• 02 •

28 9 0
                                    

Detik jarum jam yang terdengar membuat Shafa melirik pada benda yang tergantung di dinding itu, lalu menyandarkan punggungnya seraya menghela napas

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Detik jarum jam yang terdengar membuat Shafa melirik pada benda yang tergantung di dinding itu, lalu menyandarkan punggungnya seraya menghela napas. "Masih lama, ya?" tanyanya pada Malvin yang tengah fokus mengerjakan lembaran soal miliknya.

"Bentar, dua puluh soal lagi. Tapi yang sepuluh soalnya tentang peta, sih."

Sama aja lama kalo gitu. Batin Shafa, kemudian tersenyum ketika Malvin melihat ke arahnya.

"Bosen, ya? Lo boleh keluar, kok. Biar kalau udah selesai nanti gue kasih ke Bu Rara aja."

"Gak papa, lagian gue udah di kasih amanah. Di kelas juga lagi pelajaran kosong, kok."

Malvin tersenyum singkat, lalu kembali menatap soal dan melingkarinya dengan cepat. Sebenarnya Shafa ingin bertanya kenapa tiba-tiba saja ada murid kelas sebelas yang ingin masuk klub Olimpiade. Hal ini sangat jarang terjadi, terlebih lagi Malvin adalah seorang lelaki yang tak terlihat ambisius.

Namun untuk sekedar bertanya, Shafa tak berani. Ia baru bertemu Malvin dan baru mengenalnya hari ini. Dengan kata lain, mereka tak sedekat itu untuk sekedar basa-basi.

Gesekan kursi terdengar, membuat Shafa menegakkan badannya seraya memperhatikan gerakan Malvin. "Ini rumusnya bener gak, sih? Gue cari, kok, gak ada jawabannya?" tanya remaja itu.

Shafa mendadak di serang gugup. Tubuhnya sedikit bergeser karena di rasa terlalu dekat dengan sang remaja. Bahkan wangi parfum yang Malvin kenakan sampai tercium olehnya.

Kepala Shafa menggeleng pelan. "Salah," jawabnya terus terang. "Harusnya rumus jarak pada peta tuh skala di kali jarak sebenarnya."

Malvin mengangguk paham. Kembali ke tempat duduknya, remaja itu mengambil selembar soal lain dan memberikannya pada Shafa. "Tolong koreksi yang bagian Oseanografi, ya? Biar kalo ada yang salah bisa cepet gue koreksi. Bahaya kalo langsung nyampe ke tangan Bu Rara."

"Emang kenapa?" tanya Shafa dengan binar polos pada manik matanya.

Malvin tersenyum singkat, lalu menggeleng pelan. Melihatnya, Shafa lantas mengangkat bahunya berusaha masa bodoh. Toh, bukan urusannya juga.

Ketika hendak membaca soal pertama, dering dari ponselnya membuat gadis itu segera mengambil langkah untuk keluar ruangan, takut menganggu Malvin yang tengah fokus mengerjakan soal.

"Nada? Tumben banget?" gumam gadis itu dengan kening mengkerut.

Begitu sambungan terhubung, suara berisik menyapa telinganya, membuat Shafa segera menjauhkan layar ponselnya dengan alis yang saling bertaut.

PancaronaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt