🔮𝐏𝐫𝐨𝐥𝐨𝐠𝐮𝐞🔮

10 11 4
                                    

Angin berhembus kencang sore ini. Untungnya, sekarang aku memakai jaket. Kalau tidak, pasti kamu akan memarahiku 'kan? Aku masih duduk disini-ditemani senja yang sangat indah. Jujur, aku merindukanmu, Jiu-ssi.

Aku selalu berharap agar kamu bisa datang ke sini, dan memelukku dengan hangat. Tapi, aku sadar. Itu benar-benar hal yang sangat mustahil untuk terjadi.

Sudah 3 tahun berlalu, dan aku masih sayang padamu. Entah kenapa, aku tidak bisa melupakan semua kenangan dan perasaan itu. Apakah kamu tahu? Semua kejadian yang terjadi pada saat itu, masih terekam dengan jelas di ingatanku. Seakan-akan, kejadian itu baru terjadi kemarin.

Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Sepertinya, air mataku sudah habis, haha. Kalau boleh bilang, sekarang aku hanya ingin hidup dengan tenang, Jiu-ssi. Hidup, tanpa harus memikirkanmu. Bolehkah aku hidup seperti itu?
Apakah kamu-

"Luna-yaa!" Lihat Jiu-ssi, tiba-tiba saja, suaramu itu terdengar olehku. Suara itu ... aku benar-benar merindukannya. Andai aku bisa melihatmu lagi.

"Luna-yaa!" Cukup. Aku tidak mau mendengar suara itu lagi. Aku berusaha untuk menutupi telingaku dengan kedua tanganku.

Setelah beberapa saat, suara itu menghilang. Tiba-tiba saja, hujan datang dan membasahi tubuhku. Aku tidak ingin pergi dari sini, Jiu-ssi. Maksudnya, sebentar lagi. Sebentar lagi, aku akan pergi dari sini.

Bau khas dari hujan, tercium oleh hidungku. Rasanya ... sangat tenang. Aku memejamkan mataku, dan mulai bersenandung kecil.

"Luna-ssi." Aku menghela napasku. Suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras, jelas dan benar-benar mirip suaramu. Sebenarnya, aku tidak ingin membuka mataku dan ingin terus mengabaikan suara itu. Tapi, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku.

Aku membuka mataku, dan menoleh ke belakang. Terlihat ada seseorang yang membawa payung berwarna biru langit, ia memakai kemeja warna mocca milik Jiu. Aku sangat kenal dengan kemeja itu. Dan, dia tersenyum kepadaku. Tapi, ada yang lebih penting dari itu, mukanya. Mukanya ... benar-benar mirip denganmu, Jiu-ssi. Bukan hanya sekedar mirip, tapi ini benar-benar kamu!

Aku langsung berdiri dan memeluknya. Wangi parfum yang sangat aku rindukan, sekarang bisa tercium lagi oleh hidungku. Tanpa disadari, air mataku jatuh begitu saja.

"Jiu-ssi, aku kangen banget sama kamu." Ia tidak menjawabnya, ia hanya membalas pelukanku.

"Kalau ini mimpi, aku nggak mau dan nggak akan pernah mau bangun dari tidur ini. Aku ... aku kangen banget sama kamu!"

"Luna-yaa," katanya.

"Sebentar. Makasih banyak buat semuanya, Jiu-yaa. Makasih udah muncul lagi dihadapanku, meskipun ini cuma mimpi. Aku ... sayang banget sama kamu."

"Jiu juga, sayang banget sama kamu."

Dia menghela napasnya. "... Luna-ssi," ucapnya, setelah beberapa saat.

"Hm?"

"Ini bukan mimpi. Dan ... sebenarnya, aku bukan Jiu."

"Nggak. Ini kamu, Jiu-ssi. Aku beneran tahu sama wangi parfum ini, kemeja ini dan ... pelukan ini."

"Maaf. Aku bukan dia." Sekarang dia melepaskan pelukannya dariku. Dia menatapku, dan tatapan mata itu mirip dengan Jiu, mata coklat itu ... benar-benar mirip sekali. Tapi, entah kenapa rasanya ada yang berbeda darinya.

"Te-terus, kamu siapa?" tanyaku.

***

Trms sdh membacaᥫ᭡ Janlup vote yaw! Biar Blue semangat buat lanjutin kisahnya. Nggak susah kok, tinggal klik bintang yang ada di ujung kiri bawah, kritik dan sarannya juga boleh bgt!

See you in the next chapter﹗

Ephemeral Where stories live. Discover now