12 ; adiós

229 35 1
                                    

Happy reading!


*Sierra PoV

Gelap. Yang kulihat hanyalah kegelapan.

Aku belum mati kan? Kumohon jangan dulu. Dosaku banyak, aku belum siap menghadap Yang Maha Kuasa.

Sayup-sayup, aku mendengar suara wanita didekatku.

Ini ... suara ibuku.

??!!

Tunggu, aku berada di Spanyol? Bukannya aku masih di Encanto?? Masa aku dipulangkan?!

Aku terus berspekulasi tentang posisiku, sampai sebuah kalimat dari ibuku membungkamku.

"Andai saja aku melahirkan anak laki-laki! Ia pasti akan menyayangiku!"

Perkataan ini, aku sering mendengarnya ketika kecil.

"Andai saja yang lahir bukan kau, Sierra. Pasti ia akan setia berada di sisiku! Bukan bersama dengan wanita jalang itu!"

"ARGH! AKU BENCI PERNIKAHAN INI!"

"AKU MEMBENCIMU, SIA!!"

Kalimat yang gemar dilontarkan oleh wanita yang telah melahirkanku, ya itulah dia.

Ayah yang dingin, ibu yang selalu depresi dan tantrum. Sungguh keluarga cemara bukan?

Sesak. Aku sesak berada diantara mereka.

Jelas mereka tidak menginginkanku, namun mama menolak keras saat tia Rieta bersedia mengambil hak asuhku. Aku masih dipertahankan, pula aku masih dibenci olehnya.

Sebenarnya apa mau mereka?

TAK!

Terasa tubuhku terhempas ke landasan empuk. Pandanganku mulai menerang walau buram. Langit-langit ruangan yang asing, aku berada di sebuah kamar yang tak kukenal.

Bola mataku melirik ke bawah. Samar-samar aku melihat seorang laki-laki berambut keriting duduk disamping kasur. Dari siluetnya ... Camilo? Itukah kamu?

"Aku tau kau ingin pergi, tapi kumohon, jangan begini caranya!!"

"Kumohon, cepatlah sadar Sierra!!"

Suaranya terdengar panik. Kulihat ia menempelkan wajahnya yang tertunduk ke kedua tangannya, yang memeluk satu tanganku. Tanganku basah karena air matanya.

Kepalaku terlalu pusing untuk memulihkan kesadaran sepenuhnya, sampai akhirnya pandanganku menggelap kembali.

.

.

.

.

"Ugh ... hah ..."

Aku terbangun. Kesadaranku kembali.

Aku mengerang pelan, sisa-sisa sakit kepala masih menyerang. Oh, aku ingat. Aku terluka parah karena tertimpa rangka bangunan. Badanku terasa lemas seperti jelly.

Kuusahakan membuka mataku lebar-lebar. Ternyata aku masih di tempat yang sama, Camilo pun tetap di posisi yang sama, namun kali ini ia tertidur. Kepalanya tertidur di menyamping diatas pahaku, wajahnya menghadapku. Matanya agak bengkak, apa ini efek menangisnya tadi?

Aku ingat ucapannya sebelumnya,

Apa kau sebegitu khawatirnya padaku, Camilo?

Melihatmu yang sampai seperti ini, aku jadi tidak tega .... meninggalkanmu.

Dengan mengerahkan tenaga yang ada, aku meraih rambutnya, membelainya pelan. Rambutnya fluffy, aku suka.

Tiba-tiba tubuhnya berjengit, sadar akan perlakuanku. Camilo membuka matanya perlahan, dan terbelalak saat mata kami bertemu.

Chameleon Boy [Encanto Fanfiction] ✔Where stories live. Discover now