"Nduk. Buka pintunya." teriak Ibu dari luar.

Pada akhirnya aku harus memaafkan diriku sendiri bukan? Sekarang atau nanti pertemuan ini akan terjadi. Siap tidak siap aku harus siap.

"Iya."

Sambil berjalan cepat ku
langkahkan kakiku ke arah pintu. Membuka kuncinya dan melebarkan daun pintu itu sehingga sinar matahari langsung menembus ke dalam.

Tak jauh dari tempat ku kini, berdiri dua wanita baik hati tengah mengapit Bapak yang terduduk di kursi roda.

"Bantuin Ibumu. Dorong kursi rodanya." Titah Bulek sambil mengangkat beberapa tas yang ku tebak adalah baju kotor dan selimut Bapak. Wanita berkulit sawo matang itu kemudian masuk ke rumah.

Aku yang sedari tadi fokus menatap Bapak terkesiap.

"Biar Sari yang dorong, Bu. "

Ibu mengangguk. Wajah Ibu terlihat lebih sumringah dari biasanya. Sudah lama sekali aku tak melihat wajah Ibu seperti ini.

Aku mendorong kursi roda itu pelan. Rumah Bulek yang lebih tinggi dari halamannya membuatku sedikit mengeluarkan tenaga agar kursi roda itu bisa masuk ke ruang tamu. Semua ini tak ada apa-apanya di banding pengorbanan Bapak selama ini buatku, Bukan?

"Bisa, Nduk?"

Aku menoleh mendengar pertanyaan Ibu yang terlihat khawatir.

"Bisa dong, Bu. Sari sedari kecil kan suka makan bayam. Kekuatan Sari sebelas dua belas sama popeye sekarang hehehe"

Ibu sontak tertawa mendengarnya. Sudah lama sekali aku tak mendengar tawa Ibu. Apa selama ini begitu berat beban yang beliau pikul? Sehingga untuk tertawa seperti ini saja susah.

Bulek memintaku membawa Bapak ke ruang tengah. Rupanya sepupu Ibu itu sudah menyiapkan kamar buat Bapak.

"Cak, sementara tinggal di sini ya. Rumah kalian masih di perbaiki."

Bulek berjongkok, wanita yang usianya mungkin sama dengan Ibu itu sedang berkomunikasi dengan Bapak.

Dari sudut mataku, kulihat Bapak merespon. Walaupun hanya dengan kedipan mata, aku yakin Bapak mendengar.

"Ya sudah. Aku mandi dulu ya, Mbak. Nanti kita gantian. Kalau Mbak Ridah mau makan atau Cak Arif juga mau makan, itu tadi aku beli kuah soto depan Rumah sakit. Nasinya ada di mejicom."

Bulek bangkit lalu berjalan ke arah kamarnya, kemudian keluar lagi sambil membawa handuk.

"Lan .... "

Panggil Ibu menghentikan langkah Bulek.

"Makasih banyak, Lan." lanjut Ibu mendekatinya. Dengan suara parau Ibu memeluk Bulek.

Bulek mengangguk dalam dekapan Ibu. Sambil tersenyum wanita itu menepuk punggung Ibuku. Hingga kemudian pelukan mereka merenggang lalu tubuh Bulek menghilang terhalang kamar mandi.

Kini tinggal kami bertiga. Sesaat hening. Kalimat demi kalimat yang tadinya sudah ku susun agar dapat minta maaf pada Bapak dengan lancar seolah buyar. Ambyar seketika saat bertemu langsung.

Dari pada sebelum kebakaran, penampilan Bapak lebih rapi sekarang. Rambutnya sudah pendek, kumisnya juga sudah rapi, tubuhnya juga terlihat lebih bersih, tapi wajah Bapak masih sedikit pucat dan tatapan matanya masih kosong.

Ibu memberikan segelas air putih pada lelaki yang juga suaminya itu. Dalam satu kali tegukan air putih itu langsung tandas. Ibu menoleh padaku sambil mengangkat alisnya. Seolah bertanya.

Aku berdehem mencoba tenang. Lalu dengan rasa gugup luar biasa aku berjongkok di depan Bapak, persis seperti yang di lakukan bulek tadi.

"Bapak makan ya? Biar Sari suapin." kataku pelan sambil mencoba menatap netra itu.

Bapak diam tak menyahut. Tatapannya kosong. Dia tak meresponku.

"Makan pakai nasi soto ya, Pak. Enak lho."

Ku raih kedua telapak tangan Bapak, membawanya ke sebelah pipiku.
Ku nikmati sensasi itu. Dadaku berdesir, mataku memanas, tubuhku tiba-tiba bergetar lalu tanpa ku sadari nafasku tersengal-sengal.

Aku mendongak berharap Bapak sedikit saja memberikan respon padaku. Entah itu dengan isyarat atau dengan kedipan mata, atau dengan makian, akan kuterima. Bukan dengan tatapan kosong seperti ini, bukan dengan rancauan seperti ini.

"Maafkan Sari, Pak. Maafkan Sari .... "

Akhirnya aku tak bisa menahan sesak yang sedari tadi coba kutahan. Dengan nafas tersengal dan air mata yang luruh begitu saja, aku bersujud di kaki Bapak. Berharap Bapak tahu, aku menyesal, aku menyesal, aku mohon Bapak sudi memaafkanku, aku ingin berbakti padanya demi menebus semua kesalahanku. Aku ingin melihatnya sehat seperti dulu.


BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Onde histórias criam vida. Descubra agora