29. Murder

671 79 53
                                    

1 part menuju ending

🍸🍸🍸

Luka itu akan meninggalkan bekas, Romeo hanya melihat dari jauh  saja ketika satu persatu jahitan itu dilepas dan Rhys meringis menahan sakit. Pemberi luka itu sudah pergi ke alam lain berikut dengan dalangnya. Keputusan menyingkirkan pak Ong bukan hanya karena dia telah melukai kesayangannya, tapi juga orang itu dianggap berbahaya bagi kelompoknya. Daun yang menguning harus dipotong dengan segera, dan merek telah melakukannya. Untuk sementara semuanya aman, sesama penjahat kan memang harus saling melindungi.

Keributan yang meriuh sudah mereda, baik Jensen, Han dan dirinya, juga beberapa pejabat yang lain mengalihkan dengan isu yang lebih mengundang perhatian. Keributan dalam negeri yang semula membahana dengan pandemi tergeser oleh berita perang dari negara nun jauh di sana. Berita itu juga hanya menghangat sesaat dengan berbagai opini akan munculnya perang dunia ke tiga. Kini rakyat tidak lagi ambil pusing dengan negara lain karena mengurusi perut sendiri saja sudah kualahan.

Setelah dicabutnya HET, harga ECER tertinggi di pasaran, salah satu bahan sembako itu naik menggila. Beberapa menuding ini permainan kartel, konyol. Bukankah tidak hanya bahan itu saja yang naik, coba tengok bahan yang lainnya, beberapa menjadi pelan menghilang dari peredaran. Suasana pasar sedang demikian, ditambah dengan ulah segelintir manusia. Kawanan kartel di negara ini bukan hanya Romeo dan kawan-kawan, ada beberapa juga dan mereka sudah tahu satu sama lain tapi tetap diam. Sesama penjahat tentu ada aturannya.

Peduli apa, bukankah sejak dahulu rakyat memang sudah seperti sapi perah. Romeo pun ikut memanfaatkan kondisi saja. Bukankah ada pernyataan bagus dari seseorang, barang siapa memiliki minyak maka dia bisa mengendalikan sebuah negara, tapi mengendalikan rakyat cukup dengan membiarkan mereka merasa kenyang. Bisa dilihat, ketika harga bahan pokok stabil dan terjangkau maka rakyat akan diam saja meski terkadang ketimpangan dalam sebuah pemerintahan jelas ada. Tapi bila rakyat kelaparan, pemerintah terbaik pun tetap akan terguncang.

Romeo mematikan televisi, kartel lagi yang disorot. Ibu-ibu se-Indonesia raya kesulitan menggoreng lauk kembali kartel yang disorot karena dianggap menimbun dan mempermainkan harga. Negeri ini memang memiliki ratusan ribu hektar lahan sawit, tapi seandainya semua rakyat tahu bahwa sebagian memang negara ini kedapatan hanya sebagai tempat tanaman itu saja. Sejak dahulu, pengusaha luar negeri sudah masuk dan berusaha memiliki hak guna lahan di sini.

Banyak orang yang tidak percaya, tentu saja karena perusahaan pengelolanya terdaftar atas nama pribumi, apakah mereka tidak tahu apa itu proxy? Romeo mengetahui, ada sekitar 100.000 hektar lahan sawit di pulau itu adalah milik dari pengusaha yang berasal dari ras bermata sipit, tanam sendiri dibeli sendiri. Dan tidak hanya dia saja, masih ada beberapa. Hal itu bisa dilakukan karena semua kecipratan, pemilik dalam negeri hanya memiliki sebagian kecilnya saja.

"Carut marut negeri, ulahmu dan kawan-kawan?" tanya Rhys tertawa mengejek.

"Sebagian, iya," jawabnya dengan menatap Rhys penuh cinta.

"Menabur garam di atas luka," ejek Rhys.

"Lukamu? Bagaimana?" tanya Romeo tidak memperdulikan ocehan Rhys.

"Suvenir yang cantik, bisa diceritakan kepada anak cucu," jawab Rhys.

"Kamu, ingin punya anak?" tanya Romeo agak terkejut.

"Siapa yang gak sih? Mau sampai tua begini saja?" tanya Rhys mencoba turun dari ranjang.

"Kita bisa atur nanti, menyewa rahim wanita untuk menitip benih kita," jawab Romeo berbinar.

"Benih kita gimana? Kecebong sama kecebong gak bakal jadi bayi Ro, paling cuma ngumpul bareng maen gaple sambil mabok." Rhys mendengkus.

"Kamu benar," balas Romeo akhirnya tertawa.

Twist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang