14. Park Sena (1)

Mulai dari awal
                                    

"Tolong, jangan memarahinya. Chanyeol hanya syok dan belum bisa menerima situasinya. Itu wajar."

Sena--tidak seperti ibunya, menunjukkan sikap keras yang serupa dengan Chanyeol yang baru pergi. Di dalam kepalanya, ia juga menyuarakan seru yang sama.

Siapa saudara siapa?
Aku juga tidak mau jadi saudaramu kali!


----


Sudah dua bulan berlalu semenjak Sena bergabung dalam keluarga Park. Mengesampingkan kalau kehidupannya sudah berubah 180 derajat dari hidup lamanya, Sena masih sama. Sena masih bangun telat, Sena masih membuang brokoli dan irisan bawang dari piringnya, masih memicingkan mata erat setiap kali mencicip minuman bersoda, masih berteriak histeris bila mendengar gonggongan anjing. Sena masih sosok yang sama, hanya saja sekarang ia tinggal di dalam istana.

Sesekali dalam seminggu, Ibu Sena akan datang mengunjungi kamar puterinya. Menyisiri rambut Sena yang panjang dan bergelombang lalu mengikatnya menjadi lebih rapi dan cantik.

Sama seperti sore itu..., Ibu menganyam rambut Sena jelita dan menyelipkan pita berwarna putih di sana.

"Sena," Sambil mengikat ujung rambut Sena, ibu bersuara. "Apa kau dan Chanyeol di sekolah berteguran?"

Ya, sekarang Sena juga bersekolah di SMA yang sama dengan Park Chanyeol. Saudara tiri laki-lakinya yang berwajah masam dan katanya, idola anak perempuan. Sena bodo amat karena dia lebih tertarik kepada anak laki-laki di tim sepak bola.

"Jangan khawatir. Aku tidak menegurnya sama sekali." Sena pikir ibunya cemas kalau hubungannya dengan Chanyeol buruk. Jadi ia menenangkan ibunya dengan jawaban yang malah membuat ibunya bersedih.

"Jangankan menegur, melihat mukanya saja aku tidak. Ibu tidak perlu mencemaskan apa-apa. Kebencian kami mutual kok."

"Sena, kenapa kau bicara begitu? Ibu tidak ingat pernah memintamu membenci Chanyeol. Dia adalah saudaramu. Suka tidak suka kau harusnya memperlakukan dia seperti saudara juga."

"Kenapa? Bukannya dia membenci kita?"

"Tidak Sena..., Chanyeol hanya belum bisa menerima kita." Ibu menghela napas lelah. "Dia mungkin beranggapan kedatangan ibu sebagai pengganti ibunya. Dia pasti membenci itu."

"Tapi Ibu memang ibunya sekarang." Sena masih keberatan.

"Dengarkan Ibu, Sena. Jika Chanyeol tidak bisa menerima kita--" sebuah kepahitan terasa di ujung lidah wanita itu. "Ibu rasa ada baiknya kita mundur dan keluar dari sini."

"Hah? Kenapa?"

"Satu-satunya keluarga dekat Chanyeol di rumah ini adalah ayahnya. Ibu tidak ingin kedekatan mereka merenggang karena kita. Ibu tidak mau Chanyeol merasa terisolasi di rumahnya sendiri." Yang mana memang sedang terjadi.

Setiap pulang sekolah, Chanyeol menghabiskan waktu dengan mengurung diri di kamar. Ia hanya keluar ketika jam makan dan ketika ia memang mau pergi. Dia sudah tidak berinteraksi dengan ayahnya lagi dan selalu menampakkan wajah penuh iritasi.

"Padahal aku baru membiasakan diri di sini," Sena merengut sebal. Bukannya ia tidak ingin berpisah dengan kemewahan yang sekarang mendekapnya nyaman, Sena hanya tidak suka beradaptasi dengan lingkungan baru.

Dengan sedikit ketidakrelaan dan kekesalan, Sena akhirnya menyentuh tangan Ibu yang terkulai lemah di pundaknya. Bibirnya menyuarakan sebuah tanya.

"Bagaimana kalau aku dan Chanyeol jadi akrab? Apa Ibu akan memikirkan ulang untuk tidak pindah?"

Itu adalah kesalahan.

HARMONIA (PCY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang