"Hampir kan? Look at me, sis. I'm fine! Pelurunya meleset asal lo tau," Alaya mengusap pipi tembam Rasel yang sangat basah sambil tersenyum.

"Can you stop crying? Gue ngga mau Jehan salah paham liat muka sembab lo ini.."

Perlahan tangisan Rasel mereda kala mendengar nama Jehan. Ekspresi wajahnya berubah dengan cepat, yang semula merengek kini menjadi datar tetapi bibirnya mengerut ke bawah.

"Jehan ngga akan pulang malem ini.." lirih Rasel dengan nada sedih.

Selang beberapa detik tangisan Rasel kembali pecah entah karena apa. Menimbulkan kepanikan tiada tara karena takut telah melakukan sesuatu yang salah.

Tania terkekeh melihat sikap Rasel yang belum pernah ia lihat sebelumnya, menangis dan merengek bak bocah kecil. Biasanya Tania selalu melihat sisi tegas dan kompeten Rasel sebagai dokter, meski begitu Tania tidak terlalu terkejut.

Jehan pernah cerita kalau perempuan berstatus istrinya itu memang bertingkah seperti anak kecil.

Tidak hanya Tania dan Alaya yang merasa sedikit terhibur oleh tingkah Rasel saat ini. Kanara dan Yaslan yang sedari tadi menyaksikan juga merasa gemas, bahkan bukannya berusaha menenangkan mereka berdua malah tertawa lucu dalam diam.

Kalau Kanara terlahir sebagai laki-laki, sudah pasti dia akan terjatuh ke dalam kegemasan perempuan itu.

Bagi Yaslan, dia tidak sekali duakali dibuat khilaf atau lupa akan status istri dari bosnya. Terkadang perilaku Rasel yang tidak menunjukkan dia berusia 27 tahun, hampir membuatnya jatuh hati.

Tapi Yaslan masih mau hidup dan dapet bonus ya kawan.

Tania tersenyum sembari menghampiri Rasel yang kembali menangis dengan menutup mukanya. Ia memberi tanda kepada Alaya untuk menyerahkan Rasel kepadanya.

"Sel??" panggil Tania mencoba melepaskan tangan yang menutupi wajah.

"Hey, menantu kesayangan mamah kenapa nangis lagi?" Mendengar suara Tania, Rasel perlahan melepas tangannya lalu menggeleng dan menyeka air matanya.

"Gapapa, Mah"

Tania memilih untuk tidak menyangkal balasan sang menantu. Dia malah membantu mengelap pipi basahnya dengan tisu sambil tersenyum. Dan ia menyuruh Kanara untuk mengambil kotak P3K untuk mengobati luka kecil di sikut dan punggung tangan Rasel.

"Maaf--" lirih Rasel setelah berhasil meredakan tangisannya sendiri.

"Buat?"

"Harusnya aku dengerin apa kata Jehan, jangan apa-apa sendirian.."

Tania mengusap kedua bahu menantunya. "Sstt udah ngga usah nyalahin diri kamu sendiri. Tadi itu kamu syok kan? Gapapa wajar kok"

"Kamu ngga usah khawatir atau ngerasa bersalah sama Yaslan atau Alaya, mereka udah ahlinya dan bagi kita selama kamu ngga kenapa-kenapa itu udah cukup. Oke?"

Rasel mengalihkan tatapannya ke arah Yaslan dan Alaya yang sedang memandanginya dengan senyu sambil mengangguk mengiyakan perkataan Tania dan mengacungkan jempol mereka.

Rasa bersalah yang ada dibenaknya tidak hilang begitu saja meskipun sudah berapa kali Yaslan maupun Alaya mengatakan bahwa mereka baik- baik saja.

Aksinya beberapa jam yang lalu sungguh mengacaukan rencana Alaya dan Yaslan.

Alaya menyuruh Rasel untuk menubruk sengaja seseorang yang sedang membawa tumpukan kardus bekas, namun karena Rasel tidak memiliki bakat berpura-pura alhasil dia tidak melakukan suruhan tersebut.

Rasel malah jongkok ditengah-tengah jalan orang yang sedang berlalu lalang. Hal ini membuat Yaslan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menargetkan penempak jitu yang bersembunyi di atas sebuah gedung.

The Fate of Us | JaerosèWhere stories live. Discover now