What Happen to Lara

233 80 6
                                    

Menjadi kacung korporat bertahun-tahun Lara terlatih untuk tahan banting akan segala uji kesabaran dari atasan ataupun teman kerjanya. Berpegang pada prinsip kerja dapat uang tanpa melakukan sosialisasi berlebihan karena baginya tak ada teman yang benar-benar teman di tempat kerja.

Namun, ada kalanya kesabaran yang begitu tebal itu terkikis seiring dengan perilaku orang-orang yang tak menghargainya. Seperti yang terjadi saat ini.

"Apa?" tanya Lara skeptis. Gadis itu bukan bertanya karena tak mendengar apa yang dikatakan oleh rekan kerjanya, tapi karena ia ingin kembali mendengar apakah mereka akan berani berkata hal yang sama di depannya.

"Enak ya jadi cewek cantik, tinggal pake rok pendek langsung dapet promosi." Lara tak percaya dengan apa yang dia dengar. Ia pikir teman kerjanya ini tak memiliki keberanian untuk mengatakannya.

"Well, makasih sebelumnya udah ngakuin kalo saya cantik dari Bapak, kalo Bapak mau Bapak bisa pakai rok juga. Atau mau saya pinjemin? Saya yakin Bapak juga bisa jadi cantik." Lara tersenyum dengan mata mengejek, ia tau setelah mendapatkan promosi lebih dulu dibanding seniornya dia akan mendapat banyak komentar jelek.

"Nggak sopan kamu!"

"Ah benar saya memang tak sopan, tapi setidaknya saya punya kompeten dalam bekerja, tidak seperti seseorang yang tak sopan dan selalu menganggap orang lain sukses karena privilege padahal masalahnya ada di dirinya yang tidak kompeten." Setelah bertahun-tahun menahannya akhirnya bom di hati Lara bisa gadis itu ledakkan di orang yang terus membuatnya menghela napas meminta kesabaran pada Tuhan. Kini gadis ini benar-benar lega.

"KAMU!"

"Lara masuk ke ruangan saya." Kegaduhan di koridor departemen perencanaan terhenti karena suara atasan mereka yang meminta Lara untuk datang ke ruangannya.

Lara memasuki ruangan atasannya dengan was-was, ia kini sedikit menyesal membuat keributan. Kini ia harap ia tak mendapat amukan dari Pak Kamal.

"Duduk." Lara mengikuti perintah atasannya dan duduk dengan tenang, sementara itu sang atasan menutup pintu dan gordennya.

"Wahyudi memang seperti itu, tak usah kamu ambil hati." Lara akan berpikir bahwa kalimat itu adalah kalimat penghibur yang membuatnya merasa lega, tapi jika kalimat itu dibarengi dengan tangan Kamal yang menyentuh lengannya ia merasa takut dan jijik.

"Kalo kamu mau saya bisa pindah dia ke kantor cabang. Bukan hal yang sulit." Lara makin bergidik ketika tangan itu semakin turun hingga tangan Lara mulai menepisnya.

"Jika itu yang ingin bapak sampaikan. Saya akan kembali bekerja." Lara berdiri dari kursi panas itu fan berniat pergi dari sana, tapi begitu jemari gadis itu menyentuh handle pintu sang atasan menghentikannya.

"Kamu pikir kamu dipromosikan karena hasil kerja kamu?"

"Jika bukan karena itu, lalu apalagi? Saya di sini hanya untuk bekerja." Lara bersiap untuk keluar dari ruangan itu, dia selalu benci hal yang berbau intimidasi seperti ini.

"Wajah dan badan kamu. Kamu bisa naik ke posisi puncak kalo kamu mau menghangatkan ran—"

"Saya bukan orang seperti itu. Permisi."

"Kata orang yang mendekati putra JJ grup." Lara terhenti ketika nama perusahaan ayah Sagar disebut.

"Saya tau kalian berkencan atau mungkin sudah tidur bersama. Apa bedanya dengan tidur dengan saya?" Sebuah tamparan mengenai wajah atasan Lara. Gadis itu tak ingin mendengar lebih banyak penghinaan tak berdasar dari lelaki tua yang berotak selangkangan.

"LARA!"

"APA!" Lara benar-benar tak bisa menahan emosinya dia kesal, marah dan sedih semua emosi negatif ada dalam dirinya kini terlontar.

"Anda akan segera menerima surat pengunduran diri saya!"

Lara keluar dari ruangan dengan wajah memerah. Gadis itu langsung menuju meja dan membuka sebuah file yang sejak bulan Januari lalu ingin segera ia print dan serahkan pada orang HRD. Iya, gadis itu ingin mengundurkan diri.

"Ra, lo mau balik?" tanya Terry begitu melihat teman sejawatnya membereskan barang-barang.

"Iya. Dan nggak bakal balik lagi." Tak hanya Terry tapi semua yang ada di sana juga kaget dengan keputusan tiba-tiba Lara.

"Ra," panggil Terry lagi.

"Gue pergi."

-o0o-

Sagar sampai di depan kantor Lara dengan buru-buru. Dia bahkan tak melihat Lara yang menunggunya di depan, ia pikir gadis itu masih ada di dalam.

"Sagar." Sagar berbalik dan mendapati Lara dengan wajah yang kacau. Wajahnya pucat dan matanya memerah jelas kalau gadis itu habis menangis.

"Ayo masuk ke mobil." Sagar langsung menggandeng Lara untuk masuk ke dalam mobilnya. Ia perlu mengamankan gadis itu.

"Minum!" Sagar memberikan minumannya begitu Lara sudah duduk dengan tenang di dalam mobilnya. Lelaki itu masih belum mengerti alasan Lara minta jemput dan menangis.

"Makasih." Lara kembali memberikan minuman itu pada Sagar.

"Ada apa?" tanya Sagar.

"Dia ngajak gue tidur bareng. Dia bilang gue tidur sama orang atas buat dapet promosi." Sagar tak kaget mendengarnya, lingkungan kerja tempat Lara memang tak se-toxic itu.

"Gue udah kerja dari pagi sampai malem kadang kerjaan gue diakuin orang, gue masih bisa sabar. Gue tau gue cuma budak mereka. Tapi, tapi bisa-bisa dia bilang gue jual diri." Lara mencengkeram tangannya dia kesal dan marah sementara Sagar agak kaget karena setahunya Lara orang yang tahan hujatan.

"Dia bahkan nyebut-nyebut lo!" Sagar bertanya-tanya apa Lara marah karena namanya disebut?

"Lo nangis gara-gara itu? Lo nggak salah Ra. Gue bangga sama lo yang bisa jaga harga diri. Kalo orang itu ngusik lo gue bakal bantuin lo." Lara tau bahwa Sagar sungguh-sungguh dengan ucapannya, tapi bukan itu yang membuatnya menangis.

"Gue nangis bukan karena itu. Gue tau gue nggak salah. Dan si brengsek itu emang pantes ditampar. Gue nangis karena gue pengangguran! Gue nggak punya duit!" Mengenal Lara sejak dulu harusnya Sagar paham bahwa gadis di sampingnya ini lebih peduli pada uang dibanding apa pun.

"Apa gue balik lagi ya? Kayaknya surat gue belum diproses." Lara berniat keluar dari mobil, tapi Sagar menahannya.

"Lo mau kerja sama manusia nggak bermoral kayak gitu? Sekarang lo bisa ngelawan gimana kalo dia ngelakuin hal yang gak bisa lo lawan?" Suara Sagar naik, lelaki itu marah.

"Nyari kerja di Jakarta itu susah. Gue butuh duit Gar!"

"Gue gaji lo!"

"Gue nggak bisa nerima gaji tanpa kerja. Lepasin gue Gar."

"Lo kayak pengemis kalo lo balik lagi." Kata-kata Sagar bagaikan duri yang menusuk Lara. Gadis itu jelas tersinggung dengan ucapan Sagar.

"Ra, sorry. Gue—"

"Gue paham. Bagi lo gue kayak pengemis, dan mungkin gue emang pengemis Gar." Lara melepaskan tangan Sagar yang memegang tangannya kemudian keluar dari mobil Sagar.

"Lo mau ke mana?"

"Ngemis!"

"LARA!" panggil Sagar. Sagar langsung membuka pintu mobilnya hendak menyusul Lara, takut jika gadis itu kembali masuk ke dalam kantor. Namun, nyatanya Lara malah menghentikan taksi dan pergi dari sana.

"Stupid stupid! Lo bodoh Sagar!" umpat Sagar pada mulut bodohnya. Sekarang apa yang harus ia lakukan untuk membuat Lara memaafkannya?

-o0o-

White LotusWhere stories live. Discover now