Tempat Kerja

210 71 9
                                    

Tangan Lara dengan cekatan membersihkan make up yang melekat pada wajah Sagar. Gadis itu tak habis pikir bagaimana bisa lelaki di depannya ini memiliki ide yang begitu gila. Beruntung Kristal tak banyak protes pada kelakuan adiknya, ia hanya berpesan pada Lara untuk mengendalikan Sagar karena anak itu semakin lama semakin gila.

"Yang bersih ya, gue mau ketemu cemceman gue soalnya." Lara mencibir Sagar yang selalu memiliki waktu untuk bertemu gadis baru.

"Lo sekali nggak ketemu cewek-cewek lo bisa nggak sih? Heran gue hidup lo mainin cewek aja." Sagar merasakan sensasi menyenangkan ketika jemari Lara menyentuh sudut bibirnya, tapi sekonyong-konyong ia berusaha untuk tetap bertingkah biasa saja.

"Gue nggak mainin mereka. Mereka yang mainin gue." Sagar bertingkah seolah dia adalah korbannya di sini dan tentu saja Lara tak akan percaya, dari dulu Sagar selalu hobi mengejar dan ketika sudah mendapatkan lelaki itu cenderung mudah bosan.

"Mainin apaan, orang lo yang ninggalin mereka." Sagar berdecak tak setuju.

"Mereka bosen sama gue Ra, terus mutusin gue sama alasan yang gak make sense. Dia bilang gue terlalu peduli sama lo padahal lo tau sendiri gue paling males kalo ketemu lo." Sagar tak pernah tahu bahwa sekarang malaikat pencatat amal buruk sedang bekerja keras dalam mencatat seluruh kebohongannya sambil terus berdoa semoga Sagar segera bertobat menjadi pembohong dan pengecut.

"Sialan lo. Tapi, emang bener sih, lo pacaran tapi kayak nyariin gue musuh. Apa kita jaga jarak dulu kali ya?" Air muka Sagar berubah menjadi keruh kemudian menjauhkan tangan Lara dari wajahnya. Ia tak suka ide berjauhan dengan Lara.

"Kenapa kita jaga jarak? Lo sama gue nggak punya hubungan yang bikin pacar-pacar gue cemburu."

"Menurut lo! Kata Biru hubungan kita tuh kayak apa ya bilangnya terlalu dekat."

"Bukannya temen harusnya deket ya?" Sagar berusaha membuat garis bahwa mereka teman, tapi dalam hati ia terus menginginkan  mereka bukan sekedar teman.

"Ya. Tapi, kita kelewat deket sampai setiap hari kita makan bareng. Pacar lo pasti mikir yang nggak-nggak." Sepertinya jika itu masalahnya Sagar harus segera pensiun menjadi buaya.

"Pacar gue juga." Atau tidak?

"Lo beneran pacaran sama si cowok gila itu?" tanya Sagar kaget. Ia pikir setelah menggunakan Keenan, Lara akan meninggalkan lelaki itu.

"Jaga omongan lo ya, kalo bukan karena dia kita masih perang dingin." Sagar mengakui hal itu, tapi ini belum waktunya, dia belum siap.

"Dih dia baik sama lo sekali diomongin mulu, gue baik ke lo separuh hidup lo masih aja lo jelek-jelekin." Sagar mulai mode merajuk.

"Lo emang jelek. Udah ah nggak usah pundung, ayo gue traktir makan." Lara beranjak dari depan Indomaret.

"Yo cepetan!" Lara akhirnya menarik tangan Sagar karena lelaki itu masih tak mau pergi dari sana.

"Gendong dong Ra," pinta Sagar, tapi bukannya gendongan Lara malah memukul bahu sahabatnya itu.

"Jangan galak-galak kenapa sih lo!" Sagar protes sambil mengelus bahunya.

"Lo pikir badan buaya lo ini nggak berat apa?" Sagar mencebik kemudian merangkul Lara menuju sebuah kedai ketoprak yang berada tak jauh dari Indomaret.

"Ra, kalo gue bukan buaya, lo mau nggak sama gue?" Lara berhenti berjalan kemudian menatap Sagar dengan pandangan menilai. Apa sekarang Sagar sedang serius atau menggodanya? Jika Sagar menggodanya ia akan memukulnya, tapi jika Sagar serius, apa yang harus ia lakukan?

"Hahaha! Muka lo Ra!" Wajah Lara dalam sekejap berubah menjadi wajah malas yang tak tertolong. Lelucon Sagar kali ini sama sekali tak lucu.

"Lo jailin gue kayak gitu lagi. Pertemanan kita end!"

White LotusWhere stories live. Discover now