dekapan syair

13 2 2
                                    

Dengarkanlah nyanyian sang peri
Sang anak melantunkan syair
Lantunan syahdu untaian kata
Selintang garis takdir, ia akan membawamu pergi

Saat malam tiba, para paus bungkuk akan terbang menuju langit, membawa sejuta harapan yang kau tulis. Para bintang menari, tergantung di atas sana menyinari dunia.

-kisah lama Dreamland; Bintang dan Paus Bungkuk.

-----------------

"Selamat malam tuan putri. "

Itulah kata pengantaran seorang orang tua kepada anaknya sebelum tidur, tenggelam dalam mimpi-dunia penuh imajinasi-di mana segala fantasimu berpedar. Namun, aku tak mendapatkan hal itu. Sebab, bukan Ibu yang mengucapkannya.

Aku lalu menarik ujung selimut hingga menutupi batang hidungku, menyisakan sepasang mata mungil bermanikan kastanye.

***

"Bangunlah, Day Dream..."

Samar-samar aku mendengar suara seseorang menyebut kata "Day Dream" Entah mengapa aku merasa bahwa Day Dream yang dipanggil adalah aku yang tengah memejamkan mataku.

Suara itu terus memanggilku, hingga ketiga kalinya, pada akhirnya aku memutuskan untuk membuka mataku.

"Kalopsia, bagaimana jika kita memanggilnya Kalopsia, bukanlah itu lebih indah daripada Day Dream?"

"Apa maksudmu, O Malice, Day Dream terdengar lebih menawan daripada Kalopsia yang terdengar sangat kuno,"

"Psst, hentikanlah kalian berdua! Day Dream telah bangun,"

Begitu aku membuka sepasang matanya, tiga orang berwujud aneh telah menyambutku yang terkapar di bawah pohon besar nan rindang.

Aku sempat mengerjapkan matanya, mengucek-ucek untuk memastikan bahwa ini bukanlah mimpi. Namun, di lihat dari sisi manapun ini memanglah mimpi. Terlalu nyata untuk disebut sebagai mimpi.

"Selamat dalam di Dreamland!" Sesosok pria mengenakan topeng kelinci berwarna putih lengkap dengan Butler suit hitamnya langsung menyambutku.

Sementara itu dua sosok lainnya; wanita dengan tampilan misterius serba hitam dan pria dengan tampilan menyeramkan serba putih tengah berdebat satu sama lain. Mereka menghentikan perdebatan mereka begitu aku terbangun dari tidurku.

Aku lalu bangkit berdiri dibantu oleh pria bertopeng kelinci lalu memandang sekelilingku.

"Tunggu! Ini di mana? Mengapa aku tiba-tiba berada di atas bukit hijau?"

Aku semakin terkejut bukan main, masalahnya bukan hanya masalah aku yang tiba-tiba terdampar di tempat antah berantah berlokasikam bukit hijau melainkan pemandangan aneh nan autentik. Paus terbang, ular berkaki, rubah menyelam, ikan lompat, ini adalah pemandangan yang mengejutkan bagiku. Sebuah kemustahilan untuk direalisasikan di dunia nyata.

"Sudah dia katakan, kamu sekarang berada di Dreamland. Ini adalah dunia imajinasi yang kamu bangun,"

Butuh lebih dari sekadar satu menit bagiku untuk memahami perkataan yang mudah untuk di pahami namun sulit di cerna. Baiklah, poin pertama adalah, diriku sekarang tengah berada di dunia fantasi buatannya-mimpi-tetapi poin keduanya adalah, bagaimana bisa mimpi ini terasa begitu nyata.

Daripada membuat ketika sosok itu bertanya-tanya aku pun mengangguk paham walaupun aku sendiri masih tak percaya dan saling melemparkan pendapat ke dalam jouska.

Ini pasti lucid dream. Tunggu, jika benar, mengapa aku tak bisa mengendalikannya?

"Baiklah, mari kita naiki paus bungkuknya dan menuju ke langit lalu mengambil bintangnya!" seru pria bertopeng kelinci.

"Sebelum itu izinkan kami memperkenalkan diri. Panggillah aku Mr. rabbit, lalu wanita muram di sampingku adalah O Malice dan pria aneh di sampingnya adalah Freedom,"

Baiklah, mereka memiliki nama yang cukup aneh dan cukup cocok dengan penampilan mereka yang aneh.

Wanita bernama O Malice itu mengenakan pakaian simpel dengan jubah hitam yang menutupi dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sementara Freedom, entah mengapa wujudnya terasa lebih menyeramkan daripada O Malice bagiku. Kulitnya seputih bulu angsa, memiliki empat pasang sayap berwarna putih, aku tak melihat wajah sebab wajahnya tertutupi oleh coretan tinta biru. Lalu, sepasang cincin emas yang selalu berputar mengitarinya.

"Sanela,"

A Trip To The SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang