh itu, Jack? Bukankah kita sudah mencobanya secara alami?"
     
Tentu saja Jack yang mendengar pun tertawa, bahkan di setiap detik kekehannya semakin keras terjadi. Ia memotong pancake di depannya menggunakan pisau makan, memasukkan suapan pertama itu ke dalam mulut, dan tersenyum lagi ke arah Victoria penuh arti.
    
"Ini enak sekali, Sayang. Rasanya seperti memakan buatan ibuku," ujar Jack mengulurkan jarinya ke wajah cantik Victoria untuk mengelus pipi putihnya.
    
Ada perasaan tak menentu dari dalam diri Victoria saat ia menerima perlakuan manis tersebut, membuat kedua kelopak matanya terpejam.
    
"Aku sangat mencintaimu, Victoria ... Hanya saja, kau mencintai koki sialan bernama Arthur Williams, dan itulah alasan mengapa sebaiknya kita menempuh jalur in vitro fertilization saja. Kurasa ... memaksakan diri agar kau bisa mencintaiku juga adalah sesuatu yang sia-sia. Jadi mulai hari ini, aku membebaskanmu untuk melakukan apa saja sesukamu," terang Jack menggunakan intonasi suara begitu lembut, lengkap dengan segaris senyuman manisnya.
    
Shit!
    
"Jack? Aku--"

"Ssttt ... Ini lebih baik, Sayang. Kau bisa dengan cepat mengandung dan melahirkan, lalu perjanjian kita pun selesai. Bukankah itu yang kau harapkan?" sela Jack saat Victoria berusaha mengeluarkan kalimatnya.

Satu potongan kecil pancake juga disodorkan Jack ke dalam mulut Victoria, bahkan saat lelehan es krim meluap, dengan cekatan lelaki berusia tiga puluh empat tahun itu menyambar serbet makan, dan membersihkan sudut bibir sang istri.

Seharusnya Victoria merasa senang akan keputusan yang Jack berikan padanya, agar keinginannya menikah dengan Arthur semakin cepat terlaksana.

"Apakah ... aku juga akan kembali ke kamarku lagi jika--"

"Ya, Sayang. Kau boleh melakukannya. Beristirahatlah kembali di kamarmu, agar saat proses memasukkan calon anakku ke dalam rahimmu benar-benar terjadi. Saat kita menjalankan rencana itu, tubuhmu harus dalam keadaan sehat, Victoria. Ini jauh lebih mudah daripada membuatnya secara alami, bukan?" sela Jack sekali lagi memberi penjelasan dan kali ini ia berhasil membuat bola mata abu milik Victoria berkaca-kaca. Semua yang terdengar memang terasa sangat praktis, tetapi tidak untuk batinnya, ketika satu demi satu kalimat penjelasan terulang kembali di isi kepala.

Sikap manis Jack terasa seperti sebuah timah panas yang melesat dari cylinder revolver akibat seseorang menarik tuasnya, menembus hingga ke dalam jantung Victoria, dan menyebabkan kematian.

"Makanlah, Jack. Aku tak suka pancake. Jadi aku menyuruh Bibi Marlyn membuatkan jus untukku, seperti biasanya," ujar Victoria mulai menggeser tubuh ke sisi kiri, bentuk dari rasa kesalnya pada Jack. Ia berharap lelaki itu akan peka dengan keputusan gila itu, tetapi yang terjadi malah sebaliknya.

"Baiklah, Sayang. Aku tidak akan memaksamu lagi, tapi sungguh ... Pancake buatanmu ini membuatku mengingat ibuku," balas Jack meraih jemari Victoria dan menciumnya cukup lama. Air mata yang sejak tadi tergenang pun luruh begitu saja tanpa bisa dicegah.

Victoria merasa sedih dan senang di satu waktu yang sama, membuatnya dengan cepat menarik tangan dari genggaman Jack.

"Sayang, kau mau ke--"

"Cukup, Jack! Kau ingin tahu apa tanggapanku tentang in vitro fertilization yang kau jelaskan tadi padaku?!" hardik Victoria setengah berteriak di depan Jack, usai ia beranjak dari posisi duduk.

Hal tersebut benar-benar mengejutkan bagi Jack dan ia pun kembali bersuara, "Ada apa, Sayang? Kita bisa membicarakan semuanya dengan ba--"

"Cukup, Jack! Aku tidak ingin bicara apa-apa lagi denganmu! Kau boleh melakukannya, tetapi mulai detik ini, berhentilah bersikap manis padaku! Aku tidak ingin kau panggil sayang, aku tidak ingin mendengar kau memujiku, aku tidak ingin mendengar pengakuan cintamu lagi, dan aku tidak ingin kau cium seperti ta-- hemph!" Victoria secepat kilat menyela ucapan Jack dan berujung pada sebuah cumbuan panas yang lelaki itu lakukan padanya.

Jack membawa Victoria merapat ke tembok sembari terus menyesap bibir istrinya, melilit lidah tak bertulang itu, dan dengan sengaja membangkitkan gairah mereka berdua.

"Jack ...."

"Ya, Sayang ... Aku selalu suka kau menyebut namaku seperti itu," lirih Jack yang kini mulai menjelajah di sepanjang leher Victoria dengan begitu seduktif. Tak tanggung-tanggung, ia juga mengangkat sebelah kaki jenjang wanitanya ke atas, bermain di antara kulit yang terasa sangat halus, mulai menyingkirkan g-string ke sebelah kiri, dan memasukkan satu jarinya di sana.

"Kau benar-benar gila! Cu..kup, Jack! Cuk-- Ough!" Tentu saja desah nikmat milik Victoria semakin keras menggema, lebih-lebih saat jari Jack kian dalam bergerak di bawah sana.

"Aku menginginkanmu, Sayang ... Ough, shit! Kau membuatku semakin gila ... Jangan tinggalkan aku!" sahut Jack melepas bibirnya dari dada Victoria, menurunkan tubuhnya, dan dengan jelas ia bisa melihat betapa menggairahkannya Victoria akibat ulah nakalnya.

"Jack, kau-- Ough, yes!" Sungguh! Jack tak bisa berhenti sampai di situ saja, ketika kenikmatan itu semakin terjadi. Ia mulai membenamkan wajahnya di antara kedua kaki jenjang, membelai milik Victoria yang mulai mengeluarkan aroma khas, bahkan sesekali bermain dengan daging kecilnya.

Pemandangan tersebut ternyata menjadi konsumsi beberapa pelayan yang melintas di depan koridor ruang makan, tetapi dengan cepat pula Maria menghalau mereka semua, "Kalian dibayar untuk bekerja, bukan menonton!"

"Ba-baik, Mom ..." Kepala Pelayan itu mengusir anak buahnya agar kembali bekerja.

"Berikanlah kami tangisan bayi yang lucu secepatnya, Tuan. Pertahankan Nyonya Victoria di sini dan jangan biarkan Chef Arthur merebutnya dari Anda," gumam Maria sebelum ia juga beranjak pergi, meninggalkan pasangan itu di ruang makan.

Satu per satu keduanya kini saling berbagi gairah, meluapkan semua rasa yang menggelora, dan juga memuaskan hasrat masing-masing. Cinta memang benar-benar terasa rumit ketika rasa itu bergerak semakin dalam, menimbulkan banyak ego, bahkan tak jarang kesakitan adalah bagian terbanyaknya.

***

BERSAMBUNG ....

The CEO Suddenly LoveМесто, где живут истории. Откройте их для себя