Bab IV

81 1 0
                                    

Bab 4:

Victoria mengelus perutnya, oh! Ia sangat lapar! Dan yang dimaksud dengan sangat lapar adalah sangat sangat sangat lapar!

Bagaiamana tidak? Ia belum makan dari kemarin sore sampai siang ini. Ia ingin makan, tapi tidak ada waktu. Bagaimana ini? Kalau ia sampai jatuh sakit, ia tidak punya siapa-siapa untuk dimintai tolong. Oh, tentu ada, orangtuanya. Tapi kalau ia menghubungi orangtuanya karena ia sakit, pasti ayahnya akan menyeretnya pulang kerumah dan ia tidak diizinkan untuk memasak lagi.

Memang sedikit berlebihan, tapi itulah kenyataanya. Victoria duduk dibangku dekat jendela yang sedang kosong, memang sekarang toko sedang sepi, tapi tetap saja ia tak boleh meninggalkan pekerjaan.

Ia memejamkan matanya, berusaha memendam rasa lapar yang ada diperutnya, lima detik kemudian, “ah ini sia-sia!” ucapnya pelan dengan putus asa.

“Apanya yang sia-sia?” tanya Rob yang datang menghampirinya, duduk disampingnya. “Wajahmu pucat, Victoria.” Lanjut Rob sambil duduk didepan Victoria, mereka berhadap-hadapan sekarang.

Victoria tersenyum lemah, “tidak apa-apa. Kau kembali saja kedapur.” Jawab Victoria, tidak ingin member tahu Rob alasan yang sebenarnya. Rob mengangguk lalu berjalan pergi kedapur.

Sementara itu Victoria memejamkan matanya lagi, ia ingin tidur. Victoria pernah mendengar, tidur itu bisa mengurangi rasa lapar, apa benar? Ia ingin membuktikannya sekarang.

Victoria baru ingin tertidur ketika seseorang mencolek pundaknya, ia mendecakkan lidah. Siapa yang ingin menganggu nya ketika ia sedang seperti ini? Victoria membuka mata, lalu tersenyum melihat siapa yang ada dihadapannya.

“Ini untukmu, kau laparkan?” kata Rob sambil menyodorkan bungkus putih yang berbau harum kepada Victoria. Victoria langsung tersenyum. Lalu mengambil bungkus itu dengan senang hati dari tangan Rob.

Rob kembali duduk dihadapannya. “Darimana kau tahu kalau aku lapar?” tanya Victoria penasaran, tadi ia tidak memberitahu Rob tentang hal itu, bukan?

“Pertama, tadi aku melihat kau sedang mengelus perutmu sambil dengan wajah kesal, dan kedua ketika aku datang menghampirimu, kulihat wajah mu pucat. Jadi kupikir kau lapar. Dan tebakanku itu tidak salah bukan?” jawab Rob sambil tersenyum.

“Sama sekali tidak. Terimakasih Rob, kau memang malaikat.” Jawab Victoria, lalu membuka bungkus putih yang ternyata isinya dua buah Roti rasa cokelat. Kesukaan Victoria.  Victoria langsung melahapnya.

***

Ray membuka pintu mobil dan langsung masuk kedalam mobil itu. Hari ini sangat melelahkan. Ia membenarkan posisi duduknya, lalu menepuk pundak si sopir. Sopir itu langsung mengerti dan menjalankan mobil. Ray menarik dan mnghembuskan napasnya perlahan, benar-benar lelah.

Security membukakan pintu gerbang untuk mobil Ray masuk, lima menit kemudian seseorang membukakan pintu mobil untuknya, Ray keluar dan segera berjalan masuk kerumah.

Ia bergegas kekamarnya. Setelah masuk kekamarnya, ia melepaskan sepatu lalu masuk kedalam kamar mandi, ia ingin membersihkan tubuhnya.

Sepuluh menit dikamar mandi, Ray keluar dan segera mengenakan bajunya. Lalu ia langsung merebahkan badan dikasur besarnya dan tertidur pulas.

“Ray! Doakan aku ya? Semoga penerbanganku lancar. Aku akan kembali lagi kesini? Oke? Aku janji.” Ucap gadis itu dengan wajah berbinar-binar.

“Iya, aku doakan. Kau pasti baik-baik saja. Aku akan merindukanmu, ciara.” Jawab Ray sambil menundukan kepalanya, ia tak ingin ditinggal oleh gadis ini. Rasanya ia ingin menangis saja, tapi tidak mungkin, ia tidak ingin kelihatan lemah dihadapan Ciara.

Gadis itu maju mendekat kearah Ray, lalu berjinjit dan melingkarkan kedua tangan dileher Ray. Ray memejamkan matanya, lalu melingkarkan tangannya dipinggang gadis itu. Mungkin ini adalah pelukan terakhirnya untuk Ciara.

“Ciara, kau benarkan akan kembali?” tanya Ray lagi. Ia tidak yakin dengan perkataan gadis itu. Ia harus memastikan. Ray merasakan gadis itu mengangguk dipundaknya. Ray tersenyum kecil. Dua detik kemudian, ia merasakan pundaknya basah.

Gadis itu menangis.

Ray mempererat pelukannya pada gadis itu, seolah tak mau melepasnya. Ray mengusap rambut panjang gadis yang sedang menangis dipundaknya, berusaha meredakan tangisnya.

Gadis itu lama kelamaan diam. Lalu melepaskan pelukannya. Gadis itu tersenyum lalu mengelap airmatanya. Tiba-tiba gadis itu mencium pipi Ray. Ray membelalakan matanya, terlalu kaget untuk hal ini.Ciara melepaskan bibirnya dari pipi Ray lalu tersenyum manis, sangat manis.

“Sampai jumpa Ray!” ucap gadis itu lalu berlari kearah orangtua gadis itu.

Ray membalikan badannya lalu menangis sejadi-jadinya.

***

Ray melahap makanannya perlahan. Mengapa ia masih terus memimpikan hari itu? Hari ketika ia ditinggalkan oleh gadis yang sangat dicintainya? Mengapa? Mungkin karena ia masih terus memikirkan gadis itu, mungkin karena ia masih mencintai gadis itu.

‘Sadarlah! Ini sudah sepuluh tahun, masa kau masih belum bisa melupakannya Ray?’ ucapnya dalam hati, berusaha melupakan gadis itu, tapi tetap saja tidak berhasil.

***

Victoria berjalan perlahan, melihat-lihat buku yang ada ditoko buku dekat rumahnya. Ia sedang mencari-cari buku resep masakan, tapi dari tadi tidak ada yang pas.

Ia mengambil buku bersamoul putih, ia membuka-buka buku itu, lalu meletakkannya lagi, ‘tidak cocok’. Ucapnya dalam hati. Itulah yang terus ia lakukan selama satu jam terakhir ini.

Ia melihat-lihat buku yang berjejer rapi di rak itu lagi. Ia menghentikan kegiatannya ketika seseorang menyebut namanya. “Ya?” jawabnya sambil menoleh kearah suara itu. Air mukanya berubah datar ketika melihat siapa yang memanggilnya.

“Hey!” ucap pria itu lagi. Victoria tersenyum kecil, berusaha terlihat sopan. “Hey.” Jawab Victoria datar.

“Sedang apa?” tanya pria itu lagi, berusaha akrab dengan Victoria, Victoria terkekeh menyadari hal itu.

“Sedang mencari buku tentu saja, kau pikir untuk apa aku ke toko buku kalau bukan untuk mencari buku.” Jawab Victoria jutek.

“Buku jenis apa?” Tanya Ray sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Victoria terdiam sejenak.

“Buku memasak.” Jawab Victoria pada akhirnya. “Aku ingin mencari buku memasak, tapi sudah satu jam ini aku belum menemukan yang tepat.” Lanjutnya, menjelaskan lebih lanjut.

“Oh… biar kubantu ya?” tawar Ray dengan wajah berbinar. Victoria hanya menaikkan alisnya, lalu Ray ikut mencari-cari buku.

“kalau kau sendiri, sedang apa kesini?” tanya Victoria balik.

“Aku? Hmm…” Ray menjawab sambil terus mencari-cari buku, “Aku ingin membeli buku juga, sama seperti mu.” Jawab Ray.

“Buku memasak juga?” tanya Victoria lagi, “Apa? Oh bukan. Aku mencari buku fiksi.” Jawab Ray lagi, masih mencari buku memasak yang tepat untuk Victoria.

Victoria mengangguk. “Nah, ini dia!” kata Ray sambil menyodorkan buku yang agak tipis bersampul merah dengan gambar berbagai masakan. Victoria tersenyum lalu mengambil buku itu. Ia melihat-lihat isinya.

“Nah, ini dia buku yang aku cari. Terimakasih Ray atas bantuannya!” ucap Victoria, akhirnya ia menemukan buku yang cocok. Ray tersenyum.

“Kau ahu? Ini baru pertama kalinya kau tersenyum pada ku, dan ini pertama kalinya kau mengatakan ‘terima kasih’ padaku.” Kata Ray sambil tersenyum.

“Benarkah?” tanya Victoria sambil tersenyum, sekarang ia tidak mengira Ray seburuk yang dulu ia kira. “Dan, barusan adalah senyum ku yang kedua untukmu.” Lanjut Victoria, lalu mereka berdua tertawa.

Yayımlanan bölümlerin sonuna geldiniz.

⏰ Son güncelleme: Feb 09, 2013 ⏰

Yeni bölümlerden haberdar olmak için bu hikayeyi Kütüphanenize ekleyin!

The BakeroveHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin