PULANG

82 10 1
                                    

Kota Z yang aman, damai beserta Saitama yang perlahan menerima kehidupannya. Seolah merasa bebas bernafas, tiada hari tanpa senyuman yang terukir di wajahnya. Dia terlihat sangat senang seminggu ini.

Kalau boleh Genos memberi tanda tanya, sebenarnya genos memang merasa sedikit bingung. Ia bingung pada orang itu yang terlihat begitu bahagia seolah tak ada beban, tak ada rasa sakit. Padahal jika dilihat waktu ia masih di rumah sakit saat itu, Saitama terlihat seperti.. tak ada semangat hidup.

Tidak-tidak. Tak ada semangat hidup bukan berarti Saitama selalu bermuka masam, karna justru sebaliknya. Sebegitu banyaknya prolog di cerita ini, bukannya sering terdapat kalimat 'Saitama tersenyum'? Tapi tetap saja. Itu tak menutup rasa penasaran Genos tentang Pasiennya kali ini.

Semua kalimat yang diucapkan dokter Fubuki waktu itu berputar di kepalanya. Dan sekarang ia terheran-heran bagaimana bisa Saitama bergerak seolah sangat bebas sementara penyakitnya tak tertolong lagi?

----

"Dua tahun adalah waktu terlama untuknya bertahan hidup. Dan 4 bulan adalah waktu tercepat baginya untuk berakhir."

"Genos, rumah sakit ini adalah yang terbaik dari yang terbaik. Dan kami.. kami sudah menyerah."

Fubuki menghela nafas panjang. Ia tak sampai hati mengatakan hal ini pada Genos. Mereka tak bohong lagi, bahkan rumah sakit terbaik pun tak dapat menolong pria yang sudah sekarat akibat dipermainkan oleh penyakitnya.

---

"Sensei, tidak ingin masuk rumah? Ini musim salju.." Genos akhirnya memulai obrolan setelah hanya melihat dan tak melakukan apapun.

"Justru karna ini musim salju, Genos-kun. Aku ingin menyentuh salju." Ucapnya seraya mendongak.

Apa ia mendongak berharap salju datang dan menimbunnya? Tapi setelah Genos pikir-pikir lagi, ia tetap tak mendapat jawaban yang jelas. Alasan ia meminta Saitama menjadi gurunya karena ia merasa sangat penasaran pada Saitama.

Bagaimana bisa ia tersenyum seperti itu? Apakah orang sakit bisa tertawa sebanyak itu? Dia kritis tapi seolah bebas sekarang? Dan yang terpenting, bagaimana caranya bisa membuat ekspresi seringan itu.

Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar dibenak Genos. Sementara Saitama menikmati udara pagi, Genos malah tenggelam di pertanyaannya sendiri.

"Genos-kun, apa tujuanmu belajar dariku?" Saitama memecah lamunan Genos. Jika sudah ditanyai begini ia harus jawab apa? Apakah ia harus menjawab dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada dibenaknya?

"Penasaran." Jawab Genos singkat.

Saitama yang menoleh kini diam, sepertinya sedang mencerna kalimat satu kata Genos. Tapi ia bahkan tak terlihat bingung sama sekali, melainkan memang hanya diam saja.

"Kenapa? Apa yang dipenasarkan?" Tanya Saitama lagi.

"Banyak, tapi aku tak tau cara mengekspresikannya." Kali ini Genos menjawab dengan perkataan panjang dibelakang kalimatnya. Dan butuh waktu agak lama sampai Saitama bertanya lagi.

"Kau bilang tidak dapat merasakan perasaan, kan?" Saitama agak menekan kalimatnya di bunyi 'kan'. Sedang Genos yang dilontari pertanyaan itu agak terkesiap.

"Yah, benar."

"Oke, karna aku sudah setuju jadi gurumu, akan ku ajarkan sesuatu yang tidak kau miliki itu."

Setidaknya sampai sebelum aku mati.

Genos agak termangu dengan kalimat Saitama yang dipenuhi senyuman lebar barusan. Lihat? Lagi-lagi orang itu tersenyum seolah tak terasa apapun. Bahkan orang normal pun ia rasa tak akan tersenyum sebanyak itu. 

AJARKAN AKU HIDUP (Genos X Saitama)Where stories live. Discover now