Bab 11

638 86 58
                                    

"Siang, Mbak. Mau cari siapa, ya? Oh, ya Allah, Neng Fatyra! Dikirain siapa. Pangling banget sekarang makin cantik!" seru seorang office boy yang menghampiri sofa tunggu lantai lima belas.

Fatyra pun segera bangkit, mengulurkan tangan, lalu tersenyum ramah. "Pak Atim apa kabar? Makin ganteng deh kayak Brad Pitt."

Pak Atim langsung terkekeh kencang. "Pak Atim baik, Neng. Ya Allah kangen sama Eneng. Sejak Eneng gak di sini, gak ada lagi yang titip beli mi ayam tiap jam tiga sore."

"Hush, ah, Pak. Coffe break zaman penjajahan itu." Fatyra jadi ikut tertawa. "Eh, Yokonya ada, kan?"

"Ada, Neng. Lagi di ruang Bu Bos tapi."

Setelah mengobrol satu-dua topik ringan, office boy tersebut pun pamit. Sementara Fatyra sendiri mengempaskan tubuh kembali di sofa  sembari memainkan ponsel.

Sebenarnya, bisa saja Fatyra masuk dan menunggu Yoko di dalam sana. Bagaimana pun, ia pernah jadi bagian dari Best Media selama kurang lebih tiga tahun lamanya. Namun kalau dipikir lagi rasanya kurang etis. Takutnya nanti malah membuat kehebohan sehingga orang-orang yang sedang fokus bekerja jadi terganggu.

Aku nunggu di sofa yaaa, ketiknya pada Yoko melalui perpesanan WA.

Kalau dirunut lagi, ada banyak sekali hal yang terjadi selama satu tahun ke belakang. Selepas kejutan ulang tahun rangkap April Mop itu, Fatyra memang tidak memperpanjang masalah. Hubungannya dengan Vivian, Jihan, dan Armand pun sudah terjalin baik dan kembali seperti semula.

Hanya saja, semua itu tidak menghalangi Fatyra untuk mengundurkan diri dari Best Media tiga bulan kemudian. Tawaran mengikuti kelas skenario dari KliseArt memang jadi ia ikuti. Lantas bisa jadi karena sedang beruntung, ia menjadi satu-satunya peserta terpilih yang langsung disodori kontrak untuk menjadi penulis script sebuah film layar lebar.

Awalnya tentu saja Fatyra ragu. Karena bagaimanapun proyek menulis script film layar lebar tidak berkesinambungan. Tentu sangat berbeda dengan penulis script sinetron yang job-nya mencakup ratusan bahkan ribuan episode. Namun, Tuhan seperti sudah menyiapkan susunan rencana. Over Size yang terus berkembang siap melebarkan sayap pada bisnis offline. Mereka pun otomatis membutuhkan banyak sekali bantuan orang-orang baru.

Hingga setelah melalui proses panjang jadilah Fatyra Apriliani yang sekarang: penulis script film layar lebar di anak perusahaan KliseArt, Social Media Specialist di Over Size, ghost writer, sekaligus penulis novel freelance.

Kemudian dampak positif dari kesibukan yang sambung menyambung seperti kereta api, tubuhnya jadi tidak sesubur dulu. Ia pun lebih percaya diri mengotak-atik penampilan. Rambutnya yang dipangkas seleher sengaja diwarna rose gold. Sepatu yang dulu selalu flat shoes kini bergonta-ganti dengan ankle boots, wedges, atau slingback pump.

"Fatyraaaaaa, ya ampun kenapa gak masuk aja, sih?"

Fatyra mendongak dari layar ponsel ketika suara yang berisik itu datang dari arah pintu masuk.

Vivian berlarian kecil ke arahnya sembari merentangkan tangan. Mereka pun berpelukan sekilas.

"Gak enak gue takut lagi pada fokus. Eh, Mbak Jihan mana? Di dalem?"

"Cuti doi. Nemenin mertuanya kontrol," jawab Vivian sambil ikut duduk di sofa. "Lo mau maksi sama ayang nih ceritanya?"

Fatyra hanya mengangguk dan tersenyum penuh binar.

Perubahan positif lain yang terjadi adalah hubungannya dengan Yoko. Ternyata, jadian dengan teman dekat juga tidak buruk-buruk amat. Malahan, segalanya jadi terasa lebih simpel karena tidak perlu penyesuaian lagi dari awal. Hidupnya kini terasa semakin lengkap dan menyenangkan.

"Ikut, yuk, Vi. Ngeramen," ajak Fatyra tulus.

"Pengeeen. Tapi gue udah ada janji sama Aldy, ih."

"Siapa lagi woy? Kemarin perasaan namanya Bona si gajah lucu."

"Gebetan baru." Vivian mengerling. "Lo kayak gak tau gue aja."

Percakapan mereka kemudian terputus saat Yoko muncul dari balik pintu. Begitu melihat Fatyra, lelaki itu langsung tersenyum lebar. Sebelah tangannya lantas terulur untuk mengelus pelan pucuk kepala Fatyra.

"Sorry lama. Bosen nunggu gak?"

Fatyra membalas dengan senyum yang serupa. "Gak, dong. Banyak yang ngajakin ngobrol juga dari tadi."

"Aduh, gue jadi obat nyamuk. Pamit dulu ya guys!" Vivian yang sadar diri langsung beranjak. Setelah merangkul Fatyra sekilas ia pun kembali masuk ke dalam ruang kerja.

Tanpa sadar, Fatyra memandangi sosok itu sambil tersenyum tipis. Ada sebentuk perasaan lega karena ternyata hatinya tidak menyimpan dendam. Semua yang pernah terjadi di antara mereka untungnya bisa terhapus dengan begitu sempurna.

Barulah ketika Yoko mengulurkan tangan, lamunan Fatyra terhenti. Ia pun beralih dan menyambut pacarnya itu. Mereka lantas berjalan bersisian menuju lift yang akan membawa ke lobi di lantai dasar.

"Jangan lupa sama acara minggu depan ya, sayang," ujar Yoko di sela kegiatan menunggu pintu lift terbuka.

"Inget, kok. Mas Armand tunangan sama anak bungsu pengusaha properti itu. Kamu jemput aku jam sembilan pagi."

"Pinter." Dengan gemas, Yoko mencubit pelan ujung hidung Fatyra hingga pemiliknya mengaduh protes.

Jemari mereka lantas bertautan sembari saling balas senyuman.

Satu hal yang akan selalu Fatyra pegang: memiliki impian setinggi langit boleh, tapi harus tetap realistis. Seperti dalam hal memilih pasangan misalnya. Kalau kita memimpikan yang serba sempurna, maka berkacalah apakah diri kita setara. Jika ternyata memang belum, maka terus perbaiki sekuat tenaga. Namun apabila benar-benar mentok, menerima apa adanya yang telah tersedia, bukanlah pilihan buruk juga.

END.

_____________________________

Lega banget akhirnya cerita ini beres sesuai deadline 😭

Ngerjainnya udah kayak proyek Roro Jonggrang.
Ide dadakan, nulis dadakan, riset dadakan, bahkan nama2 tokoh pun dapet di detik-detik terakhir sebelum nulis bab 1.

Terima kasih buat kalian yang udah ikutin dari awal sampe akhir, kasi vote, komen, dan siraman semangat.
Semoga biar pun singkat, cerita ini cukup menghibur dan tetap punya makna yaaaa

❤️❤️❤️

Sampe ketemu lagi di cerita selanjutnya.

Sehat selalu.

Selamat Idul Fitri buat yang merayakan ☺️

Fat Fit [✓]Where stories live. Discover now