BAB 01

14.4K 758 5
                                    


"Sejauh ini tidak ada perkembangan berarti dari pasien, jika dalam waktu sebulan kedepan kondisinya tetap seperti ini, saya harap kamu bisa siap ya menghadapi beberapa kemungkinan yang mungkin tidak sesuai dengan usaha dan harapan kita semua"

Aruna mengusap wajahnya kasar, sedari tadi ia terus memikirkan ucapan dokter tentang kondisi terbaru ayahnya yang tak ada perkembangan sama sekali padahal sudah hampir satu tahun beliau harus dirawat dan melewati beberapa kali operasi jantung yang cukup besar.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya staff administrasi begitu Aruna sampai disana dan berniat untuk menanyakan tentang biaya perawatan sang ayah yang semakin hari semakin besar saja dan berniat untuk membayarnya dengan cara mencicil, jika bisa.

"Saya mau menanyakan tagihan biaya perawatan pasien atas nama bapak Amar" balas Aruna

"Kamar Melati 21" lanjutnya memperjelas

"Baik, tunggu sebentar ya"

"Untuk tagihan atas nama tersebut semuanya sudah dibayar termasuk hari ini" balas staff tersebut membuat Aruna sangat terkejut dengan hal itu.

"Lunas?"

"Benar,"

"Apa saya boleh tau siapa yang melunasinya?" Tanya Aruna

"Beliau tidak memberitahukan namanya, tapi tadi beliau sempat mengatakan akan mengunjungi pasien " balas staff tersebut membuat Aruna berpikir untuk langsung segera mencarinya ke kamar rawat sang ayah dan berharap orang tersebut berada disana.

"Terima kasih banyak untuk informasinya" balas Aruna sebelum pergi menuju kamar rawat ayahnya dengan sedikit tergesa.

Tak sampai lima menit, Aruna sampai disana dan benar saja, di dalam ada sosok lelaki yang baru kali ini ia lihat sekaligus menjadi orang pertama yang menjenguk ayahnya.

"Maaf, anda siapa?" Tanya Aruna begitu bersitatap dengan lelaki psruh baya itu.

"Kamu pasti Aruna? Anaknya Amar?" Ucap laki-laki itu balik bertanya membuat Aruna bingung sendiri

"Nama saya Bagas, Saya sahabat ayah kamu," terangnya membuat Aruna mengerti sekarang.

"Sudah dari setahun lalu saya mencari keberadaan kalian dan baru kemarin saya mendapatkan informasi yang membuat saya akhirnya menemukan kalian"

"Setelah perusahaan ayah kamu dinyatakan bangkrut, saya ingin berusaha menolong namun sayang saya kehilangan kalian" lanjutnya menceritakan bagaimana dulu ia mencari sahabatnya itu hingga akhirnya bisa menemukannya setelaj pencarian yang cukup panjang.

"Maaf, apa bapak juga yang membayar biaya rumah sakit papa saya?" Tanya Aruna langsung

"Anggap saja sebagai bayaran dari penyesalan saya karena dulu terlambat untuk menolong kalian" balasnya

"Saya bingung harus bagaimana membalasnya, tapi terima kasih banyak untuk semua bantuannya" balas Aruna yang sangat berterima kasih pada teman ayahnya itu. Jika saja tak ada beliau mungkin saat ini Aruna sudah akan sangat kebingungan mencari uang untuk biaya perawatan.

"Saya senang membantu kalian"

Malamnya, Aruna harus kembali bekerja seperti biasanya. Gadis itu bekerja disalahsatu bar yang ada dipusat kota, tempat yang sama dimana ia bertemu dengan Langit beberapa bulan yang lalu. Begitu juga dengan hari ini.

Ia kira, setelah urusannya selesai dengan Langit, mereka tak akan bertemu kembali. Namun nyatanya pekerjaan membuatnya harus sesekali berhadapan lagi dengan Langit yang memang hampir setiap malam selalu datang kesana bersama temannya.

"Hai Aruna," sapa Ray, sahabat dari Langit yang dengan ramahnya selalu menyapa Aruna saat mereka bertemu berbeda dengan Langit yang akan bersikap seolah mereka tidak saling mengenal satu sama lain.

Aruna hanya membalasnya dengan senyuman tipis sembari menyimpan minuman yang Ray dan Langit pesan untuk mereka berdua.

"Buru-buru banget, duduk dulu sini temenin kita" lanjutnya membuat Aruna langsung saja menolaknya. Bekerja ditempat hiburan malam memanglah mempunyai resiko yang cukup berbahaya dimana ia tak jarang dipandang sebelah mata bahkan dilecehkan oleh beberapa pengunjung sekalipun mereka tau jika Aruna hanya bekerja sebagai pelayan tidak lebih.

"Maaf Mas, pekerjaan saya masih banyak. Kalo begitu saya permisi" ucap Aruna berpamitan sebelum ia melirik sekilas kearah Langit yang juga tengah menatap kearahnya membuat hawa gugup seketika menyeruak dalam diri Aruna

"Minum Lang, kalo lo ngajakin gue kesini cuma buat liatin lo bengong mending gue cari cewek disini" ucap Ray begitu ia menyadari jika Langit tak banyak bicara sejak tadi. Langit memang bukan tipikal orang yang banyak bicara hanya saja ia juga tak sediam ini jika mereka tengah bersama.

"Pusing gue Ray. Bokap masih kekeh buat jodohin gue sama anak dari temennya itu" terang Langit meneguk segelas minuman yang membuatnya mengernyit merasakan rasanya.

"Emang bokap lo udah nemuin orangnya?" Tanya Ray. Ia sempat mendengar cerita perjodohan itu dari Langit beberapa bulan yang lalu namun tak menemui kejelasan hingga sekarang temannya itu kembali menceritakannya.

"Katanya udah, tapi gue males buat cari tahu" balas Langit

"Berarti bentar lagi lo Married?"

"Gue kayaknya gak punya pilihan, berdoa aja semoga cewek itu gampang buat diajak kerja sama daripada gue harus kehilangan hak gue" terang Langit yang memang tak akan pernah bisa menerima jika harta milik sang ayah yang menjadi haknya hilang begitu saja hanya karena ia menolak untuk dijodohkan dengan wanita yang sampai detik ini belum ia ketahui.

"Maksud lo nikah kontrak?"

"Mungkin, apapun itu asal bokap gue gak tau" balas Langit lagi.

"Kita liat aja nanti, siapa tau kalo udah nikah lo jatuh cinta beneran sama dia. Gak ada yang tau Lang"

Langit mengedikkan bahunya acuh. Ia tak sampai berpikir sejauh itu, tujuannya hanya untuk mendapatkan kepercayaan ayah dan ibunya setelah itu mereka selesai.

Disisi lain, Aruna yang baru selesai bekerja kini berjalan tergesa-gesa ketika ia menyadari ada yang mengikutinya dibelakang sehingga membuatnya benar-benar ketakutan. Dan benar saja, begitu ia sampai diparkiran bawah, beberapa orang datang dan langsung mencekal tangannya membuatnya harus meronta meminta untuk dilepaskan

"Lepasin!" Sentak Aruna sembari berusaha melepaskan cekalan dilengannya itu.

"Ayolah jangan jual mahal terus," ucap salahsatunya membuat Aruna kian merasa takut

"Tolong!" Teriaknya lagi sebelum salahsatu dari empat orang itu melayangkan tangannya kearah Aruna yang langsung memejamkan matanya takut. Namun, pukulan itu tak kunjung mendarat di pipinya bahkan cekalan pada kedua tangannya kini terlepas berganti dengan suara keributan yang terjadi didepannya. Ada Langit dan juga Ray disana, membantunya dengan menghajar orang-orang yang mengganggunya tadi hingga mereka lari dan pergi begitu saja dari sana.

"Lo gak papa?" Tanya Langit membuat Aruna menggeleng pelan masih sangat terkejut dengan kejadian yang menimpanya barusan.

"Lo yakin?" Tanya Ray menambahkan. Dan Aruna mengangguk yakin

"Makasih," ucapnya walaupun sedikit tak jelas karena suaranya yang bergetar

"Mending sekarang lo pulang sama kita, gue takut mereka ngikutin lo lagi"

Oh My Bad Guy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang