Bab III

80 1 0
                                    

Bab 3 :

Ray meletakkan kausnya kedalam loker. Ia bersiul lalu membalikkan badan. Ia membuka pintu ruang ganti. Lalu berjalan kearah meja kasir. Ia melihat Tasha sedang asyik melayani pelanggan. Ray tersenyum kecil. Lalu mendatangi gadis itu.

“Oi.” Sapa Ray. Gadis itu diam sebentar lalu membalikkan tubuhnya. Gadis itu tersenyum manis.

“Ray? Sedang apa?” balas gadis itu, bingung melihat Ray yang malah mendatanginya bukan melayani pelanggan.

“Aku? Aku ingin mengajakmu keluar sebentar, bagaimana?” ajak Ray sambil menaikkan alisnya. Lalu terkekeh melihat reaksi Tasha, mata gadis itu mebelalak dan mulutnya terbuka.

“Ah, itu. Ka-kkalau sekarang tidak bisa.” Jawab Tasha tergagap.  Ray mengangguk.

“Bagaimana kalau sepulang kerja nanti?” ajak Ray lagi.

“Hm… sepertinya bisa.” Jawab gadis itu senang.

“Nah, bagus. Sampai jumpa sepulang kerja!” kata Ray lalu meninggalkan meja kasir dan mulai melayani pelanggan.

***

Tasha tersenyum melihat Ray membukakan pintu toko untuknya. Mereka berdua memang berencana pergi keluar sebentar. Tasha juga tidak tahu apa yang diinginkan laki-laki itu. Semoga saja bukan hal yang buruk.

Mereka pergi dengan taksi, kesebuah taman kecil sepi dengan penerangan yang cukup dan berbagai tanaman yang indah. Ray mengajak Tasha untuk duduk dibangku taman.

Mereka duduk di bangku taman di bawah pohon besar dengan sebuah lampu taman di sisi bangku. Tasha melihat mata Ray terpejam menikmati suasana sore hari. Angin yang berhembus tidak terlalu kencang, tapi menyejukkan.

“Apa tujuanmu mengajakku kesini, Ray?” tanya Tasha penasaran akan tujuan Ray mengajakknya kesini. Ray menyilangkan kedua tangannya kedepan dada. Lalu membuka matanya.

“Aku ingin bertanya.” Jawab Ray datar sambil melihat kearah Tasha. Tasha mulai gugup jika ada seseorang yang melihatnya seperti itu. Tasha memalingkan wajahnya.

“B-bertanya ap-apa?” tanya Tasha lagi, ia gugup. Ia selalu seperti ini jika dekat dengan laki-laki. Entah yang ia sukai, atau yang ia tidak suka.

“Victoria. Itu… dia, dia memang seperti itu ya?” tanya Ray. Rasa gugup tasha mereda seketika.

“Seperti itu bagaimana?” tanya Tasha tidak mengerti.

***

“Seperti itu bagaimana?” tanya gadis itu tampak tak mengerti, keningnya berkerut.

Ray tersenyum sejenak, lalu pandangannya lurus kedepan. Ia memejamkan matanya, lalu kembali membukanya dan kembali menatap Tasha.

“Itu… aku, aku hanya ingin.. maksudku..” jawab Ray, ia bingung bagaimana menyusun kalimatnya. Ia hanya ingin tau, mengapa gadis itu sangat cuek kepadanya. Maksudnya, bagaimana ia ingin tahu cara kerja para pelayan di toko kecil itu jika pelayannya saja seperti itu, sangat cuek, galak, dan… ya hal seperti itulah. Victoria pasti tidak akan menjawab jika Ray bertanya.

Ray ingin menanyakan pada Tasha mengapa sikap Victoria sperti itu. Memang mudah. Tapi jika ditanya alasannya, ia harus jawab apa? Pasti Tasha akan curiga. Atau Tasha akan mengiranya menyukai Victoria, padahal ia tidak pernah melakukan hal itu, memimpikannya saja tidak pernah.

“Aku tahu maksudmu. Kau ingin bertanya mengapa sikapnya dingin seperti itu kan?” kata Tasha membuyarkan lamunan Ray.

“Bingo!” sahut Ray senang.

“Kalau soal itu, dia memang seperti itu kepada orang yang baru ia kenal. Terutama kepada laki-laki. Jadi, jika kau ingin mendekatinya, lakukan secara perlahan, luluhkan hatinya.” Jawab Tasha. Nah, benar kan? Gadis itu megira Ray menyukai Victoria.

“Jadi begitu?” kata Ray sambil menaikkan alisnya.

“ Tapi, maksudku menanyakan hal seperti ini bukan karena aku menyukai Victoria atau hal semacamnya. Kau harus tau. Dan satu lagi, jangan beritahu Victoria tentang hal ini, oke?” lanjut Ray sambil tersenyum manis.

*oOo*

The BakeroveWhere stories live. Discover now