Sieben

117 30 2
                                    

Eve bergerak cepat menghampiri tubuh tak bernyawa dari salah satu tentara yang ada disana. Ia tau perbuatannya tidak layak dan tidak etis. Akan tetapi hanya ini satu-satunya cara agar bisa menyelamatkan lelaki yang belum diketahui namanya.

Eve berusaha membuka seragam mayat tersebut ditemani dengan sorot mata tajam yang sedang mengawasinya layaknya Elang yang sedang mengintai mangsa. Tubuhnya meremang mengingat jaraknya dan sang pengintai yang cukup jauh, nyaris dua meter —tetapi masih mampu membuatnya merasa terintimidasi.

Usai dengan kegiatan mencuri seragam , ia segera berlari menuju ke arah sang pengintai. Memberikan seragam itu. "Ganti seragam mu dengan seragam ini, lalu kita harus memakaikan seragam mu pada mayat yang telah ku curi seragamnya." Eve bergerak membantu membuka kaos si lelaki tanpa sadar bahwa ia belum meminta izin pada lelaki itu— dan tentu saja perbuatannya segera ditepis oleh lelaki itu dengan gerakan ringkas dan cepat.

"Aku bisa sendiri, nona." Lelaki itu mengambil alih seragam dari tangannya. Memakainya takubahnya seperti gerakan saat menepis tangannya. Eve sempat terkesima, apa begini cara para tentara bersiap disaat keadaan darurat?

Larut dalam pemikirannya, Eve sampai tidak sadar bahwa lelaki itu sedang kesulitan memasang celana dengan keadaan kaki terluka. Lelaki itu menggeram pelan, merutuki diri yang tampak lemah.

"Mari ku bantu." Sedikit mengumpulkan keberanian, Eve mendekati lelaki itu, lantas berjongkok dihadapan sang lelaki, membantu menarik celana hingga sebatas pinggang. Eve tidak merasa malu melihat tubuh lelaki setengah telanjang dihadapannya, karena ia sudah terbiasa menolong pasien dengan keadaan yang bahkan bisa dibilang lebih dari sekedar telanjang.

Eve sadar, lelaki itu sedang menilai gerak-geriknya dan merasa sedikit terkejut —untuk ukuran putri konglomerat, ia amat mendalami peran sebagai perawat, terbiasa dalam situasi apapun — mungkin, begitulah penilaian sang lelaki terhadapnya.

"Terimakasih." Dari pembawaan lelaki itu yang tidak bersahabat dan tidak mempercayainya, setidaknya Eve tersanjung dengan tata krama yang dimiliki lelaki itu —tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada orang yang memberi pertolongan.

Eve mengulum senyum kemudian memapah tubuh lelaki itu untuk membawa mereka ke destinasi selanjutnya —mayat yang telah ia curi seragamnya. "Pilihan mu sungguh logis, nona."

Eve mengerungkan kening sedikit bingung mencerna perkataan sang lelaki. Namun kebingungan itu segera sirna ketika sang lelaki mencoba berjongkok dan mulai memakaikan seragam pada tubuh mayat itu. "Wajah pria ini hancur, dengan begitu mereka tidak akan mengenalinya."

"Apa kau yakin, bahwa kau putri tunggal keluarga Hesse?" Pertanyaan itu sedikit menggelitik dibenaknya. Lelaki itu cukup hebat untuk mengetahui identitasnya —hanya sepersekian detik setelah ia memperkenalkan diri— tetapi kemudian meragukan keaslian identitasnya.

"Kau mungkin tidak percaya ini tuan, tapi aku adalah rakyat yang jujur, setidaknya hanya pada diri mu. Walau aku tidak tau mengapa harus jujur pada musuh negara, tapi ku pikir membangun rasa kepercayaan diantara kita sangat penting agar kedepannya kau tidak perlu melekatkan pistol mu di kening ku." Eve berseloroh amat panjang dan menyelipkan seuntai kata sindiran disana. Ia tau lelaki dihadapannya cukup pandai untuk menyadari sindirian itu. "Aku melarikan diri dari rumah sejak setahun yang lalu, berbaur bersama para relawan medis. Jadi, bagaimana penilaian mu saat ini, apa sudah sedikit berubah?"

Wajah lelaki itu masih tetap stoic, tidak menunjukan ekspresi apapun membuat Eve sedikit kesulitan menyelami pemikiran lelaki itu. "Simpan baik-baik rahasia mu. Jangan terlalu mudah menceritakannya pada orang lain atau nyawa mu akan terancam, apa kau mengerti?"

Eve sedikit terusik mendengar nada otoriter dari lelaki itu, tetapi ia merasa sedikit aneh, walau terkesan semena-mena, lelaki itu masih menaruh sedikit rasa khawatir untuk keberadaannya. Dengan begitu, Eve mengulas senyumnya, lalu kembali memapah sang lelaki. "Kau sungguh baik, tuan. Terimakasih."

I WILL WAIT FOR YOUМесто, где живут истории. Откройте их для себя