⚠️ PERINGATAN! JANGAN DITIRU
Sebelum baca, follow dulu ya! 💥
📌 Konten mengandung:
Kekerasan fisik dan verbal
Perkataan kasar
Bullying & ujaran kebencian
⚠️ Tidak dianjurkan untuk pembaca di bawah umur atau yang sedang sensitif. Harap bijak saat me...
Ujian masih lanjut besok. Ia harus belajar. Jika tidak, nilainya turun. Kalau nilainya turun Papa akan marah.
Dengan pergelangan yang baru saja digores, Sella kembali mengarahkan matanya ke soal-soal latihan.
Kamar yang berantakan, darah yang menodai lengan, dan napas yang tak lagi stabil, semua tetap tak menghentikannya.
Sella menguap. Tubuhnya sudah tak kuat. Tapi ia tetap duduk. Belajar. Hidupnya hanya bergantung pada nilai.
° ° °
Pagi pun tiba. Cahaya mentari menelusup masuk lewat celah jendela kamar Sella. Ia sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Sebelum keluar kamar, ia merapikan hoodie putih yang sengaja ia kenakan hari ini untuk menutupi pergelangan tangan yang sudah dipenuhi plester.
Sesampainya di ruang makan, hanya Della yang terlihat duduk sambil memainkan roti di piringnya. Tak ada tanda-tanda orang tua mereka.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Papa sama Mama ke mana?" tanya Sella sambil menarik kursi dan duduk.
"Ke kantor. Bareng," jawab Della.
"Tumben," sahut Sella, lalu menatap piring berisi roti selai coklat di depannya.
"Gue udah siapin tuh buat lo," kata Della sambil menunjuk rotinya.
"Thank my twin."Sella menyuap perlahan.
Mata Della menelusuri hoodie putih yang dipakai kembarannya. "Baru ya?" tanyanya penasaran.
"Karena kita kembar. Barang lo, barang gue juga. Hak milik bersama, gitu loh!" ucap Della santai dengan senyum lebar dan gigi ratanya terpampang.
"Beli aja sendiri. Duit lo dari papa kan masih banyak, sementara gue beli ini dari duit sendiri."
Della menepuk jidatnya. "Lah iya ya! Duit gue kan masih numpuk."
"Pikun," gumam Sella sambil berdiri dari kursinya. "Gue duluan, ya."
"Cepat banget makannya," cibir Della.
"Gue bukan siput kayak lo."
"Ejekin terus!"
"Kalau merasa, berarti bener dong," ejek Sella lagi sebelum berjalan keluar rumah.
Ia menolak tawaran Pak Asep, sang supir, untuk diantar. Jarak sekolah yang hanya 15 menit dari rumah membuatnya memilih berjalan kaki sambil menghirup udara pagi yang segar, setidaknya menetralkan tubuhnya yang masih lemas sejak semalam.