Erico tidak menjawab. Dia memilih melahap makanan yang baru pertama kali dia makan dalam hidupnya. "Enak! Bagus juga pilihanmu."

Sarena memiringkan kepala, menatap Erico yang telah kembali seperti biasa. "Iya, dong!" jawabnya. "Saya pesan rendang. Bapak mau nyoba?"

"Kamu nawarin saya?"

"Iyalah!" Sarena membuka kotak makanannya dan melihat dua potong rendang berukuran sedang. Dia mengambil sendok dan memindahkan rendang itu ke kotak makan Erico. "Silakan."

Erico menunduk dan melihat rendang itu ada di kotak makannya. "Kamu yakin ngasih daging ke saya?"

Sarena mengangguk. "Emang kenapa? Saya bisa makan ini aja!" Dia menunjuk potongan rendang yang ukurannya lebih kecil.

"Kamu baik juga!" Erico memotong rendang itu menjadi dua kemudian mengembalikan ke Sarena. "Saya nggak setega itu."

"Beneran, buat Bapak aja!"

"Enggak!"

Sarena tersenyum. Meski itu kejadian kecil, tapi menurutnya berarti. Artinya Erico benar peduli. Tidak seperti penampilannya yang terasa susah didekati.

"Selain makanan ini, apa aja makanan favorit kamu?" tanya Erico sambil terus melahap.

"Gulai otak! Beberapa orang nggak suka, sih, tapi saya suka."

"Emang enak?"

"Enaklah!" jawab Sarena sambil tersenyum. "Bapak mau coba?"

Erico bergidik. Namun, melihat senyum Sarena yang sampai ke mata dia jadi penasaran rasa otak itu seperti itu. "Otak sapi, kan?"

"Otak buaya!" jawab Sarena tanpa pikir panjang. "Ya otak sapilah, Pak! Kalau otak buaya tambah playboy nanti." Sarena terkekeh.

"Saya nggak playboy."

"Kan, buaya identik dengan playboy."

"Tapi buaya itu hewan setia."

Sarena mengangguk enggan mendebat. "Tunjang juga enak. Belum coba juga?"

Erico menggeleng lagi. "Tunjang itu apa?"

"Kikil kaki sapi."

"Makanan kamu ekstrim semua, ya?" Erico menatap Sarena heran.

Sarena melotot tidak terima. "Ekstrimnya di mana? Otak sama kikil itu boleh di makan. Hidungnya sapi aja boleh dimakan."

Erico bergidik sekali lagi. "Saya jarang makan yang aneh-aneh."

"Kalau gitu, kapan-kapan saya ajak makan yang aneh-aneh," ujar Sarena seperti sebuah janji. "Pernah makan bekicot?"

"Lihatnya aja udah geli!"

"Enak tahu! Sate bekicot itu mantep." Sarena mengacungkan jempol. "Terus rica-rica kepala bebek."

"Aduh!" Erico mengusap kening. "Mending jangan cerita, deh, daripada nafsu makan saya hilang."

Sarena mendengus. "Makanan enak semua itu."

"Tapi saya geli!" Erico benar-benar merinding. Dia tidak menyangka Sarena menyukai makanan yang jarang disukai orang. Kepala bebek? Erico bingung bagaimana cara makan kepala bebek.

Sarena diam-diam memperhatikan. "Bapak nggak lagi mikir cara makan kepala bebek, kan?" tebaknya. "Tenang, bibir bebeknya udah nggak ada."

"Saya kira kamu makan."

"Gila aja!" jawab Sarena cepat.

Erico menatap Sarena sambil menahan tawa. Ada yang berbeda dengan Sarena, wanita itu bisa menghidupkan suasana saat makan. Sebelumnya, dia selalu memakan makanan yang monoton dan hanya makan tanpa banyak berbicara.

All I Need is Your LoveWhere stories live. Discover now